John Batafor Ajak Kaum Muda Lembata Lestarikan Budaya Gemohing yang Kian Luntur

Relawan Komunitas Taman Daun Lembata telah berhasil membedah rumah seorang janda di Kampung Kalikasa, Desa Katakeja

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo
Relawan Taman Daun pose bersama Nenek Peni di depan rumahnya yang baru dibedah di Kalikasa, Kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata, Jumat (3/7/2020). Rumah Nenek Peni dibedah oleh Relawan Taman Daun sejak Senin (29/6/2020). 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Relawan Komunitas Taman Daun Lembata telah berhasil membedah rumah seorang janda di Kampung Kalikasa, Desa Katakeja, Kecamatan Atadei beberapa waktu lalu. Gubuk reyot dan kumuh milik Nenek Peni itu kini telah berubah wajah menjadi sebuah rumah yang sudah layak huni.

Bagi Koordinator Relawan Taman Daun, John Batafor, aksi bedah rumah ini lebih dari sekadar aksi sosial yang dilakukan sekelompok orang muda. Menurut dia, keberhasilan Relawan Taman Daun 'menyulap' rumah yang tidak layak huni menjadi rumah layak huni menunjukkan kalau orang muda perlu melestarikan lagi nilai-nilai budaya gemohing (gotong-royong) yang seyogyanya melekat dalam laku hidup masyarakat Lamaholot.

Gakkumdu Tidak Menemukan Unsur Pidana dalam Laporan Pemalsuan Dokumen

"Tidak sulit sebenarnya jika kita kembali menyadari arti pentingnya warisan leluhur yakni budaya gemohing (gotong royong). Gemohing harus kembali dilihat sebagai aset atau kekayaan kolektif yang bernilai tinggi karena dapat menjadi alat yang sangat efektif bagi kita dengan sumber-sumber daya yang sudah ada," kata John menjelaskan saat ditemui di sela-sela pembuatan film dokumenter 'Bedah Rumah Nenek Peni' di Rumah Taman Daun, Lewoleba, Kamis (9/7/2020).

Keluarga Histeris Saksikan Keberangkatan Tiga Tersangka Kasus Dugaan Korupsi DD Wawowae

Putra Lamalera ini menambahkan salah satu faktor utama yang membuat pola hidup masyarakat Lembata semakin jauh dari rasa kekeluargaan dan budaya gotong royong yang kian luntur adalah karena masyarakat masih memposisikan diri sebagai objek dan juga menganggap persoalan di masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah semata.

"Saya mengajak kaum muda untuk kembali mengangkat warisan gemohing dengan memposisikan diri kita sebagai subjek lalu bersama-sama memberantas kemiskinan di Lembata. Orang miskin tidak sekadar bisa dimaknai sebagai kekurangan harta kekayaan, tidak memiliki lapangan pekerjaan, melainkan oleh karena yang bersangkutan juga miskin aksi bahkan juga miskin hati," tegas John Batafor.

Lebih jauh, John menuturkan realitas kemiskinan masih tampak jelas di Kabupaten Lembata. Apalagi Lembata sendiri telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Perpres nomor 63 tahun 2020 sebagai daerah tertinggal meskipun sudah 20 tahun berdiri sebagai wilayah yang otonom.

"Kita sebagai generasi muda tentunya harus melanjutkan perjuangan para tokoh pejuang Lembata yang telah bersusah payah sampai Lembata bisa berdiri sebagai sebuah kabupaten hingga detik ini," ujarnya.

Tidak sulit menurutnya untuk membawa Lembata keluar dari persoalan kemiskinan ini. Alasannya, para pejuang otonomi dulu sanggup berjalan kaki berhari-hari dari desa dan bertemu di Hadakewa demi Statement 7 Maret 1954 kala itu. Dengan segala keterbatasan saat itu, para fundator sanggup menjadikan Lembata sebagai sebuah kabupaten hingga terkenal di mata dunia saat ini.

"Lalu kita yang saat ini telah dipermudah dengan kemajuan teknologi dan segala macamnya, masihkah hanya mampu mengeluh dan berteriak di tempat melihat segala bentuk penderitaan termasuk persoalan kemiskinan," imbuhnya retoris.

Komunitas Taman Daun sudah dan sedang berusaha membawa Lembata keluar dari daerah tertinggal dengan cara mereka sendiri. Salah satunya dengan membangun rumah layak huni bagi warga.

Pasalnya, di Lembata sendiri masih banyak rumah yang belum layak termasuk tidak memiliki toilet atau fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang memadai.

"Selain infrastruktur jalan yang parah pun masih sangat banyak tempat tinggal masyarakat yang sungguh menyedihkan," sebutnya.

Manusia memang terdiri atas dua aspek, yaitu aspek jasmani dan aspek rohani. Memahamai aspek jasmani salah satunya adalah dengan memiliki rumah yang layak huni. Menurutnya, ketika seorang telah memiliki kondisi rumah yang sehat dan segar maka akan berpengaruh pada aspek non-fisik lainnya. Aspek yang dia maksudkan itu terdiri atas mental dan jiwa.

"Ketika lingkungan tempat tinggalnya dalam hal ini rumah yang bersih dan layak maka yang bersangkutan akan sehat untuk berpikir dan bertindak lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidup," lanjutnya.

"Juga menjadi penting bahwa membantu mendirikan tempat tinggal berarti membantu mengeluarkan mereka dari satu persoalan hidup yang selama ini membuat mereka tertimbun di dalam penderitaan itu. Karena rumah merupakan benteng berlindung dan berpikir untuk kehidupan," pungkasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved