Opini Pos Kupang
Membangun Kota Pasca Pandemi Covid-19
Kejadian luar biasa yang dipicu oleh pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 ini telah menggerogoti hampir seluruh sendi kehidupan sosial masyarakat
Di sisi lain, kota juga adalah kontributor utama dalam pandemi, karena sifat terbukanya kota sebagai melting pot/meleburnya berbagai suku dan kompleksitas kota secara langsung berpengaruh pada peningkatan penyebaran melaui kontak warga.
Dengan 60 persen atau 156 juta penduduk Indonesia tinggal di perkotaan, jelas teknis menghentikan penyebaran melalui lockdown serta merta menjadi beban kota itu sendiri.
Kota dan desa pada masa depan dengan dunia yang semakin menjadi perkotaan akibat urbanisasi, kita melihat sendiri pandemi ini otomatis memengaruhi hubungan kota-desa. Terutama dalam hal manajemen red zone. Khusus kawasan pedesaan, selain dianggap sebagai "korban" penerima penyakit dari kota, juga tiba-tiba diharapkan bisa mandiri memberikan layanan kesehatan dan manajemen penanganan pandemi sejajar seperti kota-kota di bagian dunia mana pun. Peran yang diharapkan ini merupakan tekanan besar bagi pemerintah kota kecil dan aparat pedesaan.
Amerika Serikat (AS) sebagai negara besar, telah memberi contoh buruk dalam hal penanganan Covid-19, padahal negara ini dianggap memiliki kota-kota yang baik.
Kegagapan koordinasi pusat dan daerah, menyebabkan korban sepertiga kasus dunia, dan kematian akibat pandemi di kota-kota Paman Sam ini mencapai 270.000 jiwa atau seperempat kematian di dunia. Para wali kota dan gubernur di seluruh negara bagian AS, terperangkap dalam buruknya tarik ulur pemerintah federal dan daerah.
Lain lagi dengan kota Hangzhou di China, yang secara integratif melaksanakan pengawasan proaktif, social distancing, protokol isolasi dan perlindungan warga. Ini dilakukan segera seketika mempelajari apa yang terjadi di Wuhan.
Kasus Indonesia dalam skala provinsi seperti Jawa Barat (Jabar), dengan 27 kota dan kabupaten, berpenduduk lebih dari 40 juta jiwa, sebanding dengan Spanyol, Argentina, dan Korea Selatan.
Sama seperti negara-negara tersebut, penanganan pandemi yang dipimpin Ridwan Kamil harus bisa berjibaku menerapkan PSBB se-provinsi yang berarti pengaturan aktivitas warga di ruang-ruang kota dan desa.
Membangun Kota dengan Gagasan
Berikut ini beberapa gagasan membangun masa depan kota pasca pandemy Covid-19:
Penguatan hubungan Kota dan Hinteland
Membangun kota kota ke depan salah satunya dengan meningkatkan integrasi hubungan kota-daerah belakang/hinterland, terutama dari aspek pilar-pilar ketahanan terhadap pandemi.
Perencanaan harus fokus pada menjadikan hubungan kota dan hinterland maupun wilayah pedesaan pada umumnya, untuk menjaga rantai pasok, penyediaan energi, dan ketersediaan pangan.
Perencanaan menghadapi pandemi, juga harus didukung oleh data dan latar statistik yang kuat. Perencanaan kota berketahanan harus memiliki model mitigasi pandemi yang mumpuni. Ada banyak model penanganan pandemi, namun harus disuperimpose tematik-tematik kota, misalnya sebaran kepadatan (density ratios) dan sebaran kualitas hunian.
Data tersebut digabung dengat profil tingkat mortalitas karena penyakit bawaan atau kerentanan kelompok umur, profil psikografik penduduk, termasuk peta red zone dari epidemi-epidemi sebelumnya.