Opini Pos Kupang
Omnibus Law: Menuju Masyarakat Produktif
Bonus demografi Indonesia memperlihatkan profil peningkatan jumlah penduduk usia produktif
Ia justru membuka sekat-sekat berpikir yang cenderung mengungkung dan memberi angin segar untuk orbit bangsa dan negara ini, agar tak berhenti di mimpi. Di masa pandemi Covid-19, Jokowi menyusun strategi agar puing-puing kehancuran bisa direkat, ditata, dan dibangun kembali pasca pandemi Covid-19.
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah salah satu bukti keseriusan Jokowi dalam membangun negeri ini. Menarik, Jokowi berpikir dengan konsep, dan bekerja dengan bukti.
Strategi penetapan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan buah dari optimalisasi kerja keras Jokowi. Dalam branda Omnibus Law, Jokowi mengajarkan tentang keterbukaan (transparancy) dan keramahtamahan (hospitality).
Konsep Omnibus Law memang sengaja didesain untuk membuka diri. Hal ini dilatarbelakangi oleh konsep lama Indonesia yang rigid, pakem, sempit, dan berbelit-belit.
Gurita kebijakan dan sistem regulasi yang umumnya mengerutkan dahi, memicu mandeknya aksi silaturahmi investasi ke Indonesia. Jokowi memahami tendensi ini.
Untuk itu, ia berkomitmen untuk membuka diri dengan memangkas, menyederhanakan, dan menyelaraskan berbagai bentuk regulasi yang ada.
Aksi Jokowi, bagi saya, memang bak superhero.
Kenapa demikian? Melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Jokowi justru berkomitmen melawan mafia, calo, koruptor, dan penjahat kelas kakap di negeri ini. Mereka itu selalu mengais keuntungan lewat mafia sistem perizinan. Berbagai regulasi sengaja dibuat berbelit-belit agar pungli bisa beraksi.
Sengaja dipersulit, agar ongkos penyederhanaan bisa diraup. Praktiknya demikian. Alhasil, semua gurita regulasi yang dikelola oleh para mafia, membuat orang enggan `tuk bersilaturahmi ke Indonesia.
Jika dipersulit, untuk apa mendekat. Dalam hal ini, outlook ekonomi, dari segi marketing harus pandai melakukan promosi dan bersikap ramah. Inilah cara Jokowi melakukan marketing ekonomi.
Strategi Jokowi tentunya beralasan. Ia bermimpi soal esok dan seterusnya. Dalam potret demografi, kita bisa melihat bagaimana negeri ini dihuni begitu banyak penduduk usia produktif.
Mereka adalah generasi millenial yang suatu saat akan berbisnis, membuka usaha, dan berkolaborasi dengan berbagai jenis usaha-pengusaha. Konteks ini mendorong Jokowi untuk mencermati peluang:
"Kira-kira bagaimana memberdayakan jutaan penduduk usia produktif ini di kemudian hari?" Jokowi berpikir. Jokowi merenung. Jokowi memetakan konsep.
Jokowi mengambil kebijakan. Jokowi mengeksekusi kebijakan untuk kesejahteraan bersama (common welfare). Lalu untuk Jokowi sendiri? Jokowi hampir tak dapat apa-apa dari penetapan kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja. Orientasinya selalu untuk bersama. Ia hanya mendapat hujat, label, caci-maki, fitnah, ancaman, dll.
Maka, jika dicermati secara bijak, arah Omnibus Law Cipta Kerja sangat futuris. Tak hanya tertuju ke masa depan, Omnibus Law Cipta Kerja juga merangkul semua.
Dalam hal ini, Jokowi berangkat dari data yang relevan terkait profil kesejahteraan penduduk Indonesia dari segi pengangguran, ketersediaan lapangan kerja, transformasi teknologi informasi, dan peluang membuka usaha-bisnis.