Opini Pos Kupang
Kata dan Pemberontakan VBL
Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul Kata dan Pemberontakan VBL
Dari bisnis VBL terjun ke panggung politik. Tahun 2003 dia coba bertarung merebut kursi Gubernur NTT. Langkah pertama ini gagal. Gagal jadi gubernur, VBL menuju Senayan menjadi anggota DPR RI. Dua kali VBL menjadi anggota DPR RI dari dua partai berbeda. Pada periode pertama VBL masuk dari Partai Golkar, sedangkan pada periode kedua VBL melalui pintu Partai Nasdem. Barulah pada Pilkada Gubernur NTT 2018, VBL maju berpasangan dengan Josef A Nae Soi. Duet ini sukses merebut kursi kepemimpinan NTT periode 2018-2023.
Riwayat tualang VBL yang sangat singkat ini sengaja dikemukakan untuk menampilkan konteks dan latar belakang kehidupannya guna memahami dan memaknai setiap pernyataan yang dikeluarkannya yang oleh kebanyakan orang disebut kontroversial.
Pengalamannya sekian lama tahun berkecimpung dalam dunia bisnis tentu menjadi modal kapital juga modal sosial yang sangat besar bagi VBL untuk memahami lika-liku bisnis di negeri ini dengan segala jurus, jalan, peluang dan tantangannya.
Menjadi wakil rakyat di Senayan bagi VBL adalah sekolah politik yang sangat berguna mengasah ketajaman, membuka wawasan dan pemahamannya tentang dunia politik di Tanah Air, tentang pengelolaan dan atau manejemen birokrasi di negeri ini, dan juga memahami bagaimana praktek dan wajah birokrasi serta mental aparatur negara di Tanah Air.
Konteks historis dan pengalaman empirik di Jakarta niscaya memberi warna sangat kuat bagi VBL dalam setiap titian langkahnya sekarang ini. Pernyataan VBL punya konteks, punya akar dalam realitas hidup harian. Dalam satu rumusan tegas, watak dan karakter VBL seperti sekarang ini tak lain merupakan hasil dari social construction of reality (konstruksi sosial atas realitas) yang dlewatinya.
Dengan penjelasan serba ringkas dan singkat kita kemudian bisa mengerti dengan baik pernyataan-pernyataan yang dilontarkan VBL. Ketika VBL berucap, "Membangun NTT tidak bisa dengan cara-cara biasa tetapi mesti dengan cara-cara luar biasa" kita jadi paham kalau VBL resah dan gerah dengan gaya kepemimpinan lama yang tidak bisa membuat NTT melompat mengejar ketertinggalannya.
Ketika VBL mengatakan, "NTT sebenarnya tidak miskin, yang terjadi adalah selama ini salah urus," kita pun jadi paham kalau provinsi kepulauan ini sesungguhnya punya potensi yang luar biasa. Yang selalu jadi soal adalah potensi yang luar biasa ini belum maksimal digali untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
Ketika VBL mengatakan, "Hanya orang cerdas saja yang masuk surga. Tidak ada orang bodoh dan miskin yang masuk surga" sesungguhnya VBL tidak sedang memposisikan diri sebagai seorang ahli tafsir yang membedah ayat kitab suci.
Sebaliknya yang hendak disampaikan VBL bukan sekadar sebuah ajakan moral tetapi justru imperatif moral untuk membekali diri dengan pengetahuan, dan dengan pengetahuan yang mumpuni itu sanggup membaca peluang dan mengkreasi sesuatu yang bernilai ekonomis.
Pernyataan-pernyataan VBL memperlihatkan maknanya sendiri dan dapat memberikan sumbangan VBL yang sangat khas yang cocok dengan watak dan karakter orang NTT. Sadar atau tidak sadar melalui pernyataan-pernyataannya VBL menempatkan diri sebagai seseorang yang merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan NTT.
Tak heran begitu sering muncul ajakan, persuasi dan bahkan gebrakan agar orang NTT tidak gampang terjebak dalam mekanisme kerja yang setengah-setengah.
Melalui pernyataan-pernyataan kerasnya, VBL hendak mengatakan NTT harus dibangun dengan cara `berlari', tidak bisa dengan cara `berjalan'. Itu sebabnya gaya bahasa yang digunakan VBL sangat sering menghardik.
Dengan gaya seperti ini, VBL sangat berkeinginan agar semua orang yang mendengar pernyataan-pernyataannya harus sadar tentang sense of purpose dan sensef of mission dalam setiap pekerjaan yang diperankan.
Satu tahun VBL memimpin NTT perubahan mulai terasa dan terlihat. Aparatur sipil negara semakin tertib, disiplin dan bertanggung jawab. Solidaritas, soliditas dan bahkan koordinasi antarprovinsi dan kabupaten dan antarkabupaten/kota semakin menampak. Para bupati di NTT dan Walikota Kupang semakin kompak duduk bersama urun rembug dan sambung rasa membangun NTT.
Hasilnya? Pariwisata NTT bergeliat. Setiap kabupaten tampil dengan aneka kekuatannya. Hasil kerajinan dari UMKM (usaha mikro kecil menengah) tumbuh bergeliat dan menyita perhatian pebisnis. Nama NTT terus bergaung di kancah nasional bahkan internasional.
Entahkah VBL salah dengan pernyataan-pernyataannya? Ataukah kita yang salah memasang frame membaca pernyataan-pernyataannya dan kemudian gagal menangkap makna dan pesannya? (*)