Berita Kupang Hari Ini

Walhi NTT Sebut Ada Darurat Kemanusiaan di Pubabu Besipae

WALHI NTT mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan kepada warga Pubabu Besipae, Desa Linamnutu Kecamatan Amanuban Selatan

Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA
Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi 

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Wahana Lingkungan hidup Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur ( WALHI NTT) mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan kepada warga Pubabu Besipae, Desa Linamnutu Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS), NTT. WALHI NTT bahkan menyebut hal itu sebagai darurat kemanusiaan.

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi melalui rilis yang diterima POS-KUPANG.COM pada Kamis (15/10), menyebut, seharusnya Pemerintah Provinsi NTT melakukan pendekatan partisipatif terhadap warga dalam menyelesaikan konflik sebagaimana rekomendasi dari Komnas HAM RI.

"Atas tindakan ini, pertama, WALHI NTT mengecam tindakan kekerasan yang digunakkan kepada masyarakat adat Pubabu. Pemprov seharusnya menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM terkait dengan penyelesaian konflik sengketa lahan," tegas Umbu Wulang dalam rilis.

Baca juga: Inilah Sebaran Titik Panas di Sumba Terhitung Tanggal 1-10 Oktober 2020

Pemprov NTT, lanjutnya, seharusnya menggunakan pendekatan dialog untuk menyelesaikan masalah pubabu.

WALHI NTT akan menyurati Gubernur NTT untuk menghentikan aktifitas di lapangan dan melakukan dialog dengan warga. Gubernur NTT, demikian Umbu Wulang, harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini.

Baca juga: Bupati Sunur: 80 Persen Anggaran Pinjaman Daerah Untuk Infrastuktur Jalan di Lembata

Selain itu, WALHI NTT menyatakan tidak percaya dengan kinerja penyelesaian masalah yang dilakukan oleh aparat Pemprov NTT yang menangani permasalahan di Pubabu karena lebih banyak praktek-praktek kekerasan yang dilakukan. Walhi juga meminta aparat kepolisian untuk melakukan proses hukum kepada pihak yang melakukan kekerasan terhadap warga.

Umbu Wulang menyebut, pada Rabu (14/10) siang, rombongan Pemprov NTT disertai aparat keamanan Satpol PP turun ke Besipae yang merupakan wilayah konflik antara masyarakat adat Pubabu dan Pemprov NTT.

Berdasarkan informasi yang diterima, lanjutnya, tujuan rombongan ke lokasi adalah untuk melakukan penghijauan lamtoro di lokasi sengketa.

Tujuan tersebut kata Umbu mendapat penolakan dari masyarakat adat Pubabu dengan permintaan bahwa seluruh program tersebut tidak dapat dilaksanakan sebelum ada penyelesaian konflik di lokasi tersebut.

Alih-alih terjadinya dialog yang mengedepankan prinsip HAM, kejadian pada Rabu (14/10) siang berujung terjadinya dugaan kekerasan yang korbannya adalah perempuan dan anak sebagaimana yang terekam dalam video yang beredar luas di masyarakat. Pada video tersebut, kata Umbu, terekam jelas beberapa korban masyarakat adat yang mendapat perlakuan kekerasan dari oknum aparat.

Umbu merinci, korban-korban kekerasan itu antara lain, Debora Nomleni (19) yang tangannya diputar sampai keseleo, Mama Demaris Tefa yang dicekik dan dibanting sampai lehernya terluka dan pingsan, Garsi Tanu, bocah 10 tahun yang ditarik-tarik, Novi (15) dibanting dan ditendang sampai badannya penuh dengan lumpur serta Marlin yang didorong hingga jatuh.

Sebelumnya, kata Umbu, Komnas HAM telah memberikan rekomendasi yang ditujukan kepada Gubernur NTT untuk melakukan pendekatan yang partisipatif.

Poin-poin tersebut adalah mengedepankan dan memberikan opsi-opsi penyelesaian lahan di Besipae berdasarkan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia dan menyediakan ruang dialog dengan menetapkan zona damai di wilayah konflik dalam upaya penanganan masalah ini. Selain itu, menjamin pemenuhan hak atas rasa aman masyarakat adat Pubabu-Besipae dengan mengedepankan dialog partisipatif bersama seluruh elemen masyarakat adat Pubabu serta menghindari penggunaan pendekatan keamanan dalam penyelesaian konflik lahan Besipae.

Namun dalam keterangan pers pada Kamis (15/10), Pemprov NTT membantah melakukan tindakan represif kepada warga. Sekretaris Badan Pendapatan dan Aset Daerah NTT, Welly Mone bahkan mengatakan bahwa aparat lah yang menjadi korban.

"Berita bahwa kita yang memukul mereka itu tidak bertanggung jawab, kami minta supaya jangan membalikan sesuatu, kita tidak pernah mau menyerang rakyat," katanya kepada wartawan di Kantor Gubernur NTT.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved