BLAK-BLAKAN, Andi Arief Ungkap 'Rencana Busuk' Moeldoko Mengkudeta Posisi AHY di Partai Demokrat
Ternyata yang dimaksud dengan orang dekat Presiden Jokowi yang berniat mengambilalih kepemimpinan partai Demokrat, adalah Moeldoko.
BLAK-BLAKAN, Andi Arief Ungkap 'Rencana Busuk' Moeldoko Mengkudeta Posisi AHY di Partai Demokrat
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Partai Demokrat kini jadi sorotan publik, pasca beredar kabar bahwa orang dekat Presiden Jokowi berniat mengkudeta kepemimpinan Partai Demokrat.
Hal itu diutarakan langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Atas tudingan itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko langsung angkat bicara.
Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief dalam akun Twitter miliknya @Andiarief_.
"Banyak yang bertanya siapa orang dekat Pak Jokowi yang mau mengambil alih kepemimpinan AHY di demokrat, jawaban saya KSP Moeldoko," tulis Andi yang dikutip Tribunnews, Senin (1/2/2021).
Menurutnya, alasan AHY berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait rencana pengambilalihan Demokrat secara paksa oleh Moeldoko, karena dikabarkan mendapat restu dari presiden.
"Kenapa AHY berkirim surat ke Pak Jokowi, karena saat mempersiapkan pengambilalihan menyatakan dapat restu Pak Jokowi," tulis Andi.
Sebelumnya, AHY mengungkap ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
Hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
AHY menyatakan, gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Gerakan tersebut terdiri dari kader secara fungsional, mantan kader dan non-kader.
Gabungan dari pelaku gerakan itu ada lima orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan.