Breaking News

Warga Desa Lamagute dan Lamaau Kembali Mengungsi Takut Hujan Pasir dan Gemuruh Ile Lewotolok

Sebagian warga Desa Lamaau dan Lamagute, Kecamatan Ile Ape Timur memilih untuk kembali ke pengungsian di Kota Lewoleba

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur saat mengunjungi para pengungsi erupsi Ile Lewotolok di rumah-rumah warga pada Desember 2020 yang lalu. 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Sebagian warga Desa Lamaau dan Lamagute, Kecamatan Ile Ape Timur memilih untuk kembali ke pengungsian di Kota Lewoleba, setelah dipulangkan Pemerintah Kabupaten Lembata sejak Sabtu (2/1/2020) lalu.

Mereka takut tinggal di desa karena setiap hari mereka dihantui suara gemuruh, gempa bahkan hujan pasir akibat erupsi gunung api Ile Lewotolok yang masih berlangsung.

"Kemarin ketika ada kegiatan di Waiwaru saya merasakan gemuruh terus menerus. Terus ada hujan pasir. Sehingga saya memilihnya ke sini," kata Lian Koten, warga Desa Lamagute, Kecamatan Ile Ape Timur saat ditemui wartawan di rumah keluarganya di Lamahora, Lewoleba, Kamis (7/1/2020).

Baca juga: Ile Lewotolok Erupsi Lagi Pagi ini, Tinggi Kolom Abu 1000 meter

Lian menuturkan, pada malam hari mereka susah tidur jika suara gemuruh erupsi mulai terdengar.

"Masih takut karena sudah terganggu dengan gemuruh, pasti susah tidur lagi," ungkapnya.

Lian yang bersama anak dan suami kembali mengungsi ke Lewoleba mengaku, tidak tahu sampai kapan dia harus bertahan di Lewoleba.

"Kebetulan saya juga pendidik, palingan pasti saya pulang pergi Lamagute - Lewoleba untuk mengajar," kata Lian yang juga merupakan tenaga pendidik di TK Yos Sudarso Atawatung, Desa Lamagute ini.

Baca juga: Peran Sahabat Sehat dalam Upaya Pencegahan DBD di Sikka

Hal yang sama juga dikatakan Siti Samsiah Lema, warga Desa Lamaau. Siti memutuskan untuk pulang ke posko utama pengungsi Lewoleba karena merasa tidak nyaman tinggal di desa.

"Karena tidur malam kami selalu mendengar gemuruh. Memang aman, sehingga masyarakat yang lain sudah di sana tapi saya sekeluarga merasa tidak nyaman," ungkapnya.

"Biar di sini (pengungsian) terus, kalau pemerintah tidak mau di sini lagi karena memang jadwalnya sudah habis biar saya cari tempat yang di luar saja sampai saya rasa nyaman baru bisa pulang," ungkap Siti.

Setiap malam Siti selalu merasakan gemuruh akibat erupsi Ile Lewotolok. Sebanyak tujuh warga dari dua keluarga asal Desa Lamaau kembali ke posko pengungsian pada Rabu (6/1) sore.

Pemerintah Kabupaten Lembata secara bertahap telah memulangkan para pengungsi erupsi gunung api Ile Lewotolok sejak Sabtu (2/1) lalu. Meski demikian, warga Desa Jontona hingga saat ini belum dibolehkan pulang karena berada dalam zona merah erupsi Ile Lewotolok.

Pastor Paroki St Maria Bintang Laut Waipukang, Romo Arnoldus Guna Koten Pr ditemui beberapa waktu lalu telah mewanti-wanti persoalan trauma masyarakat yang kembali ke desa mereka paska masa tanggap darurat erupsi Ile Lewotolok.

Hingga saat ini status gunung Ile Lewotolok masih di level tiga atau siaga. Erupsi terus terjadi setiap hari diikuti gempa vulkanik.

Setiap hari juga Romo Arnoldus terus mengunjungi warga yang memberanikan diri untuk tetap bertani di tengah situasi ini. Dia terus memberikan dukungan dan motivasi warga agar tetap tegar menghadapi situasi sulit ini.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved