Mendorong Percepatan Pemenuhan Hak Anak: ChildFun Urus Akta Kelahiran Anak NTT
Every Child's Birth Right adalah program ChildFund di Indonesia bekerja sama dan Pemerintah Kabupaten Belu melalui Disdukcapil Belu
"Mereka door to door membantu masyarakat yang belum memiliki akta. Persyaratan diunggah ke aplikasi, diteruskan ke disdukcapil, dan disdukcapil masukkan ke dalam sistem informasi administasi kependudukan. Akta dicetak dan diserahkan melalui aktivis PATBM," urai Maksimus.
Para aktivis PATBM di Kabupaten Belu berjumlah 5 orang dan yang mengikuti pelatihan sebanyak 30-an orang. Mereka tersebar di lima desa dampingan di Kabupaten Belu.
Ia mengakui tantangan yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya dokumen kependudukan. Berikutnya, letak geografis sehingga sulitnya mengakses layanan.
"Ada juga adat istiadat; yang belum mengurus akte itu karena adat. Juga sarana prasarana, sumber daya manusia, itu juga tantangan," tambahnya.
Menyambung dua pembicara sebelumnya, Kepala Bidang Pendudukan Pencatatan Sipil Dinas Kesehatan Provinsi NTT Hendrik Manesi mengungkapkan bahwa pada target nasional untuk cakupan akta kelahiran telah terpenuhi. Namun, NTT belum memenuhi target yang telah diberikan.
Dari jumlah wajib akta kelahiran anak berusia 0-18 tahun sebanyak 1,485 juta anak, baru terpenuhi sebanyak 76,62 persen per 30 November 2020. "Jadi masih 20 persen lebih untuk kita kejar," katanya.
Strategi yang akan dilakukan untuk mengejar target yang telah diberikan antara lain upaya peningkatan cakupan layanan kualitas melalui Permendagri 19/2018. Ia berharap perlu adanya kolaborasi bersama berbagai stakeholder dan mitra, salah satunya ChildFund Internasional Indonesia.
"Kabupaten Belu dua tahun kemarin baru 50 persen. Ini dua tahun sudah 85 persen. Kita berharap ini akan menjadi model karena kaitan dengan peningkatan layanan ini ya diharapkan untuk bermitra dengan berbagai stakeholder," ujarnya.
Hendrik menjelaskan, permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Namun, seringkali masyarakat mengurus kelengkapan identitas apabila akan mendapatkan bantuan.
Kendala lainnya adalah perubahan sistem informasi. Ia berharap, program Gerakan Indonesia Sadar Administrasi (GISA) yang telah dicanangkan bisa membuat masyarakat sadar mencatatkan peristiwa pentingnya. Aparat pun perlu sadar dengan update database.
Sementara itu, menyikapi berbagai kendala yang terjadi di masyarakat semisal tidak lengkapnya persyaratan karena orang tua belum menikah secara sah atau anak terlantar, pemerintah memberikan solusinya.
Hendrik menguraikan, ada beberapa akta kelahiran yang dibuat berkaitan dengan pengajuan akta sesuai persyaratan yang diberikan, yakni akta yang tercatat orang tua, akta dengan orang tua belum menikah, juga akta untuk anak hasil dari ibu tanpa ayah.
"Terhadap semua persyaratan yang tidak terpenuhi, bisa membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak. Artinya, ketika seseorang tadi terhalang dengan hal yang tadi, membuat pernyataan ke dukcapil, dan dukcapil keluarkan akta. Ketika seseorang membuat pernyataan tidak valid, maka dukcapil bisa menarik akta tadi," paparnya.
"Melindungi anak artinya kita harus mencatatkan mereka agar mereka ada. Supaya membuat pekerjaan kita akuntabel karena kita stakeholders dan membuat program kita menjadi tepat sasaran. Alangkah baiknya mari bergandengan tangan mencatat semua anak Indonesia terutama NTT agar mereka ada secara hukum dan menjadi bagian dari pembangunan di NTT," ungkap Renny dalam pernyataan penutupnya.
"Semua anak harus tercatat kelahirannya atau semua anak harus memiliki identitas hukum yaitu akta kelahiran. Kerja sama atau kolaborasi pemerintah bersama instansi terkait dan lembaga perlu ditingkatkan supaya semua anak terpenuhi hak identitasnya. Apa yang sudah dilakukan oleh kami di Belu kiranya menjadi replikasi bagi kabupaten lain di NTT," Maksimus menambahkan.