Berita G30S PKI
38 Tahun Usai G30S/PKI Baru Anak DN Aidit, Ilham Berani Menulis Nama Aidit Di Belakang Namanya
Trauma dan ketakutan dialami anak bungsu DN Aidit, Ilham Setelah 44 Tahun Baru Anak DN Aidit, Ilham Berani Menulis Nama Aidit Di Belakang Namanya
Adanya peristiwa itu, ayahanda Aidit kerap menghibur cucu-cucunya jika Aidit dan ibunda mereka akan pulang.
Putra bungsu Abdullah Aidit, Murad Aidit menyatakan, sang ayah terbang ke Belitung kemudian dan menetap disana.
3 tahun setelahnya, sang ayah jatuh sakit dan meninggal dunia saat rumah kosong karena sang istri, menginap di rumah saudaranya.
Tetangga tak mengetahui jika Abdullah telah meninggal dunia karena jarang ke rumah tersebut, takut terkena getah peristiwa G30S.
Hingga kemudian, jenazah Abdullah membusuk tiga hari.
Adik DN Aidit, Basri Aidit tengah bekerja di Kantor Central Comittee PKI di Kramat, Jakarta Pusat ketika peristiwa 30 September 1965 terjadi.
Sehari setelah kejadian, Basri ditangkap dan ditahan di penjara Kramat.
Pada tahun 1969, ia kemudian dibuang ke Pulau Buru.
Basri keluar dari Pulau Buru di tahun 1980.
Selanjutnya, ia membeli rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat berkat bantuan keluarganya di Belitung.
Di Bogor, ia berkebun seraya mengajarkan bahasa Inggris untuk anak tetangga.
DN Aidit, anggota dan Ketua Partai PKI. Disebut dalang peristiwa G30S PKI 1965. (kissanak.wordpress.com/suratkabar.id)
Istri Aidit
Soetanti sedang bertengkar dengan suaminya ketika malam 30 September 1965.
Tanti ketika itu ingin Aidit tetap di rumah dan tak mengikuti kemauan para penjemputnya.
Meski demikian, Aidit tetap pergi.
Tiga hari setelahnya, Tanti meninggalkan rumah dan tiga anak lakinya.
Ternyata Tanti ketika itu menyusul suami ke Boyolali dan bertemu Bupati Boyolali yang merupakan tokoh PKI.
Lalu, keduanya berangkat ke Jakarta dengan cara menyamar sebagai suami istri.
Tak hanya itu, mereka juga mengambil dua bocah sebagai anak angkat.
Awal sandiwara mereka ini sukses namun kemudian tetangga mulai curiga karena sikap anak angkat yang tak pernah manja ke orang tuanya.
Hingga keduanya ditangkap.
Tanti mengalami perpindahan penjara dari satu penjara ke penjara lainnya sampai tahun 1980, diantaranya tahanan Kodim 66 dan Penjara Bukit Duri.
Lepas dari masa hukuman, Tanti sempat membuka praktek sebagai dokter.
Meski demikian, ia mengalami sakit-sakitan dan meninggal dunia tahun 1991.
* TERUNGKAP Keberadaan Mayor Jenderal Soeharto di Malam Kudeta G30S/PKI 30 September, Temui Siapa?
Sejumlah perwira tinggi militer menjadi korban dalam peristiwa G30S/PKI atau Gerakan 30 September.
Mereka dibunuh, lalu mayatnya dibuang ke sumur di lubang buaya.
Sejumlah korban G30S tersebut kini dikenal juga sebagai Pahlawan Revolusi.
G30S disebut-sebut sebagai upaya kudeta dari PKI.
Kendati demikian, perdebatan mengenai siapa dalang di balik peristiwa kelam tersebut masih terjadi hingga saat ini.
Mayor Jenderal Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Kostrad (Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) disebut-sebut sebagai salah satu tokoh sentral dalam penumpasan PKI.
Namun, pada akhirnya tak sedikit juga yang bertanya-tanya, ada di mana keberadaan Soeharto saat malam jahanam G30S?
Pertanyaan itu dijawab dalam buku otobiografi Ibu Tien Soeharto berjudul "Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia."
Rupanya, pada 30 September 1965 pukul 21.00 WIB, Soeharto sempat bersama istrinya di Rumah Sakit Gatot Subroto.
Saat itu, Tommy, putra dari Soeharto dan Ibu Tien, harus dirawat di rumah sakit tersebut.
Dikisahkan dalam buku itu, Ibu Tien sempat berkumpul di markas Persit.
Saat itu, pertemuannya adalah mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.
"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat," kenangnya seperti terungkap dalam buku otobiografinya.
Ibu Tien mengatakan, sepanjang menjadi seorang istri prajurit, baru kali itulah dia diberi tahu hal-hal yang sifatnya rahasia.
Setelah mengikuti acara tersebut, dia pun pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim.
Sesampainya di rumah, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi.
Ibu Tien akhirnya membuatkannya.
Namun, ketika dirinya sedang membawa panci berisi sup panas yang hendak ditaruh di ruang makan, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto yang sengaja menyenggol tangan ibunya.
Sup itu akhirnya tumpah dan mengguyur Tommy.
"Air sup tumpah dan mengguyur sekujur tubuhnya. Kulitnya terbakar dan melepuh-lepuh. Saya ingat pelajaran PPPK di Kostrad, kalau luka bakar obatnya leverstraan salf. Kebetulan ada persediaan di rumah. Maka obat itulah yang saya oleskan ke kulitnya," kata Ibu Tien.
Tommy pun dibawa ke RS Gatot Subroto untuk dirawat.
Bersama Ibu Tien, Soeharto sempat menunggui anaknya di rumah sakit.
Namun, sekitar pukul 00.00, Ibu Tien meminta Soeharto agar segera pulang ke rumah.
Pasalnya, Mamiek, putri bungsu Soeharto yang masih berusia satu tahun sedang sendirian di rumah.
"Kira-kira pukul 10 malam saya sempat menyaksikan Kol Latief berjalan di depan zal tempat Tomy dirawat. Kira-kira pukul 12 seperempat tengah malam saya disuruh oleh istri saya cepat pulang ke rumah di Jl H Agus Salim karena ingat Mamik, anak perempuan kami yang bungsu yang baru setahun umurnya. Saya pun meninggalkan Tommy, dan ibunya tetap menungguinya di RS," kenang Soeharto. (TribunJabar.id)
Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1966. (kompas.com)
Keesokan harinya, 1 Oktober 1965
Suasana di Jl H Agus Salim, kediaman Soeharto masih terlihat sepi.
Tiba-tiba seorang pria bernama Hamid mengetuk rumah Soeharto yang kebetulan menjadi Ketua RT.
Hamid adalah seorang juru kamera. Ia mengaku baru saja mengambil gambar tembak-tembakan yang terjadi di sejumlah tempat.
Tak lama kemudian datang Mashuri SH, tetangga Soeharto.
Kepada Soeharto, Mashuri mengaku mendengar suara tembakan.
Soeharto pun mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi.
Di tengah tanda tanya itu, muncul Broto Kusmardjo.
Lelaki itu mengabarkan bahwa telah terjadi penculikan terhadap sejumlah jenderal.
Sekitar pukul 06.00 Letkol Soedjiman datang ke rumah Soeharto.
Lelaki itu mengaku diutus Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah, Panglima Kodam V Jaya.
Kepada Soeharto, Soedjiman memberi tahu bahwa ada konsentrasi pasukan di sekitar Monas.
Mendengar cerita itu, Soeharto bergegas mengenakan pakaian loreng lengkap, bersenjata pistol, pet dan sepatu.
Sebelum berangkat ke markasnya, Soeharto berpesan kepada Soedjiman.
"Segera kembali saja lah dan laporkan kepada Pak Umar saya akan cepat datang ke Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat," katanya.
Tak lama kemudian, Soeharto terlihat berjalan menuju Jeep Toyota, kendaraan dinasnya.
Tanpa seorang pengawal, Soeharto tancap gas menuju Markas Kostrad di Jl Merdeka Timur.
Ketika itu, Soeharto melihat suasana di ibu kota berjalan seperti biasa.
Sepertinya tak ada tanda-tanda telah terjadi sesuatu.
Lalu lalang manusia dan arus kendaraan terlihat seperti biasanya.
Begitu juga becak-becak yang biasa mangkal di ujung kampung.
Radio Republik Indonesia (RRI) juga terlambat menyiarkan tragedi pekat nan menyayat hati seluruh rakyat Indonesia.
Padahal, biasanya RRI sudah mengudara pukul 07.00 pagi.
Herannya, hingga pukul 07.00 pagi RRI tak juga bercuap-cuap.
Begitu juga ketika Soeharto memasuki markasnya, tak ada tanda-tanda bahwa telah terjadi aksi penculikan dan pembunuhan secara keji.
Justru, Soeharto hanya mendapatkan laporan dari petugas piket yang mengatakan bahwa orang terpenting Bung Karno tidak jadi ke Istana, tetapi langsung ke Halim.
Di Istana Presiden juga terlihat melompong.
Soekarno ketika itu sedang tidak ada di tempat.
Padahal, Jumat 30 September Bung Karno sempat tampil di depan peserta Munas Tehnik di Istora Senayan.
Setelah itu Bung Karno tak kembali ke Istana, melainkan memilih tinggal di Wisma Yaso. (Wartakota)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Keberadaan Soeharto Saat Malam Jahanam G30S/PKI, Ternyata Sempat Berada di Rumah Sakit, Sedang Apa?, https://jabar.tribunnews.com/2020/09/26/keberadaan-soeharto-saat-malam-jahanam-g30spki-ternyata-sempat-berada-di-rumah-sakit-sedang-apa?page=all
Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Sosok DN Aidit Pimpinan PKI saat Peristiwa G30S, Nasib Keluarga Memiriskan, Anak Sampai Ketakutan, https://manado.tribunnews.com/2020/09/25/sosok-dn-aidit-pimpinan-pki-saat-peristiwa-g30s-nasib-keluarga-memiriskan-anak-sampai-ketakutan?page=all