Opini Pos Kupang
Hoegeng dan Seladi Bisa Mengapa yang Lain Tidak
Menjelang hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia, masyarakat tersentak oleh berita yang agak mencoreng citra kepolisian
Tak perlu dikeluarkan uang untuk rumah baru, karena sebagai menteri dia bertugas mencari uang bukan menghamburkan (Kompas, 15 Juli 2004).
Hoegeng juga Kapolri yang lain dari pada yang lain. Dia tidak pernah menyuruh
ajudan untuk membawa tasnya. Dia selalu teteng sendiri. Bahkan pernah tiba -tiba dia berada di lapangan, mengatur lalu lintas. Tatkala Didit putranya melamar menjadi taruna TNI AL, Hoegeng tidak memberikan surat izin, sebab khawatir suratnya memuluskan putranya menjadi taruna. Demikian kisah wartawan Kompas Suhartono dalam bukunya Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan.
Tindakan -tindakan Hoegeng dianggap gila saat ini. Mana ada pejabat yang mau tenteng tas sendiri. Kurang berwibawa katanya, apalagi kalau sedang berkuasa pasti keluarga dan kelompok mendapat manfaat dan berbagai fasilitas yang menguntungkan.
Namun rupanya sudah sejak lama, pejabat yang jujur tidak disukai. Hoegeng justru kehilangan jabatan Kapolri karena kejujurannya. Lagi -lagi Chris Sinner mengungkapkan tentang sebab pemberhentiannya.
Ketika menjabat Kapolri, Hoegeng berencana menangkap seorang penyelundup kakap. Namun, saat diketahui bahwa sang penyelundup dapat beking dari Cendana, dengan polosnya Hoegeng ingin menyampaikan rencana penangkapan kepadan Presiden Soeharto.
Betapa kagetnya Hoegeng ketika sampai di Cendana, orang yang ingin ditangkap sedang berbincang -bincang dengan Soeharto. Inilan akhir karir Hoegeng. Dia diberhentikan dengan alasan regenerasi. Namun, lucunya yang menggantikan dia justru lebih tua, yaitu Moh. Hasan (Kompas 15 Juli 2004). Sungguh tragis karena kepolosan dan kejujuran berakhir tidak manis.
Ternyata bukan saja Kapolri Hoengeng yang jujur. Ada juga polisi berpangkat rendah yang jujur dan tulus mengabdi. Dia adalah Bripka Seladi dari Polres Malang. Saat masih aktif, dia bertugas dibidang urusan Surat Izin Mengemudi (SIM). Ia menolak semua bentuk suap dan sogok. Guna menambah penghasilannya, dia bekerja sebagai pemulung sampah selepas jam dinas. Setelah pensiun dia terus menekuni profesi sebagai pemulung.
Kisah Hoegeng dan Bribka Seladi, diangkat bukan sekadar untuk menimbulkan kebanggaan,tetapi ada tujuan mengajak (persuasi) dan mendorong (motivasi) guna meneladani sesuatu yang baik. Diharapkan sepak terjang keduanya terus menginspirasi, menyadarkan dan mengingatkan kita agar mau berjuang mengikuti jejak langkah mereka.
Sesungguhnya, modal untuk berubah ada pada setiap kita yaitu "kemauan/will". Kata orang dimana ada kemauan disitu ada jalan. Tentu tidak ada jalan pintas untuk mencapai hasil. Begitu juga sulit diharapkan dalam waktu singkat, kita bisa seperti kedua pendekar kejujuran itu, apalagi di jaman maraknya KKN dan suap saat ini. Namun ada hal yang bisa mendorong yaitu kalau manusia biasa Hoegeng dan Seladi bisa, mengapa kita tidak.
Karena itu mari kita lihat pelajaran apa yang bisa dipetik dari kisah Hoegeng dan Bripka Seladi. Pertama, Hoegeng dan Bripka Seladi adalah contoh abdi negara dan abdi masyarakat yang taat peraturan perundang -undangan dan etika profesi. Dibenak mereka tak ada satu pun peraturan perundang -undangan yang membolehkan seseorang bertindak curang, merugikan Negara dan Masyarakat. Mereka berdua sungguh disiplin dalam bertugas.
Kedua, mereka adalah pribadi yang bertanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, keluarga, dan kelompok. Suara hati dan keyakinanya sangat menjiwai ucapan dan tindakannya, karena itu mereka tidak menyukai kepalsuan, kebohongan, dan ketidak adilan. Mereka menerima diri apa adanya.
Ketiga, kekuasaan yang diberikan kepada mereka, tidak disalahgunakan untuk memakmurkan diri, keluarga dan kelompok, tetapi diabdikan untuk mengupayakan kebaikan bersama (bonum commune).
Tentu pembaca masih bisa menarik pelajaran lain dari kisah kedua tokoh ini karena ada unsur pendidikan dan motivasi.
Menyambut hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia, 1 Juli 2020, kita ucapkan proficiat dan selamat atas semua capaian yang telah diraih. Masyarakat Indonesia mengapresiasi prestasi Polri yang kian membaik, terutama dibidang pemberantasan terorisme dan narkoba.
Kita bangga dengan Desus 88 yang dalam waktu singkat mampu menangkap para teroris. Begitu juga BNN yang mampu menangkap gembong narkoba dan menggagalkan penyelundupan narkotika. Namun public penasaran dan bertanya -tanya.
Kalau teroris dan gembong narkotika bisa cepat ditangkap, padahal sulit dan berisiko mengapa para koruptor kok lebih sulit ditangkap? Mengapa di era reformasi KKN dan suap semakin mewabah, merambah dari tingkat menteri, anggota legislatif, kepala daerah, hingga kepala desa dan pada guru yang mendidik anak bangsa?