Gunung Ile Lewotolok Meletus

4.483 Warga Ile Ape Mengungsi Gunung Lewotolok Erupsi

Sebanyak 4.483 warga Ile Ape mengungsi setelah Gunung Ile Lewotolok erupsi

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto 4.483 Warga Ile Ape Mengungsi Gunung Lewotolok Erupsi
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
Gunung Ile Lewotolok Meletus

POS-KUPANG.COM | KUPANG -Gunung Ile Lewotolok kembali erupsi, Minggu (29/11) pukul 09.45 Wita. Terdengar suara ledakan disertai gemuruh. Beberapa saat kemudian material vulkanik seperti debu, pasir dan batu keriki menghujani 21 desa yang tersebar di wilayah Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata. Sebanyak 4.483 warga mengungsi.

Warga Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape, Dominikus Deke mengatakan, hujan debu dan pasir dirasakan ketika masyarakat baru saja pulang mengikuti perayaan ekaristi di gereja. "Keluar gereja tiba-tiba dengar bunyi. Ada batu pasir di atap rumah," ujar Dominikus.

Warga Desa Todanara lainnya, Gaspar Boli menyebut letusan cukup dahsyat. "Selama hidup saya, ini dahsyat sekali. Kami habis sembahyang, duduk tidak sampai satu jam, dengan bunyi besar sekali. Kami semua lari pontang panting," ujar Gaspar.

Baca juga: Aparat Polres Lembata Evakuasi Warga Terdampak Erupsi Ile Lewotolok

Menurut Gaspar, semua warga Todanara sudah mengungsi ke Kota Lewoleba. "Kampung kosong, yang tersisa di sana beberapa pemerintah desa yang jaga kampung," katanya.

Hujan Batu Akibat Gunung Ile Lewotolok Membuat Warga Panik dan Takut,
Hujan Batu Akibat Gunung Ile Lewotolok Membuat Warga Panik dan Takut, "Tuhan Tolong, Ini Hujan Batu" (Kolase POS-KUPANG.COM/Ricardus Wawo)

Warga Kampung Jontona, Sandro Bala Wangak mendengar suara letusan disertai gemuruh dari arah puncak Ile Lewotolok. Suara itu membuat warga panik dan lari berhamburan keluar rumah.

Hal senada disampaikan Ursula Deran, warga Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape. "Kami dengar ada ledakan pas keluar lihat asap sudah membubung tinggi. Saya panik dan langsung dengan sepeda motor ke Lewoleba. Sepeda motor saya sempat kehabisan bensin saya dorong. Beruntung ada yang kasih saya," kata Ursula.

Baca juga: Kejari TTS Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi PD Mutis Jaya

Saking panik, Ursula meninggalkan anak-anaknya di Desa Watodiri. "Saya lagi cari anak-anak. Tadi saya panik sekali. Semoga mereka baik-baik saja, bapak-bapak tolong bantu kami," ujar Ursula.

Warga Desa Bungamuda, Zakarias Sanga (52) menuturkan detik-detik Gunung Lewotolok meletus. Menurutnya, kebanyakan warga Desa Bungamuda baru saja pulang dari gereja. Tiba-tiba mereka mendengar suara ledakan dari arah puncak Ile Lewotolok. Asap membubung tinggi ke langit

"Kami baru pulang gereja, dan ada yang teriak bilang gunung meletus. Bunyi besar sekali, tiga empat kali baru asap mengepul. Setelah itu baru hujan abu dan batu turun. Semua panik, ada yang menangis. Ada yang suruh masuk, ada yang suruh keluar, jadi bingung," tuturnya.

Menurut Zakarias, hujan abu, pasir dan kerikil berlangsung hampir satu jam. Beberapa rumah warga atapnya bolong.

Hal senada juga diutarakan sepasang suami istri dari Desa Lamatokan, Kecamatan Ile Ape Timur, Agustina As Making dan Aloysius Ola.

"Kita dengar gemuruh itu kita kaget langsung lari. Sekarang rumah kosong. Jadi hanya pakaian di badan," kata Agustina.

Aloysius mengatakan, saat Gunung Lewotolok meletus ia baru pulang dari gereja. Sementara Agustina bersama anaknya sementara memberi makan ternak babi.

"Tiba-tiba anak saya bilang lihat mama ada hitam di atas itu. Langsung meletus. Bunyi besar. Kami langsung lari ke tepi pantai," katanya.

"Saat gemuruh besar itu kami bingung mau buat apa. Kami langsung ke sini.
Kami bertahan di sini dulu," kata Agustina sembari menambahkan kalau mereka dievakuasi dengan kendaraan.

Letusan disertai gemuruh juga terdengar sampai di Pos Pemantau Gunung Api Ile Lewotolok, Desa Laranwutun, Kecamatan Ile Ape. Petugas Pos Pemantau Gunung Api Ile Lewotolok, Stanislaus Ara Kian mengatakan, suara gemuruh menandakan adanya aktivitas vulkanik di dalam kawah Gunung Lewotolok.

Stanis menjelaskan, sejak erupsi awal tanggal 27 November, sudah ada tremor dengan skala kecil dan diikuti gempa vulkanik. Hal itu terpantau selama pukul 06.00-09.29 Wita.

"Sudah terpantau tremor harmoni diikuti gempa vulkanik dangkal dan gempa vulkanik dalam. Gempa ini berkaitan dengan aktivitas magma di dalam perut gunung. Lalu tremor, vulkanik dangkal, tremor itu mulai menuju ke puncak. Beberapa malam ini selalu teramati sinar api, kalau dia mau meletus itu pasti ada sinar api. Setelah erupsi tangga 27 mulai muncul sinar api. Informasi dari masyarakat juga teramati," paparnya.

Menurut Stanis, erupsi terjadi pukul 09.45 Wita dengan tinggi kolom abu 4.000 meter di atas puncak.

Lokasi Penampungan

Sebanyak 4.483 warga terdampak erupsi Gunung Lewotolok, mengungsi ke desa tetangga dan Kota Lewoleba. Selain menggunakan kendaraan pribadi, warga dievakuasi dengan kendaraan yang disediakan pemerintah daerah.

Ada enam lokasi penampungan, yaitu Kantor Bupati lama dengan 3.671 jiwa, Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) 338 jiwa dan Aula Koperasi Ankara 32 jiwa.
Berikutnya, Aula Kelurahan Lewoleba Tengah 140 jiwa, Aula Desa Tapolangu 287 jiwa dan Aula Desa Baopana 15 jiwa.

Demikian data yang diperoleh Pos Kupang dari Dinas Sosial Kabupaten Lembata. Jumlah pengungsi akan bertambah karena ada beberapa posko yang belum didata. Selain itu, proses evakuasi masih berlangsung.

Bupati Lembata, Eliazer Yentji Sunur mengatakan, langkah kontigensi darurat telah diambil pemerintah dengan mengurus para pengungsi erupsi gunung Ile Lewotolok.
Meski dalam kondisi darurat, Bupati Sunur meminta agar warga tetap menjalankan protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19.

Tim medis pun dikerahkan untuk memeriksa para pengungsi. Bagi pengungsi yang merasakan ada gejala Covid-19, langsung dipisahkan untuk dirawat di ruang khusus di kantor Perpustakaan daerah Lembata.

Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur, ditemui di lokasi Lapangan Kantor Bupati Lembata, mengatakan dari hasil rapat terbatas Forkopimda, dirinya juga sudah meminta personil TNI dan Polri untuk melakukan patroli di desa-desa yang ditinggalkan warga sementara.

Pemerintah Kabupaten Lembata berusaha sebisa mungkin menangani pengungsi dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Sebagian pengungsi yang terdiri dari ibu dan anak balita dipisahkan di tempat pengungsian yang berbeda.

Pemerintah bersama tim relawan menyiapkan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan makan warga pengungsi. Pemerintah Kabupaten Lembata juga menyuplai sembako untuk warga yang mengungsi di rumah keluarga mereka masing-masing di Kota Lewoleba.

Bantuan dari berbagai kalangan di Kabupaten Lembata pun disalurkan kepada warga pengungsi di Kota Lewoleba.

Ketua DPRD Lembata Petrus Gero menjelaskan karena sebagian desa sudah ditinggalkan pengungsi maka dari hasil rapat terbatas Forkopimda maka aparat keamanan Polres Lembata dan Personil TNI akan terus melakukan patroli menjaga desa-desa yang ditinggalkan warga. "Lansia, orangtua, ibu hamil langsung dievakuasi. Warga harus dievakuasi karena kita tidak bisa prediksi," katanya.

Petrus Gero juga mengakui kalau peristiwa ini merupakan letusan yang paling besar selama hidupnya. "Ini pertama kali saya alami. Ini letusan sangat besar. Tapi sekarang intinya pemerintah senantiasa siapkan diri untuk urus masyarakat," ujarnya.

Sekda Lembata Paskalis Ola Tapo Bali mengatakan, yang terdampak sesuai peta kawasan rawan bencana adalah Desa Todanara sampai dengan Lamau. Namun tidak tertutup kemungkinan pada desa-desa sekitar lainnya.

Kapolres Lembata AKBP Yoce Marthen turun langsung mengevakuasi warga korban meletusnya Gunung Lewotolok. Bersama jajaran TNI, dan Personil BPBD, Kapolres Yoce memimpin personel mengevakuasi warga di wilayah Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Kapolres Yoce membantu warga lansia dan yang sakit untuk naik ke atas kendaraan untuk dibawa ke Kota Lewoleba.

Sementara itu sekitar 200 warga Desa Lamawolo, Lamatokan dan Baolaliduli, Kecamatan Ile Ape Timur dievakuasi dengan menggunakan 12 perahu motor. Saat ini mereka berada di Desa Tapolango, Kecamatan Lebatukan.

Sekretaris Desa Tapolangu, Chiko Raring menjelaskan, pengungsi dari tiga desa itu menempati Aula Kantor Desa Tapolangu.

Kepala BPBD Provinsi NTT, Thomas Bangke mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan BPBD Lembata untuk melakukan segala antisipasi terhadap dampak yang mungkin terjadi, termasuk mengevakuasi warga.

Berdasarkan laporan dari lapangan, lanjut Thomas, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. "Laporannya tidak ada korban jiwa," ungkap Thomas. (ll/hh/kompas.com/ant)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved