Stok Pangan Menipis Warga Woedoa di Nagekeo NTT Makan Ubi Beracun
Warga Desa Woedoa Kecamatan Nangaroro di Kabupaten Nagekeo mulai menjerit karena stop pangan mulai menipis
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Kanis Jehola
"Saya baru pertama ikut gali Odo di hutan. Karena memang stok pangan menipis bahkan sudah habis. Dua bulan lebih tidak ada kerja. Selama ini sudah tidak biasa. Sayur dan tomat yang ada dikebun hancur semua mau jual dimana," ungkap Leo.
Pria yang berprofesi sebagai tukang bangunan ini mengatakan selama satu bulan terkahir ini, ia tak lagi bekerja sehingga tidak ada pendapatan sama-sekali.
"Saya ada kerja gereja. Tapi sejak pandemi Covid ini tidak lagi kerja. Terpaksa untuk mendapatkan stok makanan harus ikut gali Odo ini," ungkapnya.
Ia menyatakan memang kondisi dan kenyataan yang terjadi banyak masyarakat mencari Odo di hutan untuk dijadikan bahan makanan. Dan ini bukan direkayasa untuk mendapatkan bantuan tapi memang stok makan dimasyarakat sudah menipis dan bahkan ada yang sudah habis
Ia mengatakan menggali Odo memang tradisi sejak dahulu namun selama ini tidak semua warga Waedoa yang mencari Odo tapi orang tertentu saha.
Tapi sejak pandemi Covid-19 ini masyarakat desa mulai berinisiatif untuk mencari bahan makanan yang bisa menggantikan nasi. Satu diantaranya Odo.
Odo menjadi pilihan terkakhir karena diyakini bisa bertahan lama setelah diolah. Jika mau dikonsumsi tinggal masak dan siap disajikan untuk keluarga.
Warga lainnya, Kristina Iwa (40) mengatakan karena pasar tutup dirinya tak lagi menjual gorengan. Biasanya jika hari pasar dirinya menjual gorengan dan bisa menghasilkan uang untuk menopang keluarga dengan jualan barang dapur lainnya.
"Biasanya saya buat gorengan jika ada pasar. Namun tidak lagi sekarang. Saya datang gali Odo untuk kebutuhan keluarga. Kalau kita tidak gali kita mau makan apa, intinya bisa bertahan hidup," ungkapnya.
Warga lainnya Kons Dhae (35) mengaku terpaksa harus mencari Odo di hutan sebagai pengganti beras.
"Ini baru pertama saya ikut. Kalau makan hampir setiap tahun. Memang karena stop pangan menipis. Paling hasil kebun saja seperti jagung," ungkapnya.
Ia menyatakan lebih baik mencari bahan pangan alternatif ketimbang tidak mencari apa-apa. Lebih baik menyiapkan stok pangan demi menjaga stabilitas pangan di rumah tangga.
Warga lainnya, Albertus Podhi (30) menyatakan selama ini masyarakat bergantung pada komidi pertanian dan kebun. Hasil kebun dijual di pasar. Saat ini pasar Nangaroro sudah tutup dan masyarakat tidak lagi jalan-jalan ke Pasar.
"Karena memang dampak Covid-19. Saya baru tahun ini ikut gali Odo. Memang stok pangan menipis. Kita bisa jual hewan, tapi jual di mana, pasar tutup, orang tidak bisa datang beli," ungkapnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)