Breaking News

Opini Pos Kupang

Tanam-Siram-Tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)

Baca Opini Pos Kupang: tanam-siram-tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Tanam-Siram-Tumbuh-Panen (Kajian dari sisi Filsafat Pembangunan)
Dok
Logo Pos Kupang

Kedua, kita kaji dari segi negatif. Nafsu tanam harus sesuai kebutuhan. Kalau tidak sesuai, maka manusia akan mencelakakan diri. Misalnya, tanam ganja untuk dipakai secara membabi buta. Nafsu tanam harus dikendali dengan nalar.

Tanam tanpa nalar pasti akan gagal. Ada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk tanam-menanam. Mengabaikan iptek dalam menanam, itulah yang namanya tanam tanpa nalar. Tanam juga harus dengan pertimbangan naluri.

Kepentingan sesama itulah naluri yang harus dipakai dalam tanam, siram, tumbuh dan panen. Ingat diri dan merugikan sesama dalam tanam-menanam sama dengan tanam tanpa naluri. Nurani harus dipakai dalam kegiatan tanam-siram-tumbuh-panen ini.

Berdoa saja tapi tidak siram, percuma. Tuhan tidak boleh dipaksa menjadi Tukang kebun. Harus tanam dengan nurani.

Secara alamiah, kita masuk dalam musim hujan sekarang di tahun 2020 ini. Hujan berlimpah. Siram tanah, siram tanaman. Dengan sendirinya tanaman tumbuh.

Bertahan sampai berhasil, soal lain. Musim hujan tiga bulan, Desember 2019, Januari dan Februari 2020. Nanti akan datang musim kemarau, sembilan bulan.

Masalah muncul, panas, gersang. Manusia susah, hewan gerah, tanaman payah. Manusia upayakan kesejukan, hewan lari berteduh. Tanaman? Pasrah, hidup enggan, mati pelan-pelan.

Penulis ajak kita semua berpikir dan bertindak, tanam lalu siram supaya tumbuh dan bisa panen. Tanaman yang kita tanam, tumbuh, supaya kita bisa panen, perlu siram. Tiga bulan alam tolong siram. Itu yang kita yakini dengan iman, kurnia dari Pencipta, siram dengan hujan berlimpah. Lalu apa upaya kita selama sembilan bulan musim kemarau?

Bapak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat pernah berbicara lantang "Kita jangan biarkan air hujan masuk kali dan mengalir ke laut. Tahan dengan berbagai cara. Kita butuh air untuk siram tanaman supaya tumbuh".

Ucapan ini memberi inspirasi kepada penulis untuk kemukakan beberapa kemungkinan untuk dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh kita semua di NTT.

Hasil kajian dari tiga orang ahli pengairan penulis sajikan di sini. Kita dapat gunakan sebagai sentilan untuk kita di NTT agar berpikir dan bertindak secara sungguh-sungguh dalam upaya menyukupkan air untuk tanaman, ternak dan manusia.

Tiga orang ahli itu ialah: Suster Doktor Susilawati Laurentia, Doktor Hary Jocom dan ahli pembangunan internasional, Doktor Seth M. Siegel. Kesimpulan hasil penelitian Doktor Susilawati Laurentia (2009) di pulau-pulau Sabu-Raijua, air hujan harus ditampung atas berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan bagi manusia, hewan dan tumbuhan di kawasan kering yang terdapat di pulau-pulau Sabu dan Raijua.

Hary Jocom, doktor studi pembangunan, sesudah mengadakan penelitian di Pesisir Timor Tengah Selatan (2016) menyimpulkan, Kabupaten Timor Tengah Selatan sebenarnya mempunyai persediaan air berlimpah untuk kebutuhan manusia, ternak dan tanaman.

Masalahnya terletak pada kurang tertibnya pengelolaan sumber-sumber air yang ada dan kurangnya keterampilan menangkap air hujan selama musim hujan dan membagikan di musim kemarau.

Doktor Seth M. Siegel, penulis buku `Let There Be Water', (`Jadilah Air di situ' 2015), menulis informasi yang luar biasa bagus tentang orang-orang Israel. Mereka mengelola sumber air mereka untuk kebutuhan manusia, peternakan dan pertanian. Mereka tangkap air hujan, alirkan air sungai Yordan, tawarkan air Laut Tengah (Mediterranean Sea) dan atur penggunaannya secara tepat-guna dan berdaya-guna sehingga masyarakat makmur.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved