Opini Pos Kupang
Kata dan Pemberontakan VBL
Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul Kata dan Pemberontakan VBL
Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul Kata dan Pemberontakan VBL
Oleh: Tony Kleden Wartawan, Pemimpin Redaksi kabarntt.com
POS KUPANG.COM - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat-dalam tulisan ini selanjutnya disebut VBL---dikenal karena tekad dan obsesinya yang demikian kuat membangun NTT. VBL sangat berharap agar NTT segera bangkit dan keluar dari aneka belenggu yang menjeratnya dalam kubangan keterpurukan di hampir semua sektor. Taglinenya "NTT Bangkit Menuju Sejahtera" menegaskan tekad itu.
Sejak dilantik 5 September 2018 lalu, berpasangan dengan Josef A Nae Soi, VBL langsung tancap gas. Seperti bertarung di lari sprint, VBL melesat kencang mengejar ketertinggalan NTT. Tekad dan obsesinya membawa NTT `terbang' merenda dan menggapai masa depan terbaca dan terekspresi dari begitu banyak pernyataannya.
• Dirjen PDT Ingatkan Soal Penggunaan Dana Desa, Ini Penegasannya!
Lama terpola dalam gaya kepemimpinan para pemimpin sebelumnya yang tenang, adem dan slow, tampilnya VBL dengan gaya berbeda melahirkan penilaian, sikap dan pandangan masyarakat yang beragam. Masyarakat terbelah antara yang suka dan pro karakter dan pernyataan-pernyataan VBL di satu sisi, dan di sisi lain masyarakat yang gerah, tidak suka dan anti pernyataan-pernyataan VBL yang dinilai terlalu kasar dan keras.
Pada hari dia dilantik di Jakarta, VBL langsung berteriak lantang, "Moratorium pengiriman TKW." Dia menyemprot mereka yang selama ini terlibat dalam aksi human trafficking (perdagangan manusia) agar berhati-hati.
Ketika mengunjungi Timor Tengah Selatan 27 Januari 2019, VBL melontarkan kata-kata keras dan pedas. "Pak Sekda tidak selesaikan masalah KTP maka saya berhentikan. Beberapa kali saya telepon Ketua DPRD TTS, hanya ketua DPRD nya tukang ngantuk. Sayangnya, pemimpin di TTS ini, Ketua DPRD dan Bupati sama nganga dan tololnya," kata VBL.
• Festival Bunga dan Buah di Equador, Mobil Hias NTT Tampilkan Patung Komodo
Lain waktu di Hotel Aston, Kupang, 27 November 2018, VBL mengatakan, "Hanya orang cerdas saja yang masuk surga. Tidak ada orang bodoh dan miskin yang masuk surga."
Untuk para aparatur sipil negara (ASN), VBL juga mengingatkan untuk tidak main-main dengan tugas dan tanggung jawabnya. "Menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan pekerjaan yang bermartabat, karena tugasnya melayani banyak orang. Menjadi ASN berpeluang masuk surga, karena yang kita layani adalah orang-orang susah," kata VBL dalam pidatonya di Aula Kantor Bupati Nagekeo, 1 Mei 2019.
Pesan garang untuk para ASN kembali dilontarkannya ketika memimpin apel bendera di halaman Kantor Gubernur NTT, 2 September 2019. "Jadilah ASN yang berkarakter melayani, bukan bos," tandasnya.
Membaca Konteks
Ketika membaca dan mendengar pernyataan-pernyataan VBL, kita dengan cepat menemukan bahwa pernyataan-pernyataan VBL kuat bernuansa imperatif atau perintah.
Pernyataan-pernyataan bernada imperatif ini bisa dipahami dengan baik kalau kita mengerti konteks dan pengalaman hidup VBL. Semua kita perlu atau sudah tahu seperti apa riwayat tualang dan latar belakang kehidupan VBL. Dikandung dan dilahirkan dari rahim seorang ibu sederhana di Pulau Semau, Kabupaten Kupang, kehidupan masa kecil VBL penuh dengan tantangan. Orangtuanya bukan orang berpunya yang bisa menjamin kehidupan anak-anaknya dengan baik dan layak.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMA di Kota Kupang, VBL hijrah ke Jakarta dengan modal nekad. Di Jakarta VBL benar-benar jadi anak jalanan. Dia ingin mengubah hidupnya. Beragam lakon keras diperaninya. Peran-peran itu kemudian membesarkan, membentuk watak dan karakternya menjadi seorang petarung ulung. VBL sejatinya seorang petarung ulung.
Petarung yang tidak bakal menyerah pada kesulitan dan tantangan hidup. Petarung yang tidak gampang jatuh dalam sikap pasrah dan menerima nasib seakan sudah given (terberi). Hasil dari sikap dan karakter seperti itu kemudian menghantar VBL menjadi seorang pebisnis sukses di ibukota.
Dari bisnis VBL terjun ke panggung politik. Tahun 2003 dia coba bertarung merebut kursi Gubernur NTT. Langkah pertama ini gagal. Gagal jadi gubernur, VBL menuju Senayan menjadi anggota DPR RI. Dua kali VBL menjadi anggota DPR RI dari dua partai berbeda. Pada periode pertama VBL masuk dari Partai Golkar, sedangkan pada periode kedua VBL melalui pintu Partai Nasdem. Barulah pada Pilkada Gubernur NTT 2018, VBL maju berpasangan dengan Josef A Nae Soi. Duet ini sukses merebut kursi kepemimpinan NTT periode 2018-2023.
Riwayat tualang VBL yang sangat singkat ini sengaja dikemukakan untuk menampilkan konteks dan latar belakang kehidupannya guna memahami dan memaknai setiap pernyataan yang dikeluarkannya yang oleh kebanyakan orang disebut kontroversial.
Pengalamannya sekian lama tahun berkecimpung dalam dunia bisnis tentu menjadi modal kapital juga modal sosial yang sangat besar bagi VBL untuk memahami lika-liku bisnis di negeri ini dengan segala jurus, jalan, peluang dan tantangannya.
Menjadi wakil rakyat di Senayan bagi VBL adalah sekolah politik yang sangat berguna mengasah ketajaman, membuka wawasan dan pemahamannya tentang dunia politik di Tanah Air, tentang pengelolaan dan atau manejemen birokrasi di negeri ini, dan juga memahami bagaimana praktek dan wajah birokrasi serta mental aparatur negara di Tanah Air.
Konteks historis dan pengalaman empirik di Jakarta niscaya memberi warna sangat kuat bagi VBL dalam setiap titian langkahnya sekarang ini. Pernyataan VBL punya konteks, punya akar dalam realitas hidup harian. Dalam satu rumusan tegas, watak dan karakter VBL seperti sekarang ini tak lain merupakan hasil dari social construction of reality (konstruksi sosial atas realitas) yang dlewatinya.
Dengan penjelasan serba ringkas dan singkat kita kemudian bisa mengerti dengan baik pernyataan-pernyataan yang dilontarkan VBL. Ketika VBL berucap, "Membangun NTT tidak bisa dengan cara-cara biasa tetapi mesti dengan cara-cara luar biasa" kita jadi paham kalau VBL resah dan gerah dengan gaya kepemimpinan lama yang tidak bisa membuat NTT melompat mengejar ketertinggalannya.
Ketika VBL mengatakan, "NTT sebenarnya tidak miskin, yang terjadi adalah selama ini salah urus," kita pun jadi paham kalau provinsi kepulauan ini sesungguhnya punya potensi yang luar biasa. Yang selalu jadi soal adalah potensi yang luar biasa ini belum maksimal digali untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
Ketika VBL mengatakan, "Hanya orang cerdas saja yang masuk surga. Tidak ada orang bodoh dan miskin yang masuk surga" sesungguhnya VBL tidak sedang memposisikan diri sebagai seorang ahli tafsir yang membedah ayat kitab suci.
Sebaliknya yang hendak disampaikan VBL bukan sekadar sebuah ajakan moral tetapi justru imperatif moral untuk membekali diri dengan pengetahuan, dan dengan pengetahuan yang mumpuni itu sanggup membaca peluang dan mengkreasi sesuatu yang bernilai ekonomis.
Pernyataan-pernyataan VBL memperlihatkan maknanya sendiri dan dapat memberikan sumbangan VBL yang sangat khas yang cocok dengan watak dan karakter orang NTT. Sadar atau tidak sadar melalui pernyataan-pernyataannya VBL menempatkan diri sebagai seseorang yang merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan NTT.
Tak heran begitu sering muncul ajakan, persuasi dan bahkan gebrakan agar orang NTT tidak gampang terjebak dalam mekanisme kerja yang setengah-setengah.
Melalui pernyataan-pernyataan kerasnya, VBL hendak mengatakan NTT harus dibangun dengan cara `berlari', tidak bisa dengan cara `berjalan'. Itu sebabnya gaya bahasa yang digunakan VBL sangat sering menghardik.
Dengan gaya seperti ini, VBL sangat berkeinginan agar semua orang yang mendengar pernyataan-pernyataannya harus sadar tentang sense of purpose dan sensef of mission dalam setiap pekerjaan yang diperankan.
Satu tahun VBL memimpin NTT perubahan mulai terasa dan terlihat. Aparatur sipil negara semakin tertib, disiplin dan bertanggung jawab. Solidaritas, soliditas dan bahkan koordinasi antarprovinsi dan kabupaten dan antarkabupaten/kota semakin menampak. Para bupati di NTT dan Walikota Kupang semakin kompak duduk bersama urun rembug dan sambung rasa membangun NTT.
Hasilnya? Pariwisata NTT bergeliat. Setiap kabupaten tampil dengan aneka kekuatannya. Hasil kerajinan dari UMKM (usaha mikro kecil menengah) tumbuh bergeliat dan menyita perhatian pebisnis. Nama NTT terus bergaung di kancah nasional bahkan internasional.
Entahkah VBL salah dengan pernyataan-pernyataannya? Ataukah kita yang salah memasang frame membaca pernyataan-pernyataannya dan kemudian gagal menangkap makna dan pesannya? (*)