Opini Pos Kupang

Opini Pos Kupang 14 Mei 2019 : People Power atau Pester Power

Realitas sosial diisi hiruk pikuk suara dan argumentasi narasi politik people power sebagai jalan akhir dari sebuah penentuan tonggak estafet bangsa.

Editor: Ferry Jahang
KOMPAS.com/ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA
Foto dirilis Kamis (21/3/2019), memperlihatkan pekerja melakukan pelipatan kertas suara pilpres di Gudang KPU, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. 

People Power atau Pester Power
Oleh : I Putu Yoga Bumi Pradana
Pengamat Sosial dan Politik Universitas Nusa Cendana

AKHIR-akhir ini rakyat dibuat terusik, galau dan gelisah meratapi nasib masa depan
Indonesia.

Bukannya pemimpin yang galau melihat nasib rakyatnya, melainkan saat ini yang ada fenomena dimana rakyat yang galau melihat nasib kepemimpinan Indonesia pasca Pilpres 2019.

Realitas sosial diisi oleh hiruk pikuk suara dan argumentasi narasi politik people power sebagai jalan akhir dari sebuah penentuan tonggak estafet bangsa.

Narasi ini setidaknya cukup meresahkan dikarenakan dampak yang chaos yang mungkin ditimbulkannya.

People power bukanlah istilah baru di dunia. Istilah dan terminologi "people power" mengacu pada revolusi sosial damai yang terjadi di Filipina

sebagai akibat dari protes rakyat Filipina melawan Presiden Ferdinand Marcos yang telah berkuasa 20 tahun terutama diadakan di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA).

People power dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan tata kelola pemerintahan suatu negara dan mencegah terjadinya tirani kekuasaan.

Legitimasi utama people power bersumber dari nilai utama demokrasi dimana people got the power; rakyat-lah yang memiliki kekuasaan.

Setidaknya terdapat 3 (tiga) bentuk utama people power dalam perspektif demokrasi yaitu

pertama, people power melalui proses legal konstitusional seperti proses pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislative (pileg) atau pemilihan kepala daerah (pilkada).

Kedua, people power sebagai pressure group (kelompok penekan) atau interest group (kelompok kepentingan) sebagai wadah penyampaian aspirasi lewat parlemen,

biasanya dalam bentuk demonstran, gerakan-gerakan tagar, hashtag di media sosial atau tanda tangan petisi atau bahkan melalui kelompok Non-Governmental Organization (NGO)

dengan tujuan untuk mempengaruhi proses formulasi dan implementasi kebijakan. Ketiga, people power dalam bentuk gerakan-gerakan keras dan ekstra-parlementarian, biasanya dikenal dengan istilah revolusi.

Perbedaan bentuk people power kedua dan ketiga adalah people power sebagai pressure atau interest group masih memiliki kepercayaan pada legitimasi institusi negara dan pemerintah.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved