Daftar Orang NTT yang Pernah Menjadi Menteri Kabinet Indonesia, Nomor 3 Luar Biasa

Berikut adalah daftar orang NTT yang pernah menjadi menteri Kabinet Indonesia atau pejabat setingkat menteri.

Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Kolase Pos-Kupang.com
Daftar Orang NTT yang Pernah Menjadi Menteri Kabinet Indonesia: Johnny G Plate, Saleh Husin, Nafsiah Mboi, Jacob Nuwa Wea, Sonny Keraf, Adrianus Mooy dan Frans Seda. 

Alumni jurusan spesialisasi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini dikenal memiliki kepedulian yang tinggi di bidang advokasi HIV/AIDS.

Nafsiah dikatakan turut mempelopori lahirnya Komitmen Sentani pada tahun 2004 yang menjadi tonggak komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk penanggulangan AIDS.

Pada tanggal 13 Juni 2012, Nafsiah diangkat menjadi Menteri Kesehatan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah menteri sebelumnya, Endang Rahayu Sedyaningsih meninggal pada 2 Mei 2012 karena sakit kanker paru.

Dengan ditunjuknya Nafsiah sebagai Menkes baru, kementerian ini berturut-turut diisi terus oleh menteri perempuan yaitu Siti Fadilah Supari dan Endang Rahayu Sedyaningsih.

Ketiga perempuan ini semuanya berprofesi dokter, Siti adalah dokter spesialis jantung, Endang dokter di spesialisasi kesehatan masyarakat dan Nafsiah di spesialisasi anak.

Nafsiah sendiri memang sudah berkali-kali menjadi kandidat Menteri Kesehatan, namun baru kali ini saat usianya sudah senja kesempatan itu datang.

Data Kementerian Kesehatan juga mencatat bahwa Nafsiah adalah Menteri Kesehatan dengan umur tertua yang pernah menjabat, yaitu 71 tahun.

Kehidupan pribadi

Terlahir dari 6 bersaudara, Nafsiah Mboi merupakan putri sulung dari pasangan Andi Walinono dan Rahmatiah Sonda Daeng Badji. Ayah Nafsiah adalah hakim yang pernah bertugas di Makassar, Surabaya, Jayapura, dan Jakarta serta merupakan tokoh masyarakat dan intelektual di Sulawesi Selatan.

Nafsiah memiliki saudara kandung bernama Prof. Dr. Andi Hasan Walinono (alm), Direktur Jenderal dan Sekjen Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada era 1980-an, dan Erna Witoelar, aktivis lingkungan yang juga mantan Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah pada Kabinet Persatuan Nasional era Presiden Abdurrahman Wahid.

Suaminya, dr. Aloysius Benedictus Mboi, MPH atau kerap dipanggil Ben Mboi sempat menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 1978-1988. Keduanya bertemu di kampus FK UI. Ben adalah kakak kelas Nafsiah. Ben sendiri lulus pada 1961 dan sempat terjun bersama Benny Moerdani saat operasi Trikora di Papua Barat pada tahun 1962. Kemudian, setelah Nafsiah lulus pada tahun 1964, mereka menikah dan dikaruniai 3 orang anak.

4. Jacob Nuwa Wea

Drs. Jacob Nuwa Wea (lahir di Keo Tengah, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, 14 April 1944 – meninggal di Penang, Malaysia, 9 April 2016 pada umur 71 tahun) adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Gotong Royong.

Lulusan Akademi Ilmu Perburuhan Jakarta tahun 1978 ini juga adalah pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Jacob Nuwa Wea
Jacob Nuwa Wea (IST)

Jacob Nuwa Wea yang lahir di Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur tanggal 14 April 1944 adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet Gotong Royong.

Selain itu Jacob Nuwa Wea juga merupakan pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Minatnya terhadap persoalan tenaga kerja lah yang membuat Jacob kemudian memutuskan untuk masuk ke Akademi Ilmu Perburuhan Jakarta pada tahun 1978.

Setelah sebelumnya menamatkan sekolah rakyat di Flores, SMP di Ende, dan SPMA di Mataram. Jacob mengaku tak berpendidikan tinggi namun kaya pengalaman berorganisasi dan LSM.

Dia tetap menjalankan aktivitas politiknya dan menyalurkan aspirasi politiknya lewat Partai Nasional Indonesia.

Jacob Nuwa Wea sebenarnya tidak pernah bercita-cita menjabat pejabat tinggi ini, tetapi ketika melihat nasib para buruh pekerja yang teraniaya dan jauh dari kata makmur, hatinya mulai tergerak untuk turut memperjuangkan nasib para buruh pekerja tersebut.

Sebagai mantan Ketua DPP Konfederasi SPSI Jacob merasa terpanggil untuk bersuara keras atas nama pekerja.

Dia pernah memimpin buruh untuk berunjuk rasa ketika mereka merasa hak-haknya sebagai pekerja diinjak-injak pengusaha. Dari aktivitasnya di SPSI ditambah lagi keanggotaannya dalam jajaran DPP PDI-P inilah yang mengantarkan Jacob sebagai anggota DPR.

Hingga akhirnya mantan Wakil Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta ini dipercaya Presiden Megawati Sukarnoputri untuk menduduki kursi menteri.

Menjadi seorang menteri, tidak lantas membuat bekas anggota Departemen Buruh Tani dan Nelayan di PDI-P ini menjadi sombong. Dia tetap dikenal di kalangannya sebagai pribadi yang low profile.

Ada tiga hal yang ingin dicapai oleh Jacob yaitu meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, menegakkan supremasi hukum dengan memperjuangkan dua rancangan UU Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan, serta Rancangan UU Penyelesaian Perselisihan Industrial.

Soal transmigrasi dan pengungsi yang kini menjadi lahan garapannya, dia berpendapat, pengungsi akan dipulangkan ke daerah asal.

Riwayat Pendidikan
Sekolah Rakyat di Flores
Sekolah Menengah Pertama di Ende
Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Mataram
Akademi Ilmu Perburuhan Jakarta (1978)
Pengalaman Kerja
Karyawan PT Indomilk
Manajer Umum dan Personalia PT Cipta Panel Utama dan PT Bumi Mandiri Puspatama
Wakil Presiden Direktur PT Lor Iuto Sereve
Anggota Komisi VI DPR RI periode (1999-2004)
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2001-2004)
Riwayat Organisasi
Ketua Cabang PNI Pasar Rebo, Jakarta Timur (1971)
Wakil Ketua DPC PDI Jakarta Timur (1981-1988)
Wakil Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta
Anggota Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P)
Ketua DPP Konfederasi SPSI.

5. Dr. Alexander Sonny Keraf

Dr. Alexander Sonny Keraf (lahir di Lembata, Flores Timur, 1 Juni 1958; umur 61 tahun) adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Kabinet Persatuan Nasional pada era Presiden Gus Dur.

Sonny Keraf
Sonny Keraf (Net)

Ia meraih gelar sarjana pada tahun 1988 dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan gelar doktor dari Universitas Katolik Leuven, Belgia pada tahun 1995.

Sebelum diangkat sebagai menteri, ia adalah dosen filsafat di Universitas Atma Jaya, Jakarta.

6. Adrianus Mooy

Prof. Dr. Adrianus Mooy, M.Sc., Ph.D. (lahir di Lotelutun, Oelasin, Rote Barat Daya, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, 10 April 1936; umur 83 tahun) adalah ahli ekonomi Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia untuk masa jabatan 1988-1993.

Mantan Gubernur Bank Indonesia yang juga Exekutive Lippo Group Adrianus Mooy
Mantan Gubernur Bank Indonesia yang juga Exekutive Lippo Group Adrianus Mooy ((ANTARA Foto/Benny Jahang))

Ia bersekolah di Universitas Gajah Mada dan Universitas Wisconsin.

Pada saat ini ia menjabat senior advisor untuk United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR). Pada 13 Mei 2014, Mooy menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Corban.

Sejak April 2007, ia bergabung dengan Universitas Pelita Harapan sebagai penasihat (2007), Dekan UPH Business School (2010) dan Rektor UPH Surabaya.

Mooy lahir di sebuah dusun di pulau Rote, pulau paling selatan yang dihuni di Indonesia. Mooy dibesarkan dalam keluarga Kristen. Ayahnya, kepala sekolah dari sekolah dasar setempat, juga pendeta dari jemaat Kristen.

Pada tahun 1969 Mooy menerima undangan untuk bergabung dengan Komisi Regional PBB di Bangkok. Selama 15 tahun ia bertugas di berbagai kapasitas, termasuk Wakil Ketua Fiskal dan Moneter Urusan di Badan Perencanaan, anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan anggota Pansus Pemerintah bertanggung jawab untuk menyusun Garis-garis Besar Haluan Negara.

Dia juga membantu menyusun 2, 3 dan 4 Lima Tahun Rencana Pembangunan. Secara bersamaan, Mooy mengajar selama lebih dari 20 tahun, sebagian besar di Universitas Indonesia di mana ia memperoleh profesor penuh pada tahun 1987.

Pada tahun 1988, Presiden Indonesia Soeharto menunjuk Adrianus Mooy menjadi Gubernur Bank Indonesia. Kemudian menjadi duta besar untuk Uni Eropa dan di bawah-sekretaris jenderal Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik.

7. Franciscus Xaverius Seda

Franciscus Xaverius Seda (lahir di Flores, Nusa Tenggara Timur, 4 Oktober 1926 – meninggal di Jakarta, 31 Desember 2009 pada umur 83 tahun) adalah seorang politikus, menteri, tokoh gereja, pengamat politik, dan pengusaha Indonesia.

Frans Seda
Frans Seda (Atma Jaya)

Dalam pemerintahan, posisi yang pernah diembannya antara lain adalah Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan Menteri Keuangan (1966-1968) sewaktu awal Orde Baru, serta Menteri Perhubungan (1968-1973) dalam Kabinet Pembangunan I.

Masa muda

Franciscus Xaverius Seda—yang lebih dikenal dengan panggilan Frans Seda—dilahirkan di Maumere, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 4 Oktober 1926. Ia belajar di Kolese Xaverius Muntilan dan HBS (Hollandsche Burgerschool) di Surabaya. Gelar sarjana ekonomi diraih dari Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg, Nederland (1956).

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ia aktif sebagai anggota Lasykar KRIS (Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi) dan anggota Batalyon Paraja/Lasykar Rakyat GRISK/TNI Masyarakat (1945-1950); dikirim Markas Besar Biro Perjuangan di Yogyakarta ke Flores dan Surabaya; menjadi Ketua Pemuda Indonesia di Surabaya; anggota Panitia Pembubaran Negara Jawa Timur dan DPR Sementara Daerah Jawa Timur (RI) mewakili Pemuda; anggota Panitia Kongres Pemuda di Surabaya; peserta Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia I di Yogyakarta (1949-1950); anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Nederland; serta pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di Nederland (1950-1956).

Karier politik

Setelah Indonesia merdeka, jabatan tinggi di pemerintahan dipegangnya, seperti pada masa Presiden Soekarno ia menjabat Menteri Perkebunan RI (1964-1966) pada usia 38 tahun dan selanjutnya menjadi Menteri Pertanian (1966). Kemudian pada masa Presiden Soeharto, ia memegang jabatan Menteri Keuangan (1966-1968) dalam keadaan keuangan Republik Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik. Prestasi Frans Seda yang layak diapresiasi pada masa ini adalah bahwa Frans Seda mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah yang lebih stabil setelah didera inflasi hingga 650%, mengarahkan Indonesia kembali dalam pergaulan masyarakat internasional, menerapkan kesatuan penganggaran Pemerintah pada Kementerian Keuangan serta menerapkan model anggaran penerimaan dan belanja yang berimbang; dua hal penting yang hingga kini masih diterapkan dalam dunia keuangan Indonesia. Inilah yang menurut pendapat Emil Salim, salah satu sahabat dekatnya adalah tidak berlebihan apabila kita menyebutnya sebagai Pahlawan Keuangan Indonesia. Selanjutnya, Frans Seda dipercaya sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi, Pariwisata, 1968-1973) dimana ia kemudian merintis penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan seperti di Nusa Dua, Bali. Sesudahnya Frans Seda kemudian mendapatkan sederet jabatan di berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg (1973-1976; anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978; dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996). Ia pun pernah menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang ekonomi (1998) dan selanjutnya pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia.

Dalam bidang politik, ia pernah menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1961-1968), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964), dan anggota Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) dan selanjutnya sejak 1997 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDI Perjuangan.

Karier di bidang usaha

Dalam dunia usaha, ia menjabat sebagai Presiden Dewan Komisaris PT Narisa, Presiden Dewan Komisaris PT Gramedia, Presiden Dewan Komisaris PT Kompas Media Nusantara (yang menerbitkan harian umum nasional Kompas), anggota Dewan Komisaris PT Bayer Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia dan Asosiasi Perdagangan Tekstil Indonesia (1982-1988), Ketua Asian Federation of Textile Industries (1983-1985), anggota Dewan Penasehat untuk Asia dari Sears & Roebuck World Trade, Chicago, Amerika Serikat (1983-1984), Ketua Joint Working Party Indonesia United Kingdom (1981-1985), Presiden Komisaris PT Saowisata Seaside & Diving Resort, Ketua Komite Kerja Sama dalam nota kesepahaman antara negara Indonesia Bagian Timur dan Australia Utara, Ketua Karwell Group (Pabrik Tekstil untuk Ekspor), Presiden Komisaris PT Bank Shinta Indonesia, Presiden Komisaris PT Pantara Wisata Jaya (kerja sama dengan Japan Airlines dalam bidang promosi pariwisata), Presiden Komisaris PT Hindoli (kerja sama antara PT Gowa Manurung Jaya dan Perusahaan Amerika PT Cargrill dalam perkebunan kelapa sawit di Sumatra Selatan), Presiden Komisaris PT Philips Indonesia, Presiden Komisaris PT British American Tobacco, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), serta Ketua Asosiasi Indonesia-Netherland (INA). Dalam bidang pendidikan, ia adalah Pendiri dan Perintis Yayasan Atma Jaya dan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya) yang juga tercatat sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (1961-1964) sekaligus Rektor pertama Unika Atma Jaya. Kemudian ia menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Atma Jaya (1962-1996), kemudian menjadi Ketua Kehormatan Yayasan Atma Jaya, dan bahkan pada saat Frans Seda meninggal pada akhir tahun 2009, ia masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya. Frans Seda juga pernah menjadi Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) dan Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM).

Kegiatan sosial dan keagamaan
Frans Seda juga mendampingi Sri Paus Paulus VI dalam kunjungan ke Indonesia pada tahun 1970. Selanjutnya Frans Seda menjadi Ketua Organizing Committee pada kunjungan Sri Paus Johanes Paulus II ke Indonesia pada tahun 1989.

Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Dana Komite Olahraga Nasional Indonesia (1980-1982), anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 1945, anggota Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (Iustitia et Pax) di Vatican, Roma (1984-1989), serta anggota Dewan Pertimbangan Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI), Anggota Dewan Penyantun Pusat Kajian Australia, Universitas Indonesia (PKA-UI), dan Ketua Forum Indonesia-Nederland (FINED).

Penghargaan
Bintang kehormatan yang pernah diterimanya, seperti Grandcross of St. Silvester dari Paus Paulus VI di Vatican (1964); Grandcross in de Orde van Oranje Nassau dari Kerajaan Belanda; Grandcross de L’Ordre Royal du Saha Metrei dari (bekas) Kerajaan Kamboja (1968); Commander in the Order of Maritime Merit dari State California (USA) dan San Fransisco Port Authority, Governor Ronald Reagan (6 September 1968); Grandcross de L’Ordre de Leopold II dari Kerajaan Belgia (4 Juni 1970); Grandcross of St. Thomas University dari Filipina (1972), Bintang Mahaputra Adipradana II dari Republik Indonesia (10 Maret 1973), serta Honorary Member of the Order of the Australia (In Recognition for Service to the Development of Trade Links Between Australian and Indonesia), Agustus 1999 dari Pemerintah Australia.

Kematian dan warisan

Frans Seda meninggal dunia di Jakarta pada 31 Desember 2009 pada usia 83 tahun.

Sepeninggal ia, Yayasan Atma Jaya kemudian berinisiatif mengabadikan semangat ia yang membaktikan diri seutuhnya “Untuk Tuhan dan Tanah Air” dalam suatu kegiatan “Frans Seda Award”.

“Frans Seda Award” yang diluncurkan 1 Juni 2011 lalu untuk pertama kalinya difokuskan pada bidang Pendidikan dan Kemanusiaan dan ditujukan pada seluruh warga negara Indonesia yang berusia maksimal 40 tahun yang memiliki karya nyata pada bidang Pendidikan maupun Kemanusiaan yang turut merawat, menanam dan mengembangkan ke-Indonesiaan sebagaimana diteladankan Frans Seda.

Berikut daftar susunan menteri Kabinet Indonesia Maju Periode 2019-2024:

1. Menteri Koordinator Bidang Polhukam: Mahfud MD

2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian: Airlangga Hartarto

3. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan: Muhadjir Effendy

4. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi: Luhut B Pandjaitan

5. Menteri Pertahanan: Prabowo Subianto

6. Menteri Sekretaris Negara: Pratikno

7. Menteri Dalam Negeri: Jenderal (Pol) Tito Karnavian

8. Menteri Luar Negeri: Retno LP Marsudi
9. Menteri Agama: Jenderal Fachrul Razy

10. Menteri Hukum dan HAM: Yasonna Laoly

11. Menteri Keuangan: Sri Mulyani

12. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Nadiem Makarim

13. Menteri Kesehatan: dr Terawan

14. Menteri Sosial: Juliari Batubara

15. Menteri Tenaga Kerja: Ida Fauziyah

16. Menteri Perindustrian: Agus Gumiwang Kartasasmita

17. Menteri Perdagangan: Agus Suparmanto

18. Menteri ESDM: Arifin Tasrif
19. Menteri PUPR: Basuki Hadimuljono

20. Menteri Perhubungan: Budi Karya Sumadi

21. Menteri Komunikasi dan Informasi: Johny G Plate

22. Menteri Pertanian: Syahrul Yasin Limpo

23. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: Siti Nurbaya

24. Menteri Kelautan dan Perikanan: Edhy Prabowo

25. Menteri Desa dan PDTT: Abdul Halim Iskandar

26. Menteri ATR/Kepala BPN: Sofyan Djalil

27. Menteri PPN/Kepala Bappenas: Suharso Monoarfa

28. Menteri PAN-RB: Tjahjo Kumolo
29. Menteri BUMN: Erick Thohir

30. Menteri Koperasi dan UKM: Teten Masduki

31. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: Wishnutama

32. Menteri PPA: I Gusti Ayu Bintang Darmawati

33. Menristek Bambang Brodjonegoro

34. Menteri Pemuda dan Olahraga: Zainudin Amali

35. Kepala Staf Kepresidenan: Moeldoko

36. Sekretaris Kabinet: Pramono Anung

37. Kepala BKPM: Bahlil Lahadalia

38. Jaksa Agung: Burhanudin

(Pos-Kupang.com / Agustinus Sape ) 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved