Kisah Pelaku dan Korban Pembantaian Massal Pasca G30S/PKI 1965: Mereka Ditembak dari Belakang
terjadi pembantaian massal terhadap masyarakat tertuduh sebagai anggota atau antek-antek PKI. Diperkirakan 500 ribu orang terbunuh lalu dikuburkan
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Kalau dia bangkit lagi, nyata, banyak, malah bagus: kami bersihkan lagi. Lebih bersih dari tahun 1966. Karena apa? Karena itu bertentangan dengan Pancasila.
Kalau dia besar lalu menang, saya pasti yang dibunuh dan yang dibunuh pasti lebih banyak lagi.
Akan lebih banyak (darah tertumpah) nanti, kalau dia bangkit kembali dan nyata di lapangan. Kami akan menghadapi itu lebih bersemangat lagi. Walaupun saya sudah umur 76 semangat saya seperti tahun 65.”
Martono: "Saya tak mampu gali kubur, jadi saya buang ke bengawan"
Martono mengaku dia menjadi korban sekaligus pelaku.
“Jadi semua organisasi waktu itu saya enggak seneng, (organisasi) politik maupun agama waktu itu. Saya enggak seneng, soalnya saya teknik.
Dan waktu itu keluarga saya betul-betul miskin. Tetapi saya kelihatan menonjol karena teknik saya, (jadi sering dipanggil untuk) pengaturan tata ruang listrik (di kantor-kantor mereka), karena ahlinya itu saya. Kadang-kadang (saya dipanggil) PNI, kadang-kadang NU, kadang-kadang Masyumi, kadang-kadang PKI. Nah kebetulan yang terakhir itu PKI.
Sehingga apa ya… kalau fitnah ya monggo, kalau curiga ya monggo, terserah. Nyatanya saya ditangkap oleh serombongan RPKAD dan orang yang berpakaian ninja.

Ditangkap, targetnya dibunuh kok, saya harus mati kok. Golongan saya golongan yang harus dimatiin gitu lho. Disiksa untuk ngaku, saya tuh PKI atau bukan, saya enggak pernah ikutan organisasi apapun. (Ditanya) kamu bagaimana gerakannya? Lha saya enggak tahu. Disetrum, (tapi saya kuat, sampai sekarang) bisa membuktikan. Bukan karena saya anti-setrum, tetapi karena waktu itu profesi saya ya dari listrik, las, sehingga tahan setrum.
Karena berkali-kali disetrum dan enggak mati-mati, akhirnya saya dilepaskan. Tetapi dengan syarat harus membuang mayat-mayat yang mereka bantai. Mereka itu namanya tim Opsus, terdiri dari AURI, RPKAD, Angkatan Darat, Brimob, CPM dan Partai Politik.
Minimal tiap hari dua orang (yang saya buang mayatnya). Kalau malam Minggu kadang-kadang ya bisa 20 orang, 25 orang.
Karena untuk menggali ‘kan saya enggak mampu, akhirnya saya buang ke bengawan. Ada tempatnya, namanya Mbacem, nah di situ tiap hari.
(Jumlah yang saya buang) hitung sendiri, matematikanya situ kan tahu. Minimum sehari dua, kalau Minggu atau malam Minggu ada 40an. Jadi digabung saja, malam Minggu dan Minggu sekitar 40an kali dua tahun.”
Supomo: "Mereka saling memperebutkan saya untuk dibunuh"
Dia mengaku dia adalah tahanan politik yang tidak bersalah