Kisah Pelaku dan Korban Pembantaian Massal Pasca G30S/PKI 1965: Mereka Ditembak dari Belakang
terjadi pembantaian massal terhadap masyarakat tertuduh sebagai anggota atau antek-antek PKI. Diperkirakan 500 ribu orang terbunuh lalu dikuburkan
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Pada saat yang hampir bersamaan, di Jakarta, Menko Polhukam Luhut Pandjaitan memberi keterangan pers. Wartawan BBC menggunakan kesempatan itu untuk menanyakan kejadian yang kami alami di Pati.
“Memangnya kenapa?” tangkis Luhut waktu dikabarkan, bahwa tim BBC terus menerus dibuntuti aparat.
“Bukankah itu berlebihan?” Tanya wartawan kami.
“Ah, tidak, itu biasa saja,” tandas Luhut.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan penyelidikan tentang apa yang terjadi menyusul Peristiwa 1965-1966. Sejumlah menteri senior di kabinetnya pun secara terbuka bertemu dengan korban dan mantan tahanan politik. Muncul pembicaraan tentang upaya mencari dan menggali kuburan massal korban Peristiwa 1965-1966.
Reaksi balik berlangsung cepat. Terjadi penggerebekan di toko-toko buku yang menjual buku yang dianggap kiri, pembubaran sejumlah diskusi tentang Marxisme atau yang dituding berhaluan kiri di universitas-universitas oleh beberapa ormas agama dan ormas pemuda.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu telah bertemu dengan kelompok-kelompok Islam garis keras dan mengatakan kepada mereka untuk bersiap melawan komunis, dan memperingatkan bahwa pertumpahan darah bisa terjadi lagi.
Wajah-wajah dalam sejarah
Kami menjumpai sejumlah orang yang kisahnya pada masa lalu masih menimbulkan perbedaan pendapat di Indonesia.
Burhan Kampak: "Kalau bangkit lagi, kami bersihkan lagi"

Burhanuddin alias Burhan Kampak adalah Ketua Forum Anti Komunis Indonesia (FAKI) di Yogyakarta. Pada peristiwa 1965 dia mengaku telah membunuh banyak orang. Dan dia bangga.
"Di Yogya dulu itu PKI paling besar, walaupun secara organisasi, yang benar anggota punya kartu PKI, tidak banyak. Mereka simpatisan atau pengurus-pengurus itu di kampung-kampung. Pada pemilihan umum tahun 1955, pemilihan umum yang pertama yang dilakukan Indonesia, PKI sangat besar hasilnya di sini.
Kami menghadapi mereka di Yogya tahun 1965 akhir sampai tahun 1966: seperti keadaan perang di sini waktu itu. Kalau malam sunyi sepi enggak ada orang yang berani keluar, yang keluar ya kita-kita ini dan mereka (kaum komunis) yang keluar. Kita berhadap-hadapan.
“Angkat tangan! Berbaris! Kami lalu menyelidiki mereka. Saya membuat senjata sendiri. Ada palu untuk menghantam mereka. Saya juga punya parang sepanjang dua meter. Militer melatih kami dan saya diberikan senjata.”