Kisah Muhammad Zainuddin Warga Timor Leste yang Mengungsi ke Noelbaki Setelah 20 Tahun Referendum
Negara Timor Leste baru saja memperingati 20 tahun pelaksanaan Referendum atau Jajak Pendapat, Jumat (30/9/2019).
POS-KUPANG.COM - Negara Timor Leste baru saja memperingati 20 tahun pelaksanaan Referendum atau Jajak Pendapat, Jumat (30/9/2019).
Referendum atau Jajak Pendapat yang berlangsung 30 Agustus 1999 memenangkan opsi merdeka untuk Timor Timur dari Indonesia, yang diumumkan PBB pada 4 September 1999.
Hasil Referendum atau Jajak Pendapat itu telah memicu konflik dan memaksa ribuan warga meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka seluruhnya demi setia untuk pindah ke wilayah Indonesia. Namun kesetiaan mereka bagai bertepuk sebelah tangan, karena di Indonesia mereka ditelantarkan.
Dua puluh tahun terentang, tidak mengurangi sedikitpun kenangan Muhammad Zainuddin (27) mengenai hari terakhir dirinya menjejakkan kaki di tanah kelahirannya Dili pada 1999 lalu, ketika dia masih berusia 5 tahun.
"Saya ingat digendong sama mama, kami tidak bawa apa-apa, hanya berkas-berkas penting saja, hari itu bapak menaikkan kami ke truk menuju ke pengungsian di Noelbaki, dia tidak ikut, kami baru bertemu di tempat pengungsian. "
"Sampai di pengungsian Noelbaki, ibu berebut tempat dengan pengungsi lain," tutur Muhammad Zainuddin.

Sejak eksodus ke Nusa Tenggara Timur atau NTT, wilayah terdekat dengan Timor Timur (Timtim) ketika itu, Muhammad Zainuddin dan ibunya sempat pindah beberapa kali ke pengungsian lain, sampai tahun 2005.
Ia dan keluarganya akhirnya menetap di Panti Asuhan Asuwain Timor yang didirikan oleh ayahnya Ali Bin Don Duro untuk menampung anak-anak eks pengungsi Timor Timur yang berlokasi di Cilodong, Depok, Jawa Barat.
Sejak tahun 2000, Almarhum Ali Bin Don Duro, telah membawa lebih dari 500 anak-anak yatim dan dhuafa eks pengungsi keluar dari kamp pengungsian untuk dimukimkan dan disekolahkan di sejumlah pesantren dan panti asuhan di berbagai daerah, seperti Padang, Madura, Brebes dan Jawa Barat.
Mantan penyiar RRI Dili itu, wafat pada 2018 lalu dan dimakamkan di halaman depan panti asuhan miliknya. Kini panti asuhan Asuwain Timor yang bermakna pemberani dalam Bahasa Tetun dititipkan kepada putranya Muhammad Zainuddin Bin Ali Duro.

Di panti asuhan inilah sekarang Muhammad Zainuddin serta Ibunya, Nurhayati Usman, tinggal bersama sekitar 70 orang anak-anak eks pengungsi Timor Timur (Timtim), mualaf dan juga anak keluarga tidak mampu asal Timor.
Sore itu ketika berbincang dengan wartawan ABC Indonesia, Iffah Nur Arifah di halaman Panti Asuhan Asuwain, Muhammad Zainuddin yang berpeci putih mengaku meski telah dua dekade berlalu, hingga saat ini ia dan anak-anak Timor Timur yang tinggal bersamanya masih fasih berbahasa Tetun.
"Semua kami di sini masih fasih berbahasa Tetun, kami biasa menggunakannya sehari-hari, kami juga masih sering menyanyikan lagu kesukaan kami dalam Bahasa Tetun, O Doben, kekasihku," tuturnya.
Luka sosial pasca konflik belum pulih sepenuhnya
Bagi Muhammad Zainuddin, kenangan mengenai Timor Timur, memang tidak pernah luput di ingatan, dan tampaknya itu menjadi satu-satunya hal yang masih mentautkan dirinya dengan tanah kelahirannya yang kini telah berganti nama menjadi East Timor atau Timor Leste.