Bupati Kornelis Minta Stop Kawin Tangkap, Langgar HAM dan Hak Perempuan
Bupati Sumba Barat Daya ( SBD), dr. Kornelius Kodi Mete meminta masyarakat Sumba Barat Daya untuk menghentikan kawin tangkap
Dalam perjalanan, ia mengirimkan SMS kepada keluarga dan pacarnya saat itu untuk mengatakan bahwa ia dibawa lari.
"Sampai di rumah pelaku, sudah banyak orang, sudah pukul gong, pokoknya menjalankan ritual yang sering terjadi ketika orang Sumba bawa lari perempuan," jelas Citra.
Dirinya terus melakukan perlawanan dan berusaha untuk mengelak dari ritual-ritual yang dianggap dapat membantu menenangkan perempuan yang ditangkap, seperti penyiraman air pada dahi.
"Terus saya tetap dibawa masuk ke rumah. Di situ saya protes, saya menangis, saya banting diri, kunci (motor) yang saya pegang saya tikam di perut saya sampai memar. Saya hantam kepala saya di tiang-tiang besar rumah, maksudnya supaya mereka kasihan dan mereka tahu saya tidak mau," kata Citra.
Ia menambahkan, pihak pelaku mengatakan bahwa mereka melakukan hal tersebut karena sayang kepadanya. Hal itu dibantah oleh Citra yang menganggap perlakuan itu salah. Segala upaya dan rayuan dilakukan demi mendapatkan persetujuan Citra dan keluarganya.
"Saya menangis sampai tenggorokan saya kering. Mereka berusaha memberi air, tapi saya tidak mau," tutur wanita yang kini berusia 31 tahun itu.
"Kalau orang Sumba, karena saya biasa dengar, kalau orang dibawa lari begitu, karena masih banyak yang percaya istilah magic -jadi kalau kita minum air, atau makan nasi pada saat itu, kita bisa, walaupun kita mau nangis setengah mati bilang tidak mau -saat kita kena magic kita bisa bilang iya."
Selama beberapa hari, Citra masih menolak untuk makan dan minum. "Karena terus menangis sepanjang malam, tidak tidur, saya rasa benar-benar sudah mau mati," katanya.
Adik Citra kemudian datang membawakan makan dan minum sambil proses negosiasi berdasarkan adat berjalan. Akhirnya pada hari keenam, keluarga Citra, didampingi pihak pemerintah desa dan LSM, berhasil membawa dia pulang.
Rendahkan Martabat Perempuan
Menurut data yang dikumpulkan Aprissa Taranau, ketua Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (PERUATI) Sumba, setidaknya ada tujuh kasus kawin tangkap sepanjang 2016 hingga Juni 2020, termasuk kejadian yang menimpa Citra.
Beberapa perempuan berhasil melepaskan diri, sementara tiga di antara mereka melanjutkan perkawinan. Dua kasus yang paling terkini terjadi pada 16 dan 23 Juni lalu, di Sumba Tengah. Salah satu perempuan akhirnya menikah.
Kasus-kasus tersebut, kata Aprissa, lebih banyak terjadi di Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Pegiat perempuan itu mendorong penghentian praktik yang ia sebut merendahkan martabat perempuan.
"Kawin tangkap ini hanya menghasilkan kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan, secara fisik, seksual, psikis, belum lagi stigma kalau ia keluar dari perkawinan yang dia tidak inginkan.
Anggota DPRD NTT daerah pemilihan Sumba, Kristien Samiyati Pati yang ditemui Pos Kupang di Kupang, Jumat (10/7) mengatakan, kasus kawin lari atau kawin tangkap yang viral di medsos itu mencederai budaya Sumba.