Opini Pos Kupang

Surat Buat Gus Dur (10 tahun in memoriam)

Mari membaca dan simak Opini Pos Kupang berjudul Surat Buat Gus Dur (10 tahun in memoriam)

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Surat Buat Gus Dur (10 tahun in memoriam)
Dok
Logo Pos Kupang

Kenapa THR ini tidak diberikan disaat jelang tujuh belas Agustus saja Gus?. Biar semuanya dapat, tidak peduli Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu bahkan agama-agama suku yang masih belum diakui negara sekalipun. Semuanya dapat THR. Untuk apa? Untuk rayakan pesta besar milik bersama. Toh ini hari ulang tahun bangsa. Ini hari jadi kita semua. Seluruh anak bangsa, tidak peduli siapapun dia dan dari mana asalnya.

O iya Gus. Omong soal agama-agama suku yang asli Nusantara ini kapan mereka bisa diakui negara jadi agama sih Gus?. Negara sebagai wujud nyata kontrak sosial kita ini lahirnya kan jauh setelah agama-agama itu ada. Dalam kontrak sosial itu betul kita menyerahkan hak-hak kita kepada negara. Tapi kan hanya sebagian.

Tidak seluruhnya. Masih ada hak- hak pribadi yang tidak bisa diganggu gugat. Contohnya hak asasi manusia (HAM) itu. Kebebasan beragama dan beribadah adalah sebagian dari HAM. Lagi pula agama adalah entitas suci yang kebenarannya adalah kebenaran subyektif. Ini urusan yang bersangkutan sendiri dengan sesuatu yang transedental. Yang maha kuasa. Negara tidak punya otoritas untuk bikin definisi yang mana boleh disebut agama yang mana yang tidak boleh. Benarkan Gus?

Kembali ke soal hari libur. Baru baru ini iseng-iseng aku coba caritahu berapa hari libur di China untuk hari nasional mereka yang konon disebut juga hari kemerdekaan. Aku kaget Gus. Ternyata libur hari kemerdekaan yang tidak jelas merdeka dari siapa ini lamanya paling tidak satu minggu. Satu minggu yang mereka sebut golden days itu diisi dengan pesta nasional besar-besaran tiap hari.

Bayangkan Gus. Kita yang merdeka setelah dijajah selama 350 tahun liburnya cuma sehari. Padahal kemerdekaan kita diraih dengan korban harta, darah dan jiwa ribuan pejuang bangsa. Libur sehari ini mau bikin apa?

Contoh lain. Soal nikah beda agama. Kenapa sih negara harus ikut campur soal nikah yang mestinya hak pribadi ini? Soalnya syaratnya macam-macam. Di antaranya harus lebih dulu sah menurut agama. Padahal negara bukan subordinasi dari agama. Padahal syarat nikah beda agama ini menurut agama-agama yang diakui negara tidak mudah. Sampai-sampai ada yang pilih nikah di luar negeri. Sudah itu pulang ke tanah air untuk mencatatkan pernikahannya.. Yang punya duit sih gampang. Bagi yang tidak punya duit?

Kenapa agama mesti mempersulit hidup yang cuma sekali ini Gus? Agama membuat kita hidup dalam kotak-kotak dan bikin tambah jauh jarak di antara kita sesama anak bangsa.

Maaf Gus. Kata orang negara ini bukan negara agama. Negara ini negara hukum (rechtsstaat) yang sekuler. Faktanya sekarang ini lain. Aku jadi kuatir. Pelan pelan kita sedang bergerak menuju negara agama karena sekali lagi negara sudah terlalu jauh campur urusan agama yang nota bene adalah wilayah privasi warganya.

Contoh. Aturan pembangunan rumah ibadat, Tap MPR no 4/1978, Undang Undang No 23 thn 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 61, pasal penodaan agama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dan masih banyak aturan lain.

Hidup sekarang sudah semakin terpola. Mengelompok dalam komunitas komunitas tertutup berbasis agama. Rentang relasi sosial semakin jauh diantara kami. Akibatnya kami jadi semakin sensitif atas perbedaan agama. Sedikit saja letupan kecil bisa jadi pemicu terjadinya konflik besar atas nama agama.

Baik Gus. Rasanya sudah waktunya aku harus pamit. Lain kali aku akan kirim surat yang lebih panjang lagi ya. Semoga panjenengan tetap ingat kami yang masih berjuang di bumi yang fana ini.

Jangan lupa sampaikan salam hangat kami buat Gusti Allah dan orang orang kudus disamping panjenengan. Jagalah kami agar selalu setia merajut tenun kebangsaan ini. Selamat tahun baru 1 Januari 2020. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved