Tiba di Kejari Mabar, Bupati Dula Langsung Diperiksa Penyidik Kejati NTT

Bupati Manggarai Barat (Mabar), Agustinus Ch Dula tiba di Kantor Kejaksaan Negeri Mabar

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Gecio Viana
Bupati Manggarai Barat (Mabar), Agustinus Ch Dula 

Selanjutnya, Gaspar Ehok memilih lahan di Keranga karena memiliki topografi yang rata.

"Pak Gaspar tunjuk, ini bagus bapak dalu, jadi kami kembali," kisahnya.

Selanjutnya, lahan yang telah ditunjuk itu ternyata tidak diukur, malah dilakukan pengukuran di lahan Toroh Lemma Batu Kallo.

"Lalu diukur, waktu itu tidak ada pertanahan (BPN), hanya ada Donatus Amput, kraeng Dalu suruh ukur tanah yang telah ditunjuk, tapi mereka ukur di Toroh Lemma Batu Kallo, saya bilang ini punya saya yang diserahkan kraeng Dalu, pada 10 April 1990 seluas 30 hektare, tapi mereka paksa di sini. Akhirnya, kami tidak lama karena baku ambil di situ, akhirnya pulang," paparnya.

Lebih lanjut, di atas lahan tersebut menurutnya telah diklaim oleh beberapa pihak yang dinilai Haji Adam Djudje sebagai penyerobotan lahan.

Selama ini, lanjut dia, pihaknya tidak pernah menjual lahan Toroh Lemma Batu Kallo seluas 30 hektare yang juga diklaim Pemda Mabar kepada siapapun.

Menurutnya, tanah tersebut telah diserahkan kepada dirinya oleh Dalu Haji Ishaka sejak 10 April 1990.

Selain menyayangkan BPN yang telah menerbitkan beberapa sertifikat di atas lahannya, pihaknya pun berencana menggugat para pihak yang telah mengklaim lahan miliknya.

"Saya nanti gugat melalui kuasa hukum saya, biar sertifikat dibatalkan," paparnya.

Sementara itu, juru bicara Haji Adam Djudje, Florianus Surion Adu menegaskan, dalam Kedaluan Nggorang, Haji Adam Djudje selaku penata yang dimandatkan oleh Dalu Ishaka sesuai surat penyerahan kuasa oleh fungsionaris adat/tua adat Nggorang yakni Haji Ishaka dan Haku Mustafa.

"Memberikan kewenangan bertindak atas pemberi kuasa dan kepercayaan untuk memberikan keterangan tentang pembagian dan penunjukan batas-batas tanah adat, termasuk 16 Lengkong (dataran)," paparnya.

Ke-16 Lengkong tersebut, lanjut dia, termasuk Keranga dan Toroh Lemma Batu Kallo.

Ditegaskan, Pemda memang memiliki aset tanah, tapi aset yang dimiliki terletak di Keranga, bukan di Toroh Lemma Batu Kallo milik Haji Adam Djudje.

"Hingga saat ini, tidak ada satu pun dokumen dari ulayat yang menunjukkan 30 hektare lahan," katanya.

Jika benar Pemda Mabar memiliki aset tanah di Toroh Lemma Batu Kallo seluas 30 hektare tersebut, menurut dia, maka Pemda Mabar dapat melakukan gugatan.

"Dari awal ingin kalau benar, Pemda punya aset silahkan gugat, karena alas hak sama, karena dari Dalu Haji Ishaka," ujarnya.

Menurutnya, dalam konteks persoalan ini, Haji Adam Djudje sebagai korban karena lahan miliknya diklaim oleh sejumlah pihak.

Sementara itu, di lokasi Toroh Lemma Batu Kallo pun telah dibangun pagar dan plank untuk menjaga dan menunjukkan bahwa lahan tersebut dimiliki oleh Haji Adam Djudje.

Sementara itu, ditemui terpisah, Ahli waris atau anak dari Fungsionaris Adat Nggorang, (Alm) Dalu Ishaka, Haji Ramang Ishaka mengatakan, lahan seluas 30 hektare di Kerangan Toro Lemma Batu Kalo merupakan lahan milik Pemda Manggarai Barat (Mabar), Minggu (18/10/2020).

Diakuinya, lahan tersebut telah diberikan Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemerintah Tingkat II Manggarai pada 1997 silam, sebelum pemekaran Kabupaten Manggarai Barat.

Haji Ramang Ishaka pun menjelaskan, lokasi tersebut dalam 1 hamparan yang disebut Keranga Toroh Lemma Batu Kallo.

"Keranga dan Toroh Lemma Batu Kallo dalam 1 lokasi, berada dalam satu hamparan dan bernama hamparan Kerangan, di situ ada Toroh Lemma Batu Kallo dan juga letaknya dalam satu hamparan. Jadi tidak bisa dipisahkan Kerangan dan Toroh Lemma Batu Kallo. Kerangan itu hamparan besarnya," katanya.

Kronologis pemberian lahan tersebut, kata Haji Ramang, berawal dari tahun 1989 di mana Pemerintah Tingkat II Manggarai yang saat itu dipimpin Bupati Gaspar Ehok bersama Fungsionaris Adat Nggorang serta beberapa pihak melihat lokasi tersebut guna rencana pembangunan sekolah kelautan dan perikanan.

"Selanjutnya ada kegiatan pengukuran dan penataan tanah untuk Pemda Manggarai, dalam hal ini Haji Djudje ditunjuk oleh Fungsionaris Adat Nggorang selaku ketua penata untuk lokasi yang disiapkan ke Pemda Manggarai, yakni dilakukan pada 26 April 1997," kisahnya.

Selanjutnya, dilakukan status tanah Itu, pada 14 Mei 1997 Pemda Manggarai mengutus BPN Manggarai untuk melakukan pengukuran di daerah Karangan Toroh Lemma Batu Kallo.

"Selanjutnya ada kegiatan lanjutan untuk memperkuat kegiatan tersebut, ada semacam penghargaan kepada Fungsionaris Adat Nggorang yakni penyerahan uang atau sirih pinang dan sudah dilakukan secara adat Manggarai. Di mana dilakukan oleh pak Frans Padju Leok sebagai utusan Pemda Manggarai saat itu unt melakukan pembicaraan adat terhadap lahan seluas 30 hektare di atas lahan Toroh Lemma Batu Kallo," paparnya.

Diakuinya, dari hasil pengukuran diketahui jumlah lahan yang diberikan kepada pemerintah saat itu seluas 30 hektare, bukan seluas 5 hektare menurut pengakuan Haji Djudje.

"Penyebutan 30 hektare itu hasil pengukuran oleh tim BPN, Haji Ishaka hanya menunjuk lahan yang akan diberikan kepada Pemda Manggarai saat itu," katanya.
Tentunya BPN ada dokumen.

"Ada surat penyerahan dari Fungsionaris Adat Nggorang kepada pemerintah saat itu, surat pernyataan pelepasan hak atas tanah, surat itu dikeluarkan Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemda Manggarai pada tahun 1997 dan ditandatangani oleh Fungsionaris Adat Nggorang bapak Haji Ishaka dan Haku Mustafa dan disaksikan kepala Desa Labuan Bajo dan Camat Komodo," jelasnya.

Menurutnya, sang ayah tidak pernah memberikan tanah seluas 30 hektare tersebut kepada Haji Djudje sejak 1990.

"Terkait penyerahan tanah itu saya kurang tahu, saya baru tahu setelah beliau memberitahu kami melalui surat pada tahun 2015 dari haji Djudje. Itu baru kami tahu. Jadi bisa dibayangkan dari tahun 1990 hingga 2015 ini berapa tahun," kata Haji Ramang yang menjadi ahli waris Fungsionaris Adat Nggorang sepeninggal sang pada 2003 lalu.

Menurutnya, jika Haji Djudje yang diberikan mandat menata tanah di 16 Lengkong oleh Fungsionaris Adat Nggorang mengklaim memiliki lahan seluas 30 hektare itu sejak April 1990, maka tentunya Haji Djudje sudah menolak dilakukan pengukuran saat itu.

"Karena dia (Haji Djudje) orang yang dari awal melakukan penataan, sebelum BPN turun dia sudah melakukan penataan kegiatan penataan itu ada dokumentasi. Semestinya jika tahun 1990 sudah punya, dia keberatan," ungkapnya.

Menurutnya, memang terdapat surat yang mempercayakan penataan sebanyak 16 Lengkong oleh Fungsionaris Adat Nggorang yang ditanda tangani Haji Ishaka dan Haku Mustafa. Selaku fungsionaris adat Nggorang, namun demikian tidak ada penyerahan lahan seluas 30 hektare kepada Haji Djudje atas jasanya selaku penata.

"Tanah luas diberikan untuk kepentingan banyak orang, dan tidak pernah ada penyerahan lahan seluas 30 hektare kepada seseorang, orang tua saya saja selaku fungsionaris adat Nggorang mendapatkan lahan yang sama dengan masyarakat lain, 20 meter kali 70 meter, itu sama dengan masyarakat lain," jelasnya.

"Kalau menata Lengkong itu benar, tapi tidak ada kompensasi sebagai jasa menata, diberikan lahan hingga seluas 30 hektare. Itu tidak ada. Karena akan dapat bagian yang sama dengan masyarakat lain. Itu umumnya. Tidak ada pengerahan secara khusus kepada dia sebagai penghargaan," tambahnya.

Walaupun Haji Djudje memiliki surat bahwa telah diberikan lahan seluas 30 hektare oleh Fungsionaris Adat Nggorang, pihaknya mengaku tidak yakin dan mempercayai surat tersebut.

"Saya berkeyakinan itu tidak benar, saya tidak perlu reaksi, Saya tidak mengakui, tapi saya berkeyakinan itu tidak benar dan tidak akan terjadi," pungkasnya.

Pihaknya pun menegaskan lahan tersebut telah menjadi lahan Pemda Mabar dan selama ini, pihaknya pun telah melakukan pertemuan pada 22 Oktober 2014 sesuai rekomendasi dari pemerintah.

Selanjutnya, dilakukan juga pengukuran lahan pada 2015 oleh BPN Provinsi NTT atas permintaan dari Pemda Mabar.

"Ini hal yang positif dari Pemda untuk peningkatan status tanah," ujarnya.

Saat ditanya terkait pihak yang telah memiliki sertifikat di atas lahan tersebut dan memiliki alas hak dari Fungsionaris Adat Nggorang, Haji Ramang Ishaka mengaku, lahan tersebut diketahuinya telah diberikan kepada Pemda Manggarai dan tidak pernah dilakukan pemberian lahan kepada siapapun.

Diakuinya, demi kepentingan umum, Fungsionaris Adat Nggorang telah memberikan lahan tersebut kepada pemerintah.

Sehingga, pihaknya pun berharap agar mempertahankan lahan tersebut.

"Kalau diawali dari Pemda Manggarai kepada Pemda langsung dijawab Fungsionaris Adat Nggorang dengan memberikan lahan seluas 30 hektare, penyerahan itu sudah melalui tahapan adat dan administrasi dan ini sebenarnya status kepemilikan lahan sudah beralih ke Pemda," katanya.

"Saat ini Pemda Mabar yang harus memiliki inisiatif yang lebih kuat untuk menjaga dan melakukan peningkatan hak atas tanah sesuai aturan yang berlaku, disertifikasi, dijaga dan dirawat. Itu sudah bukan lagi tanggung jawab kami, tapi harus dilakukan Pemda Mabar untuk mengamankan aset ini," jelasnya.

Kasus tersebut pun saat ini telah ditangani Kejati NTT dan pihaknya pun selama ini telah memenuhi panggilan sebagai saksi dan telah menjalani pemeriksaan sebanyak 3 kali. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)

Sumber: Pos Kupang
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved