Opini Pos Kupang
Tanam-Siram-Tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)
Baca Opini Pos Kupang: tanam-siram-tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)
Baca Opini Pos Kupang: tanam-siram-tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)
Oleh: Anton Bele, Pengkaji Filsafat Pembangunan tinggal di Kupang
POS-KUPANG.COM - Sekarang musim tanam. Kita di NTT sibuk tanam. Harap tumbuh lalu panen. Hujan turun, air berlimpah. Ada soal. Tumbuh tiga bulan, sembilan bulan hujan berhenti. Lalai siram, lupa siram, tanaman jadi apa? Layu lalu mati! Dari tahun ke tahun seperti itu.
Nafsu tanam menggebu-gebu. Tangan gatal, hati bergetar untuk tanam apa saja yang berguna. Tanaman umur pendek dan panjang ditanam. Petani giat tanam. Pemerintah juga beri contoh tanam sesuai program.
• Ini Jadi Alasan Menteri Hukum Yasonna Laoly Copot Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie
Tanam, sekali lagi tanam. Ini slogan indah, mendorong kita untuk tanam dan tanam. Para pemimpin agama pun kotbah berapi-api dorong umat untuk tanam. Nafsu tanam benar-benar dipacu.
Tanam pakai nalar? Ini pertanyaan. Tanam, pokoknya tanam, di lembah, di lereng, tanah subur, tanah kurus, bukit batu, karena basah oleh hujan, tanam saja. Bibit tanaman ditanam saja, pokoknya kena tanah. Lubang yang disiapkan entah dalam atau tidak, sering kurang diperhitungkan.
Akar anakan tanaman itu utuh atau tidak, tidak diperhitungkan. Tanaman itu cocok atau tidak untuk lahan tertentu, tidak pusing, tanam saja. Inilah yang namanya nafsu tanam tanpa nalar.
• Daftar Nama Pemain Persib Maung Bandung Terbaru Liga 1 Musim 2020, 2 Pemain Baru
Naluri tanam mendorong banyak orang untuk tanam dan tanam. Naluri dalam diri manusia mengatakan, tanam supaya ada hasil. Hasil bisa dipetik, dimakan, dijual, tambah penghasilan. Tanaman umur pendek, umur panjang, ditanam. Pasti tumbuh, ada hujan.
Nurani kita berbisik, "Bagus, tanam saja. Doa pada Tuhan supaya berhasil. Tanaman berhasil, panen, itulah rezeki." Tuhan diminta jaga tanaman agar tumbuh dan berhasil.
Empat unsur dalam diri manusia bekerja: Nafsu, Nalar, Naluri dan Nurani. Empat N ini kurnia Tuhan dalam diri manusia. Tanam apa saja yang berguna. Inilah upaya manusia, kolaborasi antara empat N: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani. Nafsu mendorong untuk tanam, Nalar pertimbangkan untuk tanam apa saja di mana, kapan dan bagaimana. Naluri bujuk untuk tanam tanaman yang berguna. Nurani bisikkan rasa syukur kepada Sang Pencipta.
Perpaduan empat N inilah yang oleh penulis disebut, "Kwadran Bele" (Anton Bele, 2011). Mari kita buat satu analisa dengan menggunakan "Kwadran Bele" sebagai alat ukur.
Pertama kita kaji dari segi positif. Khusus untuk kegiatan tanam-menanam ini harus ada keseimbangan antara `empat N'. Nafsu mendorong kita untuk tanam dan tanam.
Nalar membuat kita pertimbangkan apakah suatu tanaman, caranya, tempatnya, waktunya cocok atau tidak untuk ditanam. Naluri menyadarkan kita tentang besar-kecilnya manfaat tanaman. Nurani menghaluskan rasa hati kita untuk bersyukur pada Pencipta. Empat unsur ini digunakan secara terpadu dan seimbang dalam kegiatan tanam-menanam. Senang karena tumbuh (Nafsu). Gembira karena cocok (Nalar). Puas karena memenuhi kebutuhan hidup (Naluri). Bahagia karena kita sadari diri sebagai rekan dari Pencipta (Nurani).
Kita tanam karena kita butuh. (Dorongan Nafsu). Tanam pakai ilmu (Pertimbangan Nalar). Hasilnya berguna untuk diri dan sesama. (Panggilan Naluri). Kalau berhasil dan panen, syukur. (Bisikan Nurani).
Tidak ada satu orang pun yang tanam sekedar tanam. Maunya tumbuh dan nanti panen. Jadi ada tiga keinginan manusia: tanam, tumbuh, panen. Satu hal yang sering dilalaikan, siram, sekali lagi, siram.