Sebelum Dibunuh, Jenderal S Parman Tolak Tawaran PKI, Sempat Beri Pesan Dimakamkan Di TMP Kalibata
Pun malam itu, Kamis, 30 September 1965. Pasangan suami-istri yang tinggal di Jalan Serang Nomor 32 itu baru beranjak ke peraduan tepat tengah malam.
Masih dilansir dari sumber yang sama, berdasarkan visum otopsi dari jasadnya Jenderal S Parman ditembak di kepala bagian depan.
Didapati juga luka pada paha, bokong, patah tulang dan luka-luka dari alat tumpul di bagian kepa;a, rahang dan tungkai bawah kiri.
• Curhat, Luna Maya Kembali Beberkan Masa Lalu yang Tak Pernah Diketahui Publik, Ari Lasso Kaget
• Waspada Peredaran Uang Palsu Saat Pilkada, Di Ngawi Polisi Sita Rp 500 Juta Tapi Teredar Rp 200 Juta
Detik-Detik Kematian S Parman
Mayor Jenderal Siswondo Parman dan istri memiliki sebuah kebiasaan di setiap malam Jumat, yakni tak tidur sebelum pukul 24.00.
Pun malam itu, Kamis, 30 September 1965. Pasangan suami-istri yang tinggal di Jalan Serang Nomor 32 itu baru beranjak ke peraduan tepat tengah malam.
Namun, tengah malam itu sebelum tidur, Parman dan istri dikagetkan oleh banyaknya burung gereja dan burung sriti di kamar tamu.
"Lo kok banyak sekali burung gereja di kamar tamu itu?" kata Parman seperti dikutip dari buku 'Kunang-kunang Kebenaran di Langit Malam'.
"Ah sudahlah, tidur saja," jawab Sumirahayu, sang istri.
Belum reda kaget Jenderal Parman, tiba-tiba ruang tamunya kedatangan burung sriti. "Lho, sekarang banyak burung Sriti?" kata dia.
Musabab sudah larut malam, Jenderal Parman dan istri pun beranjak ke kamar untuk tidur.
Pada pukul 03.00 dini hari, Sumirahayu bangun dan sempat menikmati sejuknya udara Jakarta yang belum tercemar asap kendaraan. Suasana pun masih sangat sepi dan hening.
Namun satu jam kemudian, keheningan itu pecah ketika sejumlah kendaraan truk tentara merapat ke rumahnya.
Derap kaki tentara yang turun dari truk dan menghambur ke rumah membuat suasana begitu ribut. Jenderal S Parman pun terbangun.
"Lho, kok Tjakra," tanya Parman.