Peristiwa G30S/PKI (4): Pasca Eksekusi di Lubang Buaya, DN Aidit Berniat Minta Perlindungan ke China

Peter Kasenda dalam Kematian DN Aidit dan Kejatuhan PKI (2016) menulis, Aidit memimpin badan rahasia dalam PKI dengan nama Biro Chusus (BC) PKI.

Editor: Frans Krowin
Kompas.com
Presiden RI, Soekarno dan ketika berbincang dengan DN Aidit (kanan) 

Berdasarkan rapat dengan para perwira militer, Kepala BC PKI Syam Kamaruzaman menyimpulkan pihak militer siap melancarkan langkah untuk mencegah kudeta terjadi.

Sayangnya, persiapan tak dilakukan dengan matang. PKI mengira pihaknya hanya membantu tentara. Sebaliknya, tentara mengira mereka hanya mengikuti PKI.

Pergi Tanpa Pesan

Kamis, 30 September pukul 21.30, Aidit hendak menidurkan putranya Ilham Aidit. Tiba-tiba, mobil Jeep tiba di depan rumahnya. Istrinya, Soetanti, membentak dua orang berseragam militer warna biru yang ada di depan pintu.

"Ini sudah malam!" kata Soetanti.
"Maaf, tapi ini darurat. Kami harus segera!" jawab mereka.

Aidit yang keluar menemui tamunya tak lama segera kembali ke kamar tidur. Ia memasukkan beberapa pakaian dan buku ke dalam tas. Soetanti ngotot agar Aidit tak usah pergi.

Aidit pun ragu. Namun ia tetap pamit mencium kening Soetanti dan bocahnya yang masih berusia 6,5 tahun. Aidit tak memberi penjelasan akan ke mana dan alasannya.

Mayor (Udara) Soejono mengaku ia lah yang menjemput Aidit. Ia membawa Aidit ke rumah dinas Menteri/Panglima Angatan Udara Laksdya Omar Dhani di Wisma Angkasa, Kebayoran Baru.

Namun karena Omar tak ada di sana, Aidit dibawa ke rumah mertua Omar di Jalan Otto Iskandardinata III, Jakarta Timur.

Mereka gagal menemukan Omar dan mengajak Aidit ke rumah dinas seorang bintara AU di Kompleks Perumahan AU di Halim Perdanakusuma. Rumah itu dijadikan Central Komando (Cenko) II.

Saat penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah jenderal berlangsung, Aidit hanya diam di rumah itu.

Peristiwa G30S/PKI (2): PKI Berdiri Karena Terinspirasi Revolusi Oktober 1917? Ini Kisah Lengkapnya

Jenderal Abdul Haris Nasution dan Mayor Jenderal Soeharto berdoa di depan peti
jenazah almarhum Jenderal Sutojo Siswomihardjo dan enam rekannya yang gugur dalam Peristiwa 1 Oktober 1965. Pagi 5 Oktober 1965, hari ulang tahun Angkatan Bersenjata yang biasanya gilang-gemilang, saat itu kelabu, demikian kata-kata pengantar Jenderal Nasution. Tujuh peti jenasah berangkat beriringan dari Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Adegan dalam foto ini muncul dalam film Pengkhianatan G 30 S/PKI dalam bentuk dokumentasi aslinya. (Foto: koleksi pribadi Nani Nurrachman Sutojo, dimuat dalam buku Kenangan tak Terucap, Saya, Ayah dan Tragedi 1965 terbitan Penerbit Buku Kompas, 2013).

Hingga pagi menjelang dan terendus bahwa operasi tak berjalan sesuai rencana dengan tewasnya sejumlah jenderal, Aidit pun dibawa ke Pangkalan Udara Halim sesuai perintah Omar Dhani untuk diterbangkan ke Yogyakarta.

Sebelum berangkat ke Yogyakarta, Aidit menyerahkan mandat kepemimpinan PKI kepada Wakil Ketua III Sudirman.

Di Yogyakarta, Aidit hendak menemui Ketua Committee Daerah Besar (CDB) PKI Yogyakarta dan menjelaskan kudeta yang hendak terjadi.

Dari Yogyakarta, Aidit bertolak ke Semarang keesokan harinya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved