Berita Regional
Gubernur DIY Minta Maaf Atas Insiden Pemotongan Salib Kubur Warga Kotagede Yogyakarta
Kepada Bu Slamet maupun kepada Vikep, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dari peristiwa yang ada ini
"Mohon doanya pejabat pemerintah dan warga non Muslim yang saya kasihi. Hi, Jogja, How are You? " demikian tertulis dalam unggahan tersebut.

Penjelasan warga
Bedjo Mulyono, seorang tokoh masyarakat di Purbayan, Kotagede, bercerita, hari itu, pada hari meninggalnya Slamet, para tetangganya langsung berdatangan begitu mendengar kabar duka tersebut.
Mereka membantu mempersiapkan berbagai hal, baik di rumah duka maupun di pemakaman.
"Warga Muslim di sini datang membantu, ya mulai menyiapkan tikar, tenda, hingga sound system. Bahkan warga Muslim juga membantu menggali kubur," tuturnya saat ditemui Kompas.com, Selasa (18/12/2018).
Keputusan untuk memakamkan almarhum di pemakaman Jambon Purbayan, pemakaman warga Muslim, juga mengalir begitu saja. Keluarga sepakat, warga juga tak keberatan karena Slamet adalah warga setempat.
"Boleh dan warga tidak keberatan dimakamkan di sana, meski almarhum non-Muslim dengan catatan tidak boleh ada simbol, lalu posisi makam di pinggir agar tidak ada simbol ya dipotong," ungkap Bedjo.
"Keluarga ditanya tidak masalah dan tidak keberatan. Jadi itu sudah ada kesepakatan antara warga dan keluarga. Pemakaman juga berjalan lancar tidak ada masalah," tambahnya kemudian.
Slamet, lanjut Bedjo, dikenal sebagai pribadi yang baik oleh para tetangganya di RT 53. Hubungan almarhum semasa hidupnya dan keluarga dengan warga juga sangat baik. Dia dikenal aktif dalam kegiatan bersama para tetangganya.
"Hubungan Pak Slamet dengan warga baik, tidak ada masalah. Pak Slamet melatih paduan suara juga. Di sini (Purbayan) ada tiga RW, mayoritas Muslim, yang non-Muslim ada tiga rumah, dan hubungannya baik," ungkapnya kemudian.
Oleh karena itu, Bedjo membantah bahwa telah terjadi aksi intoleransi di wilayah tempat tinggal mereka seperti yang disebutkan di media sosial.
"Di sini memang mayoritas Muslim, tetapi toleransi. Tidak benar kalau dikatakan tidak toleransi," ujar Bedjo.
Bagaimana dengan cerita adanya larangan pembubaran doa arwah di rumah duka?
Ketua RW 13 Purbayan, Kotagede, Slamet Riyadi, membantah telah terjadi pemaksaan pelarangan atau pembubaran doa arwah di rumah duka. Warga sudah memiliki kesepakatan untuk tidak menggelar ibadah di rumah-rumah.
"Tidak ada pemaksaan. Kesepakatan warga kalau ada ibadah, dimohon untuk tidak di sini tetapi dialihkan. Terus pada malam hari dilaksanakan di Gereja Pringgolayan dan sudah kesepakatan dengan keluarga juga," ungkap Riyadi.
Riyadi menuturkan alasannya meminta agar ibadah doa arwah dipindahkan adalah demi menjaga kerukunan karena warga Purbayan RT 53/RW 13 di Kotadede mayoritas beragama Islam.