Salam Pos Kupang

Problem Pendidikan di NTT

Mari membaca dan simak isi Salam Pos Kupang berjudul Problem Pendidikan di NTT

Penulis: PosKupang | Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Problem Pendidikan di NTT
Dok
Logo Pos Kupang

Sehingga banyak siswa tidak bisa mengenyam bangku pendidikan tinggi yang sebenarnya penting untuk didapatkan.
Keempat, kekurangan bahan belajar.

Banyak sekali siswa yang tidak memiliki buku pelajaran memadai untuk digunakan. Agar bisa mengoptimalkan proses belajar, siswa membutuhkan buku pelajaran, lembar latihan, dan berbagai fasilitas lain yang bisa membantu aktivitas belajar menjadi lebih baik. Bukan hanya siswa saja, seorang guru juga membutuhkan bahan untuk mengajar di kelas, berbagi dengan siswa, dan membimbing mereka dalam pelajaran.

Semua problem ini memicu tingginya angka putus sekolah di NTT. Belum lagi soal faktor lain seperti ekonomi, sosial, dan budaya. Tahun 2010, NTT mendapat peringkat 32, dengan persentase IPM 59,21 persen.

Peringkat ini merupakan peringkat kedua dari terakhir dari 33 provinsi. Jika kita melihat persentase secara nasional, Indonesia memperoleh rata-rata IPM 66,53 persen.

Artinya NTT memperoleh IPM di bawah rata-rata indeks nasional, dengan selisih 7,32 persen.

Tahun 2015, NTT memperoleh peringkat 32 dengan IPM 62,67 persen. IPM Nasional 69,55 persen, sehingga selisih IPM 6,88 persen. Tahun 2016, NTT memperoleh peringkat 32 dengan IPM 63,13 persen. IPM nasional 70,18 persen, maka selisih 7,05 persen.

Dari fakta ini tak bisa dipungkiri bahwa kualitas pendidikan di NTT masih rendah. Selama tujuh tahun terakhir selalu mendapatkan peringkat 31 dan 32 secara nasional. Juru kunci dalam indeks pembangunan manusia. Sedih!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved