Cerpen
Cerpen Theos Seran: Eleonora
Eleonora, izinkanlah aku mengenangmu sebagai doa dalam setiap denyut nadiku dan mengenangmu sebagai cahaya yang paling abadi.
Aku mengeluarkan sapu tangan kotak-kotak pemberian ibuku dan kupakai untuk mengeringkan air mata yang membanjiri pipinya yang merona. Aku mencoba meraih tangannya dan berbisik padanya.
"Maafkan aku Eleonora, hati ini bukan untuk kamu lagi."
"Aku sudah menduga itu Alesandro," katanya sambil mengangguk perlahan.
• Virus Corona Masuk Indonesia, Lakukan Langkah Awal Lindungi Diri dari Virus Covid-19
Kali ini ia sudah lebih kuat dari sebelumnya. Ia berusaha menyembunyikan rasa sedihnya sambil berusaha tersenyum simpul. Lagi-lagi pelangi memancar dari kedua bola matanya sehabis rinai di matanya.
Ia lalu memberi isyarat padaku dan aku menghantarkannya kembali pada rumahnya yang tak jauh dari tempat getas itu.
Ia memasuki halaman rumahnya sambil sesekali menengok aku yang termangu di depan pagar kayu berlabur putih di depan rumah mereka hingga akhirnya ia lesap ditelan tirai kuning langsat itu.
Aku berbalik arah dan meninggalkan tempat itu, dengan perasaan ciut. Aku memang masih mencintainya namun aku yakin bahwa cinta tak selamanya harus memiliki.
Eleonora, izinkanlah aku mengenangmu sebagai doa dalam setiap denyut nadiku dan mengenangmu sebagai cahaya yang paling abadi.
Izinkan aku mengubur mata pelangimu dalam sanubariku dan biarlah senyuman simpulmu tetap terpatri rapi dalam kalbuku hingga keabadian.
(Penulis menetap di Ledalero-Maumere).