Opini Pos Kupang
Mengubah Cara Berpikir yang Salah Mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan
Berbagai kegiatan dilakukan mulai dari pawai, aneka lomba hingga sarasehan dan seminar. Namun pertanyaannya
Oleh drh. Maria Geong, Ph.D
Wakil Bupati Manggarai Barat
POS-KUPANG.COM - Pada tanggal 10 Desember 2018 kita telah mengakhiri rangkaian 16 hari kampanye internasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Berbagai kegiatan dilakukan mulai dari pawai, aneka lomba hingga sarasehan dan seminar. Namun pertanyaannya, apakah dengan peringatan seperti ini kasus kekerasan terhadap perempuan akan semakin menurun?
• Ramalan Zodiak Jumat 11 Januari 2019, Capricorn Romantis, Gemini Sibuk, Scorpio Penuh Cinta
• Wah! Member BTS Punya Replika Dalam Bentuk Boneka Imut, Ini Penampakannya
• Jadi Drama Korea Pertama yang Tayang di Youtube, Ini 4 Fakta Drakor Top Management
Nyatanya, walaupun peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan kita rayakan dengan meriah setiap tahunnya, angka kekerasan terhadap perempuan tetap saja tinggi. Ini berarti bahwa ada yang salah pada diri kita, apakah kebijakannya, penegakan hukumnya atau malah cara pandang kita yang salah.
Tulisan ini ingin mengeksplorasi pemikiran penulis tentang cara pandang masyarakat yang keliru terhadap perempuan yang mengakibatkan masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan.
Banyak kasus yang tidak terlapor
Komnas Perempuan beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa angka kekerasan pada perempuan di Indonesia pada tahun 2017 telah mencapai angka 348.446 kasus. Jumlah ini melonjak tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai 259.150 kasus.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia juga mencatat bahwa hingga tahun 2015, telah terjadi 11.343 kasus kekerasan terhadap tenaga kerja perempuan Indonesia di berbagai Negara.
Namun demikian, Komnas Perempuan mengakui bahwa jumlah kasus kekerasan sebagaimana disebutkan di atas adalah kasus-kasus kekerasan yang terlapor dan tercatat di lembaga-lembaga resmi.
Nyatanya, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak terjadi di tengah masyarakat yang tidak terlapor. Beberapa waktu lalu kita mendengar ada tenaga kerja perempuan asal NTT yang meninggal dunia akibat kekerasan majikannya.
Kita juga tentu belum lupa berita-berita pemerkosaan yang terjadi di angkutan umum di beberapa kota besar di Indonesia dengan modus yang beragam.
Tidak hanya di angkutan umum. Pemerkosaan dan pelecehan seksual juga banyak terjadi di tempat-tempat lain baik jalanan, kantor, kampus, bahkan di rumah. Korbannya pun beragam, ada mahasiswi, karyawati, hingga ibu rumah tangga. Tidak peduli juga apa profesi mereka, pakaian seperti apa yang digunakan. Kerentanan masih terus dialami perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan nyatanya tidak hanya berupa pemerkosaan atau pelecehan seksual. Kekerasan juga terjadi dalam jenis lainnya, baik kekerasan fisik, psikis, maupun ekonomi.
Seorang sahabat pernah menceritakan tentang bapa dan kakak laki-lakinya yang gemar main tangan (memukul) terhadap ibu, dirinya dan adik-adik perempuannya. Seorang remaja juga pernah menceritakan pengalamannya dalam berpacaran di mana kerap diintimidasi dan dilarang melakukan hal-hal yang ia suka. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kekerasan lainnya yang dialami perempuan.
Cara pandang yang salah