Berita Cerpen
Cerpen Stefan Bandar: Lilin Natal Untuk Mama
Cerpen Stefan Bandar: Lilin Natal Untuk Mama.Angin berhembus kencang mematahkan beberapa pohon kayu yang belum terlalu tua.
Ia merias dirinya dengan secantik mungkin dengan pakian seadanya dan dengan beberapa botol bedak yang dibelikan ibunya beberapa saat yang lalu. Ibunya sadar bahwa gadis kecilnya bukan lagi anak-anak yang hanya bisa tampil seadanya saja, tetapi gadis kecilnya sudah tumbuh dan kini memasukki usia remaja. Sebagaimana gadis yang lainnya, ia harus berdandan dan memiliki itu semuanya.
Setelah merias dirinya, ia kembali kepada ibunya. Kini, diantara cahaya lilin yang masih samar ia dapat melihat senyuman ibunya yang merekah pada bibirnya. Senyuman yang begitu indah di antara luka yang meski ditanggungnya dan gadis kecil itu begitu menyadari hal itu.
• Tamu Kita: Drs. Tagela Ibisola Pengayom Masyarakat Sumba Tengah
"Selamat hari Natal, mama," katanya sambil merangkul ibunya. Perempuan itu membiarkan dirinya terlelap dalam pelukkan putrinya sebelum putrinya itu pergi menyambut Kristus yang lahir.
Sepeninggalan anak semata wayangnya itu, dalam temaram cahaya lilin yang kian suram, wanita itu berlutut sembari melantunkan segala moganya. Air matanya berjatuhan membasahi lantai rumahnya. Ia menangis sejadi-jadinya, entah karena sakit yang dideritanya atau karena masa lalu yang begitu suram, hanya dia sendiri saja yang tahu.
Sesekali ia menyanyikan lagu Natal, lagu yang masih diingatnya secara jelas ketika hari Natal tiba.
Sesaat kemudian ia melangkah menuju lemari tempat ia menyimpan segala barang berharga. Bukan barang apa-apa, hanya beberapa helai pakaian dari putri kecilnya dan pakaianya sendiri.
Ia menggantikan pakainnya yang sudah lusuh beraromakan keringat dengan pakaian yang biasa digunakannya setiap hari minggu saat pergi ke gereja. Ia mendandan dirinya dengan serapi mungkin. Di depan cermin, ia sedikit meliuk-liuk tubuhnya untuk menatap kembali tubuhnya itu setelah dandan.
Ia tidak peduli lagi dengan dingin yang menyergap tubuhnya. Satu-satunya hal yang diinginkannya sekarang adalah berdoa di depan lilin kecil itu sebelum lilin itu mencair.
• VIDEO: Sesudah Diterjang Gelombang Pasang. Pantai Warna Oesapa Kini Bertaburan Sampah. Ini Videonya
Di depan lilin itu, ia menyilangkan kakinya. Ia mengatupkan kedua tangannya dan berdoa memanjatkan segala peluh yang mengumpat di dalam hatinya. Sesaat kemudia ia bertelut sembari melantunkan segala moganya khususnya untuk anak semata wayangnya, harta yang paling berharga untuknya.
Air matanya kembali berjatuhan sebanyak doa dan moga yang dilantunkannya dalam telutnya. Setelah semuanya dilantunkannya di depan lilin itu, ia menunduk.
Malam kian larut, hujan yang sedari tadi belum juga berhenti. Kilat masih menyambar-nyambar seakan menjadi obor yang menerangi bumi yang dikuasai gelapnya malam. Angin yang bertiup kencang masih saja berusaha mematahkan dahan-dahan pohon yang berserakkan tumbuh di atas bumi. Beberapa cabang pohon berhasil dipatahkan dan bahkan juga angin yang berhembus dengan kencang itu berhasil membuat beberapa cabang pohoh berjatuhan.
Eloisa kini telah mengikuti perayaan Natal bersama dengan umat yang lainnya. Entah mengapa pikirannya tidak tenang semenjak ia mengikuti perayaan misa tadi. Pikirannya merambat kepada ibunya yang masih berbaring lemah. Ia ingin pulang tetapi hujan yang turun dengan deras seakan melarangnya untuk kembali dengan segera kepada ibunya.
• Ramalan Zodiak Besok Selasa 14 Januari 2020, Sagitarius Jatuh Cinta, Cancer Berhati-hati, Zodiakmu?
Ia berdiri kaku di depan gereja tua itu. Ia tidak menghiraukan orang yang berlalu lalang di depannya. Canda dan tawa dari teman-temannya tidak di dengarnya. Pikirannya terus merambat pada ibunya yang masih berbaring di sana. Ia menggenggam erat plastik hitam pada tangannya. Kini ia bergumul dengan pertanyaan, apakah ia harus menerobos rintikkan hujan dan berlari sekuat mungkin menuju rumahnya dan kembali duduk di sampan ibunya atau menanti hentinya hujan?
Setelah termenung beberapa saat, ia melangkahkan kakinya dan berlari dengan cepat menuju rumahnya. Pakaiannya basah terkena hujan. Ia berlari sembari memegang erat plastik hitam di tangannya. Isi plastik itu sungguh berharga baginya sebagai pemberian yang bisa diberikannya untuk ibunya.
Tepatnya, itu adalah kado Natal untuk ibunya. Ia ingin melihat ibunya menerima dan tersenyum melihat kado yang diberikannya.