Polemik Geothermal Wae Sano, Warga Kirim Surat ke Bank Dunia dan Pemerintah New Zealand
Polemik Geothermal Wae Sano, warga kirim surat ke Bank Dunia dan Pemerintah New Zealand
Penulis: Servan Mammilianus | Editor: Kanis Jehola
Polemik Geothermal Wae Sano, warga kirim surat ke Bank Dunia dan Pemerintah New Zealand
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Polemik terkait pengeboran panas bumi atau geothermal di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) belum berakhir. Warga Wae Sano mengirim surat ke Bank Dunia dan Pemerintah New Zealand selaku pemberi dana dalam proyek tersebut.
Demikian yang disampaikan dalam rilis yang diterima POS-KUPANG.COM, Rabu (11/3/2020).
• Siswa SDM Mbatakapidu Jalan Kaki 7 KM, Dinas Pendidikan Sumba Timur Akan Survei
"Kelompok masyarakat adat yang berhubungan langsung dengan titik eksplorasi dan eksploitasi panas bumi yang dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur, mengirim surat kepada Bank Dunia dan New Zeland Aid yang merupakan pemberi dana atas proyek itu," bunyi salah satu bagian dalam rilis itu.
Dijelaskan bahwa surat itu ditujukan kepada beberapa pihak.
Seperti Pimpinan Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia di Jakarta dengan tembusan langsung kepada World Bank Group President, Bapak David R. Malpass, yang berkedudukan di Washington, DC, USA.
• Getrudis: TKI Asal Ngada yang Meninggal di Malaysia Ilegal
Selain itu juga kepada Pimpinan New Zealand Aid di Indonesia dengan tembusan kepada Duta Besar New Zealand untuk Indonesia.
Tembusannya disampaikan kepada pihak Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten.
Dijelaskan juga bahwa dengan bantuan Pater Paul Rahmat SVD dari Vivat Indonesia dan JPIC SVD, surat itu telah diantarkan ke Perwakilan Bank Dunia dan New Zealand Aid di Jakarta dan telah diterima oleh kedua lembaga itu pada tanggal 2 Maret 2020.
Berikut kutipan dari beberapa hal yang disampaikan dalam surat tersebut.
Kami masyarakat adat Wae Sano berkeberatan dengan proyek pengeboran panas bumi di Wae Sano. Titik-titik pengeboran yang ditetapkan oleh PT SMI terletak di tengah-tengah ruang hidup kami warga masyarakat adat Kampung Nunang, Lempe, dan Dasak (hanya berjarak 20 meter - 30 meter dari pusat kampung).
Ruang hidup yang kami maksud adalah kesatuan yang utuh kampung halaman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun mata pencaharian (uma duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru adat), rumah ibadat (gereja) kuburan (lepah boak), hutan dan danau (puar agu sano).
Dengan kata lain, proyek ini mengancam kehidupan sosial, budaya, keagamaan dan mata pencaharian kami.
Sampai sejauh ini kami belum mendapat penjelasan yang utuh tentang proyek itu, termasuk dampak dan risiko yang akan kami tanggung jika proyek itu dijalankan.
Dalam sosialisasi yang dilakukan oleh pihak PT SMI yang difasilitasi oleh Pemerintah, kami hanya mendapat penjelasan bahwa proyek ini akan membawa kebaikan dan tidak memiliki risiko. Kami sangat tidak yakin bahwa proyek geothermal ini tidak memiliki risiko bagi kelangsungan hidup kami.
Kami memberitahukan kepada Pihak Bank Dunia dan New Zealand Aid sebagai pemberi dana untuk proyek ini bahwa kami tidak memberikan persetujuan atas rencana eksploitasi panas bumi tersebut.