Opini Pos Kupang

Bisakah ASN Netral dalam Pilkada?

Menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) Serentak pada Desember mendatang, ASN wajib bersikap netral

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Bisakah ASN Netral dalam Pilkada?
Dok
Logo Pos Kupang

Oleh : Isidorus Lilijawa, S.Fil, MM, Politisi Gerindra

POS-KUPANG.COM - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ( MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo dalam satu kesempatan beberapa hari lalu menegaskan, menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) Serentak pada Desember mendatang, ASN wajib bersikap netral.

Tjahjo mengultimatum bahwa ASN dilarang keras ikut berpolitik, apalagi memberikan dukungan kepada calon kepala daerah.Sanksi tegas menanti bila ada ASN yang melanggar dan terbukti mendukung pasangan calon. Sanksi tersebut mulai penurunan jabatan sampai pemecatan.

Setelah membaca informasi dari salah satu link berita ini, saya mencoba mendapatkan feedback (umpan balik) dari publik perihal netralitas ASN. Saya menulis status di facebook demikian. Bisakah ASN netral dalam Pilkada? Banyak komentar berdatangan. Setelah membaca satu per satu, saya simpulkan ada 4 poin penting dari berbagai komentar itu.

Mengatasi Krisis Air Kota Kupang

Pertama, ada yang mengatakan bahwa ASN tidak mungkin netral. Alasannya ASN mempunyai hak pilih. Jika punya hak pilih maka ada keberpihakan pada calon tertentu. Ini menggugurkan netralitas itu. Kedua, ASN bisa netral. Argumentasinya, ASN punya hak pilih tetapi ia menyimpan perkara pilihan itu di dalam hatinya.

Tidak perlu digembar-gemborkan. Tidak perlu sibuk sebagai tim sukses, tim bayangan maupun tim siluman. Tetap laksanakan tugas seperti biasa dan tunggu hari H ke TPS dan tentukan pilihan. Ketiga, netralitas ASN itu harus seperti TNI dan Polri. Tidak mempunyai hak pilih. Itu baru betul.

Kalau memiliki hak pilih, ini namanya netralitas setengah hati. Keempat, netralitas ASN itu sebenarnya ruang untuk `bermain cantik' dalam lapangan politik Pilkada. Prinsipnya, pandai-pandailah bermain api politik. Kalau untung dapat promosi dan jabatan, jika buntung mutasi dan demosi menanti. Lalu, apa sebenanrya esensi netralitas? Netralitas dalam hal apa? Mengapa harus netral? Apakah bisa netral?

Hak Politik

Politik itu mulia dan eksistensial. Tujuan politik adalah mengupayakan kesejahteraan umum dan kebaikan bersama. Tujuan ini bersifat eksistensial karena sesuai dengan tujuan keberadaan manusia. Karena itu, politik adalah ruang dan tempat keselamatan bagi umat manusia.

Donor Darah Sejak 1999 Laasar Berharap PMI Tingkatkan Publikasi

Politik adalah hak setiap orang termasuk PNS. Menegaskan ini, Aristoteles berpostulat: "Kehidupan politik tidak dapat dipisahkan dari umat manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk politik; sudah menjadi pembawaannya hidup dalam suatu polis. Hanya dalam polis manusia dapat mencapai nilai moral yang paling tinggi. Di luar polis, manusia menjadi subhuman (binatang buas) atau superhuman (tuhan)."

Tujuan politik adalah menciptakan pembebasan dan keselamatan. Pembebasan ini terlaksana di dalam sejarah dan tak terpisahkan dari sejarah manusia. Pelibatan diri dalam politik merupakan usaha menampakkan pembebasan itu ke permukaan.

Semua manusia dipanggil kepada kehidupan politik, karena kehidupan politik inilah yang menentukan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai pribadi keluarga umat manusia. Dalam konteks ini, politik adalah lokus keselamatan, tempat dan ruang di mana kebaikan bersama diperjuangkan dan diupayakan.

Seperti manusia lainnya, ASN mempunyai hak politik, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, juga hak untuk berpartisipasi dalam suatu proses politik, sebagaimana termaktub dalam deklarasi Hak Asasi Manusia.

Oleh tuntutan tugas, tanggung jawab kemasyarakatan, terlebih karena panggilan kemanusiaan, ASN mesti terlibat dalam politik. Sebagai homo politikhon -homo socius, adalah mustahil bila ia membebaskan dan 'cuci tangan' terhadap kondisi riil yang terjadi di sekitarnya.

Dengan pendasaran seperti di atas, sangat naif bila imbauan agar para ASN bersikap netral dimengerti sebagai tidak boleh terlibat dalam politik atau tidak boleh mendukung seseorang yang terlibat dalam Pilkada sebagai calon bupati atau wakil bupati misalnya. Menjaga netralitas bukan berarti tidak berpolitik.

Hemat saya, sah-sah saja bila ASN mendukung figur tertentu sebagai aplikasi hak politiknya atau mencalonkan diri sebagai calon bupati atau wakil bupati, asalkan memperhatikan etika birokrasi pemerintahan dan etika politik itu sendiri.

Diluruskan

Sorotan terhadap para ASN agar menjaga netralitas hemat saya perlu diluruskan dan dipertanyakan. Menjaga netralitas apa? Apa artinya netral? Apakah netral itu artinya diam dan tidak memihak figur/kelompok tertentu?

Jika imbauan untuk netral itu berkaitan dengan suatu proses politik, maka tidak dibenarkan karena dalam politik tidak ada yang netral. Politik menawarkan pilihan-pilihan.

Penghayatan hak politik ASN akan mempertemukan mereka dengan sejumlah pilihan dan prioritas. Menentukan pilihan berarti berani mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain. Ini berarti pula menjadikan pilihan yang satu sebagai prioritas perjuangan dan menomorduakan yang lain.

Keberanian menentukan pilihan adalah keberanian dalam berpihak. Dengannya menjadi jelas bahwa keberadaan dan kemenjadian ASN juga adalah keberadaan dan kemenjadian yang berpihak.

Tugas dan fungsi seorang ASN adalah manjalankan amanat tugas dan fungsi pemerintahan yakni pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development).

Tugas dan fungsi di atas tidak serta merta menghilangkan keberpihakan politik. Walau berada di bawah kendali dan pimpinan seorang bupati dan wakil bupati, pilihan politik seorang ASN tidak harus sejalan dengan pilihan politik pemimpin instansi dan kepala daerah.

Menjaga netralitas dengan demikian tidak berarti tidak boleh berpihak, atau berpihak hanya kepada kepala daerah yang sedang berkuasa. Berbeda dalam pilihan politis itu wajar sehingga tidak perlu dipangkas dengan pisau cukur birokrasi.

Imbauan agar ASN menjaga netralitas selalu dikaitkan dengan separasi dua wilayah yakni wilayah birokrasi yang berkaitan dengan tupoksi dan wilayah pilkada yang berhubungan dengan politik praktis. Para ASN diminta untuk tidak terjun dalam medan politik praktis tetapi fokus pada pelaksanaan tupoksi.

Hal ini jika dicerna lebih jauh memang menimbulkan kontradiksi. Pertama, term politik praktis itu sendiri sebenarnya nirmakna. Kedua, pelaksanaan tupoksi seorang ASN tidak terlepas dari sebuah proses politik dan kebijakan politik. Karena itu, separasi dua wilayah di atas hanya menunjukkan kekerdilan cara berpikir semata.

Seorang ASN sebenarnya bergerak dalam satu ruang dengan berbagai aroma: politik, ekonomi, sosial, birokrasi, dan sebagainya. Mengkombinasikan aroma-aroma itu akan menjadikan ruang yang sama itu semerbak. Maka, dalam kaitan dengan implementasi hak politik ASN, berlakulah hukum ini: tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular. ASN tidak boleh menjadi korban perangkap netralitas.

Etika Pemerintahan

Dalam etika pemerintahan berlaku asumsi bahwa melalui penghayatan etis yang baik, seseorang aparatur akan dapat membangun komitmen untuk menjadikan dirinya sebagai teladan dalam hal kebaikan dan moralitas pemerintahan.

Citra aparatur pemerintahan sangat ditentukan oleh sejauh mana penghayatan etis mereka tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Etika pemerintahan pada dasarnya berkaitan dengan upaya menjadikan moralitas sebagai landasan bertindak dalam sebuah kehidupan kolektif yang profesional.

Imbauan kepada para ASN untuk menjaga netralitas hemat sayalebih pada seruan moral kepada ASN selaku abdi negara dan abdi masyarakat. 'Menjaga netralitas' boleh jadi seruan untuk mengingatkan ASN agar sadar dan paham etika dan mendasarkan pengabdiannya pada moralitas yang terpuji.

Dalam konteks Pilkada, sadar dan paham etika itu seperti: tidak mengabaikan tupoksi hanya karena hasrat politik pada figur tertentu; tidak menggunakan kuasa sebagai ASN untuk mendukung figur tertentu; tidak mengikuti kampanye pada jam dinas; tidak membawa lembaga untuk mempengaruhi massa; tidak sebagai jurkam, pengerah massa; tidak menggunakan jam kantor untuk urusan partai tertentu atau urusan tim sukses.

Netralitas ASN pada akhirnya penting agar membebaskan para ASN dari penyalahgunaan kuasa (power abuse) dan dari jebakan konflik kepentingan (conflict of interest). (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved