Opini Pos Kupang

Membangun Kota Pasca Pandemi Covid-19

Kejadian luar biasa yang dipicu oleh pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 ini telah menggerogoti hampir seluruh sendi kehidupan sosial masyarakat

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Membangun Kota Pasca Pandemi Covid-19
Dok
Logo Pos Kupang

Sudah saatnya pemerintah pusat, gubernur, wali kota, bupati bekerja dengan para perencana kota dan arsitek, untuk segera mencari rumusan sistem kota dan pedesaan Indonesia dengan memasukkan unsur sebagai prasyarat kota yang layak huni dan berketahanan.

Kota Yang Memadat/Densification vs Kota Memisah /Disaggregation

Dengan pandemy Covid-19 ini pengembangan kota di hadapkan pada dua pilihan pengembangan kota yang memadat (densification) atau memisah (disaggregation). Pada praktek perencanaan dan perancangan kota beberapa tahun belakangan ini para arsitek dan perancangan kota cenderung mendorong kota berkembang memadat melalui optimalisasi lahan.

Pilihan ini sekaligus untuk mewujudkan ide "kota hijau" yang berkelanjutan. Pilihan konsep kota memadat ini karena akan menghasilkan efisiensi energi yang lebih baik (terutama energi untuk mobilitas manusia dan barang) dibanding dikembangkan memisah, Pandemi Covid-19 memberi pelajaran pentingnya menjaga jarak (distancing).

Hal tersebut akan tercapai jika kota dirancang memisah. Pengembangan kota memisah membuat penyekatan wilayah menjadi lebih mudah dilakukan dalam rangka membatasi persebaran wabah.

Satu hal yang mesti disepakati bahwa pengembangan kota masa depan harus mempertimbangkan kemungkinan menyebarnya lagi wabah penyakit yang menurut WHO akan lebih sering terjadi.

Pengelola kota perlu menyiapkan konsep pembangunan pascapandemi dengan memberi perhatian pada ketahanan kota terhadap serangan wabah penyakit pada masa depan, menyiapkan kondisi hidup berdampingan dengan wabah penyakit. Jika selama ini kota selalu mengejar pertumbuhan ekonomi dengan prioritas pada pembangunan infrastruktur ekonomi seperti pasar, transportasi, dan sarana penunjang pariwisata, pada masa depan kota menggeser prioritas ke sektor kesehatan publik.

Rumah warga di kampung kota dan lingkungannya mutlak harus dibenahi. Kualitas interior rumah, termasuk di antaranya aspek penghawaan, pencahayaan, dan sanitasi perlu dibenahi. Kualitas lingkungan, misalnya drainase lingkungan, akses jalan untuk mobil ambulans dan pemadam kebakaran, serta penerangan lingkungan pada malam hari wajib dipenuhi.

Pengembangan Kampung/Kampung Improvement

Program pengembangan kampung bukanlah hal baru dalam upaya pengembangan kota, bahkan istilah kampung suda di gunakan juga oleh PBB dalam penanganan permasalahan perkotaan di negara berkembang seperti di Indonesia. Dalam konteks pengembangan kota pasca pandemi Covid-19 di wilayah kota yang memang sulit dibenahi, tidak menutup pilihan membangun ulang hunian (hunian vertikal maupun hunian tapak) dengan pola pengembangan kampung.

Satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah keterlibatan komunitas warga/kampung. Kualitas ruang dan fasilitas publik harus mendapat perhatian serius.

Standar higienitas yang selama wabah Covid-19 telah diusahakan perlu dipertahankan dan dijadikan standar minimal fitur desain. Pada masa depan kota perlu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kelompok masyarakat yang rentan ketika menghadapi serangan wabah penyakit.

Warga miskin kota merupakan salah satu kelompok yang perlu mendapatkan perhatian. Kelompok ini menghadapi ancaman tidak hanya dari penyakit, melainkan juga dari berkurangnya pendapatan ekonomi.

Suatu jaring pengaman sosial yang tangguh di level kota perlu didesain ulang agar masyarakat miskin mendapat jaminan perlindungan sosial ekonomi ketika wabah menyebar. Kelompok rentan lainnya adalah warga lanjut usia. Mereka perlu mendapat perhatian karena ketahanan tubuh mereka yang lebih lemah. Pengelola kota perlu merancang pula sistem perlindungan khusus terhadap warga lanjut usia.

Pelajaran penanganan wabah dari beberapa kota di dunia menunjukkan peran penting teknologi informasi dalam mengolah data untuk pengambilan kebijakan. Korea Selatan dan Jepang siap dengan dukungan terknologi yang memungkinkan penelusuran jejak (tracing) pasien Covid-19 selama 14 hari ke belakang.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved