Berita Cerpen

Cerpen : Rindu Bertepi di Pucuk Bulan Cerpen Arnold Aliando Bewat

Malam ini aku lagi sendu menyibak rindu yang hilang dilepas waktu. Derai wajah itu merintik lagi dihantar gelap sang rembulan.

Penulis: PosKupang | Editor: Apolonia Matilde
ilustrasi/instagram web
Rindu Bertepi di Pucuk Bulan 

POS-KUPANG.COM|KUPANG - KISAH tentang sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta. Cinta tiadalah lebih agung dari permata tetapi lebih indah dari segalanya. Dengan kekuatan petir cinta sanggup membelah jiwa yang sedang kasmaran, lebih kuat dari segalanya bahkan sepleton kopasus sekalipun.

Cinta sanggup memaafkan tanpa mengenal rasa, rasa itu mengalahkan segalanya
bahkan sepi dan rindu sekalian. Cinta tidak lebih hebat dari sebuah pengampunan yang meluruhkan segala derita batin dan persoalan hidup, ia sanggup membawa sepasang pengantin untuk bersetubuh di atas sendu.

Cinta itu sederhana lebih sederhana dari embun yang sanggup membuat daun terpesona di kala fajar. Cinta itu diam, dia sanggup melebamkan kata menjadi bisu.

Bupati Agas Ancam Tutup Sekolah yang Jumlah siswanya Tidak Memenuhi Ketentuan

Cinta itu segalanya, ia ada dari sebelum, sejak, dan setelah dunia ini ada. Tapi cinta juga bisa membawa pergi dia dan tak meninggalkan jejak. Cinta juga kadang luka. Luka yang menghunus dia yang menanti, menanti dia yang tak kunjung pulang.
***

Malam ini aku lagi sendu menyibak rindu yang hilang dilepas waktu. Derai wajah itu merintik lagi dihantar gelap sang rembulan, sementara di luar sana angin segar meliuk risih, mungkin ia pergi untuk pulang. Cinta yang baginya terlahir dari rahim yang salah.

Kenangan tentang Lia-ku yang hilang dibawa ombak entah kemana, sudah dua tahun aku mencarinya tetapi kabar tak kujumpa, bahkan semua manusia telah kutanyai tapi hasilnya masih tetap yang sama yakni tiada. Itu kata yang tepat untuk mengatai ketiadaanmu Lia. Engkau tak tahu bahwa rinduku terus mengalun memecah malam yang sunyi. Jika bait suaramu itu adalah rasa.

Lia, aku ingin hanyut dan tenggelam di dalamnya biar mati, mati di reruntuhan rasa ini. Lia melupakanmu itu soal nanti, di mana aku harus sanggup melepaskan rautmu.

Tapi adakah aku pergi lelah begitu saja tanpa mengingat namamu. Rindu itu sulit sama sulitnya melepaskanmu Lia. Ia datang begitu saja dan tidak menghilang seketika, andai engkau tahu bahwa rindu itu berat sama beratnya mencintaimu maka pada akhirnya engkau memutuskan untuk kembali dan tidak menghilang dari pelukku.

Lia ingatkah engkau, kala fajar merekah di pantai Tanjung, soal deras air dari matamu yang meluruhkan marahku dan meredam begitu lekas. Sanggup membendung ombak yang ganas dan mencairkan suasana yang beku. Itu Lia yang dulu, bukan sekarang yang hilang tanpa jejak, bahkan serigala pun akan kembali meletakkan kepalanya pada bantal yang hangat tapi Lia tidak, ia hilang abadi.

Tapi mungkin juga engkau hilang ditelan rasa dia yang lain, jika itu benar biarlah yang ada padaku hanyalah sekelumit doa yang hinggap pada bibir. Itu kisah malam ini Lia.
***

Andi Arief Ditangkap, Partai Demokrat NTT Duga Ada Skenario Politik

Dua tahun yang lalu mengapa harus ada perjumpaan di tengah gerombolan manusia
yang menjinjing surat lamaran, untuk mencari jatah di sedikit ruang entah di mana saja yang penting mereka bisa diterima. Susahnya mencari pekerjaan di tempat yang
pengganggurannya lebih banyak ketimbang tempat kerja.

Kebetulan aku mempunyai seorang kenalan, sehingga ia merekomendasikan aku di salah satu kantor yang ada di jantung Kota Maumere dan puji Tuhan saya diterima.
Sudah dua minggu lebih aku bergabung di tempat itu dan rasanya aku semakin betah dan menikmati pekerjaan baruku ini. Indah bukan kepalang hidup ini jika kita selalu melewatinya dengan syukur dan terus membuntutinya dengan ketabahan akan segala yang terjadi.

Ruangan kerjaku tidak seluas ruang tamu rumah tetanggaku, mungkin hanya berukuran 3x3 meter dengan kamar mandi di dalam. Baru beberapa hari kerja, aku sudah ditugaskan untuk menyeleksi setiap perencanaan yang masuk dan itu hanya tambahan di luar pekerjaan pokokku yakni menginput data. Aku tidak tahu mengapa temanku menugaskanku di bagian itu, yang aku rasa tidak selaras dengan keahlihanku. Tetapi tidak apalah, lagian aku juga butuh pekerjaan, jadi tinggal menyesuaikan saja dan berusaha untuk mempelajarinya. Hari ini aku masuk agak lebih awal karena harus menyelesaikan beberapa laporan yang disodorkan pak Jaret kemarin.

Menurut Niko rekan kerjaku, pak Jaret adalah orang yang paling galak di kantor ini. Saya awalnya tidak percaya tapi saya amini saja perkataan Niko. Badan mulai penat dan aku mulai kelelahan untuk memulihkannya, aku kemudian mengajak Niko menghirup udara segar di warung kopi yang berhadapan dengan kantor.

Niko dengan segera mengamini permintaanku katanya dia juga kebetulan mau mengepulkan wajahnya dengan sebatang rokok yang telah menanti di saku kanan bajunya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved