Opini Pos Kupang
Tragedi Besipae
Besipae, nama tempat itu nun jauh di pedalaman Pulau Timor. Tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( Kabupaten TTS)
Oleh : Melky Koli Baran Direktur WALHI NTT Periode 2001-2003
POS-KUPANG.COM - Besipae, nama tempat itu nun jauh di pedalaman Pulau Timor. Tepatnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( Kabupaten TTS). Kini, keterpencilan Besipae nun jauh di sana sontak melesat memenuhi ruang-rung publik dan dinding-dinding media sosial. Sekurangnya perhatian publik NTT di tahun ini dan terlebih seputar HUT ke-75 Kemerdekaan RI tersedot ke Besipae.
Sekitar bulan Mei 2020. Sebuah video beredar di media sosial. Video itu menarasikan perlawanan heroik masyarakat Besipae, khusus para perempuan. Mereka beraksi mempertahankan tanah tempat tinggal mereka sebagai warga negara yang sah di Republik ini.
• BPS Sumba Timur Gelar SP Door to Door
Video berdurasi pendek itu memperlihatkan perlawanan para perempuan terhadap aparat pemerintah Provinsi NTT yang datang ke sana. Bapak Gubernur NTT Viktor Laiskodat juga nampak dalam video itu sedang berusaha memberi penjelasan kepada warga yang emosi. Aparat pemerintah terlihat berusaha melewati pagar yang memisahkan mereka dengan para pejuang perempuan itu.
Yang menarik simpati luas adalah kesungguhan para perempuan Besipae mempertahankan tempat tinggal mereka. Para perempuan ini menghadang kehadiran aparat pemerintah di kampung mereka tanpa senjata. Diri mereka seutuhnya yang mereka pertaruhkan untuk tanah tempat tinggal mereka. Diri dan tubuh merekalah yang diandalkan sebagai senjata menghadapi kekuatan aparat pemerintah.
• Keluarga Nope Klarifikasi Penyerahan Aset Hutan Adat Pubabu Besipae Kepada Pemerintah
Cara orang kecil menghadapi kekuatan dan kekuasaan. Para perempuan itu nekat membuka baju dan bertelanjang dada menyambut kehadiran aparat pemerintah provinsi yang akan mengeksekusi tanah tempat tinggal mereka.
Pro dan Kontra
Paskah peristiwa berbagai tanggapan pro dan kontra berhamburan. Tentu ada pihak yang menyayangkan cara perjuangan para perempuan Besipae saat itu. Mereka dinilai sedang berlaku tidak patut di depan publik. Intinya, pendapat kontra ini sedang mempersalahkan cara perjuangan para perempuan ini dan lupa pada substansi perjuangan itu sendiri.
Ada juga minoritas orang yang sangat memahami cara perjuangan para perempuan Besipae. Itu model perlawanan kaum kecil terhadap kaum yang berkuasa dan punya kekuatan berlipatganda. Cara membentur tembok kekuasaan.
Untuk bicara dan berargumentasi, tentu para perempuan ini mampu. Mereka tentu mampu menjelaskan secara logis mengapa mereka ada di tempat itu. Mereka juga bisa berargumentasi dan menawarkan solusi atas diri mereka.
Namun yang tidak mungkin adalah suara mereka akan tenggelam dalam rimba raya kekuasaan. Karena itu, cara bertelanjang dada menjadi pilihan agar suara mereka didengar. Agar kehadiran mereka dilihat.
Dengan bertelanjang dada, mereka berharap pemerintah melihat bahwa mereka sungguh manusia. Mereka sungguh perempuan yang dari rahimnya lahirlah anak-anak yang mendiami tanah Besipae. Anak-anak ini punya mimpi masa depan yang mesti dirajut mulai dari tanah tumpah darah mereka, tanah Besipae.
Dengan bertelanjang dada, suara dan kehadiran para perempuan yang mewakili komunitas mereka mampu menembus sekat sosial dunia. Dunia akan membuka mata dan tahu bahwa di pedalaman Timor Tengah Selatan masih ada suara yang sulit didengar sehingga memaksa mereka melakukan perlawanan simbolis dengan diri mereka seutuhnya.
Dari video berdurasi pendek itu, teriakan-teriakan para perempuan itu nyaring terdengar. Teriakan-teriakan yang mengharapkan ada telinga yang mendengar dan ada hati yang berempati dengan nasib mereka. Nasib sebagai kelompok manusia di ambang penggusuran. Nasib sebagai kelompok manusia yang akan segera terlempar keluar dari komunitas yang bertahun-tahun menyatu dalam denyut nadi kehidupan mereka.
Tragedi 18 Agustus 2020