Opini Pos Kupang

Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja

Membaca opini Pos Kupang: menemukan jejak signal ketidaknyamanan psikologis remaja

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja
Dok
Logo Pos Kupang

Membaca opini Pos Kupang: menemukan jejak signal ketidaknyamanan psikologis remaja

Oleh: Rm. Marthin Wela, O.Carm, Formator Para Frater Karmel Pasca Sarjana (S-2) Nita, Maumere

POS-KUPANG.COM - Lagi dan lagi! Kita mendapat kabar yang kurang menyenangkan dan mengiris hati tentang para pelajar kita. Pos Kupang sekurang-kurangnya selama sepekan ini memberikan informasi tentang sebuah fenomena yang kian marak di kalangan pelajar yakni bunuh diri. Edisi Selasa, 19 November 2019 mengangkat berita berjudul "Mario Tewas Gantung Diri".

Peristiwa gantung diri tersebut terjadi di Dusun Tour Orin Bao, Desa Nita, Maumere, Kabupaten Sikka. Beberapa bulan sebelum peristiwa ini, tepatnya tanggal 22 Mei 2019, Lani Wayoi ditemukan gantung diri di kamar rumahnya di Centrum, Kelurahan Nangameting, Alok Timur, Maumere.

Ini 6 Orang Pimpinan OPD di Manggarai Barat yang Dilantik Bupati Agustinus Dula

Baru-baru ini, Pos Kupang edisi Selasa, 26 November 2019 memuat berita bunuh diri dengan judul "Ikat Leher Pakai Sumbu Kompor". Fakta menarikpun terkuak.

Peristiwa-peristiwa bunuh diri yang disebutkan di atas justru dilakukan oleh para remaja yang masih berstatus pelajar. Entah apa yang merasuki mereka sehingga punya kenekatan untuk menghabisi hidup mereka dengan cara demikian.

Dunia remaja adalah dunia yang umumnya ditandai sebuah proses pencaharian jati diri, identitas ego. Proses ini terbentang dan dimulai sejak umur 12/13 tahun sampai 21/22 tahun (Mappiare: 1982). Pada fase pencaharian jati diri tersebut ada sebuah peralihan antara masa kehidupan kanak-kanak kepada masa kehidupan orang dewasa.

A Seventh Wish Hotel On The Rock Kupang Diaktualisasikan Dalam Kegiatan Bersih- Bersih Pantai

Peralihan tersebut jika disambut dan didukung secara baik maka akan menghasilkan proses penyesuaian diri yang baik pula. Akan tetapi jika tidak, akan terjadi krisis yang hebat.

Karakteristik umum perkembangan remaja terlihat dalam beberapa perilaku berikut: adanya kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, aktivitas berkelompok, serta keinginan mencoba segala sesuatu (Ali Asrori: 2016).

Hal-hal tersebut tidak muncul begitu saja namun saling terkait satu dengan yang lainnya dalam pelbagai dimensi manusia seperti dimensi fisik/biologis, dimensi intelek, dimensi kreativitas, dimensi emosi, serta dimensi hubungan sosial.

Inilah yang membuat remaja dan pelbagai dinamikanya perlu dipahami dan dimengerti.
Fenomena perilaku bunuh diri di kalangan remaja tidak muncul begitu saja.

Ada "sesuatu" dalam diri mereka yang melahirkan niatan untuk melakukan tindakan nekat tersebut. Kemunculan "sesuatu" tersebut tentu tidak berdiri sendiri dalam diri para remaja. Faktor di luar diri mereka pun berkontribusi untuk hal tersebut.

Kurt Lewin menyatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari kepribadian individu (personality) dan situasi atau lingkungan sosial (environment (Sarlito: 2010). Hal ini membuka ruang penjelasan bahwa perilaku bunuh diri tidak bisa hanya "dibaca" dari pihak pelaku bunuh diri saja, tetapi lebih dari itu perlu dibaca dalam konteks situasi sosial atau lingkungan di mana ia berada. Pembentukan nilai, norma dan sikap pun terjadi melalui interaksi antara aktivitas internal dan pengaruh stimulus eksternal (Ali Asrori: 2016).

Keluarga: Pembentuk Utama Kenyamanan Psikologis Remaja

Kisah Ignasius Sonbai, seorang siswa SMP yang melakukan aksi gantung diri hingga meninggal dengan mengikat lehernya memakai sumbu kompor dan mungkin juga kisah-kisah pilu bunuh diri para remaja lainnya memperlihatkan adanya hubungan antara pribadi (diri) remaja dengan orang-orang yang berada di lingkungan remaja tersebut.

Pos Kupang edisi Selasa, 26 November 2019 menyebut bahwa motif korban memilih mengakhiri hidupnya dengan cara tragis diduga karena sedang berada dalam situasi atau kondisi diri yang tidak nyaman secara psikologis, yang kita kenal dengan istilah "stress". Hal ini disebabkan oleh kematian ibunya dan ditinggalkan begitu saja oleh sang ayah.

Merasa nyaman secara psikologis menjadi kerinduan, harapan, dan dambaan setiap orang termasuk para remaja. Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang penuh rasa aman dengan pola interaksi yang kondusif, pola pengasuhan yang baik, serta kehidupan religius yang terbentuk dengan baik akan mendapatkan banyak pengaruh positif.

Ia akan memiliki budi yang luhur, moralitas yang tinggi, serta memiliki sikap dan perilaku yang baik. Namun jika kenyamanan secara psikologis ini hilang dan lenyap, yang tersisa adalah stress, depresi, keinginan menyendiri, serta luapan lecutan emosi negatif.

Jika ketidaknyamanan secara psikologis kian hari kian bertambah, baik isi maupun volumenya bukan tidak mungkin aksi nekat pun akan terjadi. Orang tidak lagi memikirkan nilai-nilai luhur, moralitas, dan sikap atau perilaku yang baik. Apa yang dilakukan ialah hal-hal yang jauh dari harapan.

Kenyamanan ataupun ketidaknyamanan secara psikologis pada tahap awal terbentuk justru di dalam keluarga. Keluarga sebagai sekolah pertama yang bisa "membuat" anak menjadi apa saja. Pola asuh, dukungan sosial, perhatian, ada bersama, komunikasi yang baik, religiositas yang baik dalam keluarga, terpenuhinya kebutuhan utama anak, dll akan sangat membantu bagi pertumbuhan dan perkembangan remaja.

Maslow menggambarkan secara istimewa sebuah proses pencapaian aktualisasi diri yang baik. Seorang individu termasuk remaja akan mencapai tahap aktualisasi diri yang baik jika dapat terpenuhinya kompenen-komponen dasariah seperti: pertama, kebutuhan fisiologis (makan, minum, pakaian); kedua, kebutuhan akan rasa aman, ketiga, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, keempat, kebutuhan akan penghargaan dan pada akhirnya (Sarlito: 2015). Keluarga memainkan peranan sentral untuk memberikan rasa nyaman secara psikologis kepada remaja.

Menemukan Jejak Signal Ketidaknyamanan Psikologis Remaja

Niatan seseorang melakukan perilaku negatif memang tidak bisa terbaca dengan mudah. Ia berada dalam ruang yang rapat dan tertutup. Namun sekalipun berada dalam ruangan yang rapat dan tertutup, ternyata masih ada tanda alarm atau signal yang bisa ditemukan.

Ketika seorang remaja perlahan-lahan mulai menutup diri, menjauh, menyendiri, sekurang-kurangnya "bahasa diam" yang ditunjukan lewat hal tersebut perlu dimaknai dan diberi perhatian khusus. Pada tahapan inilah butuh kepekaan dan kejelian mata orang-orang terdekatnya (lingkungan) untuk membaca adanya ketidaknyamanan psikologis dalam diri remaja.

Jika telah menemukan titik ketidaknyamanan tersebut maka kita sebagai lingkungan bisa membantu remaja untuk keluar dari zona tidak nyamannya.

Rogers (Sarlito: 2015) memberikan lima ketentuan untuk membantu remaja dalam situasi batas tersebut sebagai berikut: pertama, kepercayaan: menjadi teman yang bisa dipercaya, serta teman berbicara yang akan membantu untuk mengangkat beban berat remaja. Pada segmen ini penting melibatkan orang tua, guru, psikolog, rohaniwan-rohaniwati.

Kedua, kermunian hati untuk membantu: bantuan yang diberikan merupakan bantuan tanpa pamrih sekalipun terkadang melelahkan dan menguras tenaga dan waktu. Hal ini dikarenakan remaja butuh dimengerti dan dipahami apalagi ketika mengalami persoalan hebat. Dengan hanya mendengarkan mereka saja ternyata sudah lebih dari cukup untuk memahami mereka.

Ketiga, kemampuan mengerti dan menghayati perasaan remaja (emphaty): memang tidak mudah. Hal ini disebabkan setiap orang akan cenderung untuk melihat segala persoalan dari sudut pandangnya sendiri dan mendasarkan penilaian dan reaksinya pada pandangannya sendiri.

Untuk sampai pada tahap ini kita perlu masuk dalam perasaan dan situasi mereka. Daniel Goleman 2016, mengungkapkannya dengan ungkapan "merasa dirasakan".
Keempat, kejujuran: remaja akan mengharapkan agar segala sesuatu yang disampaikan apa adanya.

Yang tidak bisa diterimanya adalah jika ada hal-hal yang pada dia disalahkan tetapi pada orang lain atau pada orang tuanya sendiri dianggap benar. Kelima, mengutamakan persepsi remaja sendiri: remaja akan memandang sesuatu dari sudut pandangnya sendiri. Pandangannya merupakan kenyataan dan reaksinya. Kemampuan untuk memahami remaja dan segala hal yang terkait di dalamnya merupakan modal untuk membangun empati terhadap kaum remaja kita.

Fenomena perilaku bunuh diri remaja menjadi salah satu persoalan di daerah kita saat ini. Kita tidak bisa menutup mata terhadap persoalan remaja tersebut. Peran serta dan kepekaan hati kita untuk menangkap sinyal dan bersama mencari jalan keluar yang tepat sangat diharapkan untuk saat ini.

Kita juga tidak bisa dengan begitu gampang mempersalahkan perilaku negatif remaja, jika hal-hal eksternal yang membentuk perilaku tersebut kurang mendapat perhatian dari kita.

Sekurang-kurangnya untuk meminimalisasi perilaku negatif remaja tersebut kita perlu kembali dan melihat ruang keluarga, ruang sekolah, serta ruang masyarakat kita: apakah sudah memberikan kontribusi positif untuk pembentukan kepribadian remaja?

Atau jangan sampai keluarga, sekolah, dan masyarakat justru menciptakan zona ketidaknyamanan psikologis bagi remaja yang notabene berada dalam masa peralihan atau transisi?

Mari kita buka mata hati kita untuk menangkap dan menemukan signal ketidaknyamanan psikologis yang datang dari diri remaja yang mengarahkan mereka pada perilaku menyimpang yang fatal. Kita dipanggil untuk membuka mata lebar-lebar akan situasi psikologis para remaja kita yang tidak lain para pelajar saat ini.

Membawa mereka untuk bisa mengaktualisasikan diri secara positif adalah tugas dan panggilan kita bersama baik sebagai orang tua dalam lingkup keluarga, para rohaniwan/wati dalam lingkup religiositas, para pendidik dalam lingkup pendidikan serta masyarakat pada umumnya. Jangan biarkan para remaja kita berjalan dalam ketidaknyamanan psikologis yang tentunya akan berdampak buruk bagi mereka. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved