Cerpen
Panggilan Bukit Babel Cerpen : Simpli Ridi
Ya! Suara mereka mampu menembus nirwana dan Sang Khalik mungkin sedang terusik oleh ria yang penuh.(cerpen : Simpli Ridi)
Penulis: PosKupang | Editor: Apolonia Matilde
PESONA negeri bukit yang indah sungguh menyapa lautan malam. Alam kian terlelap dalam mimpi, sedang suara si jago melengking bersama nyanyian jangkrik. Rupanya senandung pujian kedua makhluk berbeda itu bersarang di telinga sang dewi.
Ya! Suara mereka mampu menembus nirwana dan Sang Khalik mungkin sedang terusik oleh ria yang penuh. Itulah cerita malam yang menawan dan terpandang estetis.
Sang fajar belum saja tersenyum dari ufuk timur setelah penantian para petani sudah melelah. Waktu terus berujar.
• Ini Kendala DLHD Kabupaten Ende Dalam Mengatasi Sampah
Berjuang untuk menghadirkan fajar kepada alam. Setelah sekian detik terlewatkan. Terdengarlah riak-riak asing di antara deru sepoi di sekujur jagat. Hari telah pagi.
Tetapi...
Adegan pagi itu tidak sempat terdengar oleh para pertapa yang masih khusuk dalam semadi. Mereka selalu ingin menuai sejuta bijak dibalik diam dan batin.
Mentari perlahan merangkak pada gulungan ombak. Tertatih. Datang menghampiri bukit mungil itu. Bukit Babel namanya. Tempat yang selalu menjamin kerinduan para pertapa. Kala sinar mentari mulai membelai kulit pertapa-pertapa itu dengan pagutan pertamanya, mereka pun tersium dalam rasa natural bahwa mereka sudah tiba di penghujung malam.
Sentuhan pertama mentari selalu menandai pagi bagi mereka. Para pencari Tuhan itu saling menyapa lewat senyum dan diam. Energi jiwa begitu membias dan terserap satu-sama lain. Itulah kedamaian nan mendalam dari hati yang utuh dengan sejuta makna.
Yaa, hati yang tersimpan dalam tubuh sang pertapa. Bersama sinar mentari yang belum mampu memecahkan ceceran butiran embun pagi di taman, ketulusan hati sang pertapa kian sarat damai nan gembira.
• Wings Air Buka 6 Rute Penerbangan Makasar-NTT-NTB
Lantas, mereka mulai menganyam indah hari itu dengan berbagai rentetan aktivitas. Rutinitas mereka bagaikan sulaman benang-benang berwarna yang memberikan kontras menawan pada dunia yang tidak saja selesai dengan perkara akal, tetapi mempertenggangkan prinsip hati. Betapa, hidup mereka jauh dari kelogisan akal manusia.
Desakan badani yang mencirikan kepenuhan kodrat jasmaniah manusia, menjadi kerdil dan menghilang dalam pengabdian pada kemurnian yang seluruh.
Begitupun dengan keegoisan yang merupakan bagian dari kehendak. Patah terkulai, dan menjadi hambar oleh keakraban yang sempurna dengan ketaatan. Kekayaan, posisi, kesuksesan dan predikat yang dianggap suci oleh dunia, menjadi profan bagi mereka oleh karena pengabdian yang total pada kemiskinan.
Bukan saja pada taraf misteri kaul-kaul ini. Di bukit Babel itu juga, corak kehidupan kontemplatif menjadi sahabat akrab para pertapa.
Idealnya kehidupan di negeri pertapaan ialah menempa diri sebagai seorang pribadi yang kerdil di hadapan Sang Khalik, sembari mencari kebijaksanaan dengan mempersembahkan seluruh hidup sebagai hamba pendoa bagi sesama dan dunia.
Para pencari Tuhan tidak mengizinkan perkara duniawi untuk menjamah penghayatan jiwa raga mereka.
Dalam berbagai aktivitas seperti membuat kerajinan tangan, membajak lahan kering dan menulis buku-buku rohani, merupakan aksi dari kontemplasi mereka yang mendalam. Satu prinsip yang menjadi pegangan hidup bersama yakni melakukan hal yang sama secara bersama-sama. Upahan yang mereka capai adalah keheningan jiwa dan kebijaksanaan hidup dari berasketis dan bermati raga. Itulah kisah tempat mungil, bukit Babel para pertapa. Bukit Babel. Adalah dunia yang membalikkan kenyataan duniawi.
• Pasca Kecelakaan Di Taiwan Begini Kondisi Para Member BTS, Ada Yang Terluka?
***
Bunyi alarm yang panjang membangunkan Bryan yang terlelap di atas ranjang. Ternyata kekuatan malam telah menghipnotisnya dalam pesta-pora dan mabuk-mabukan yang berlebihan sampai tubuhnya terbaring lelap tanpa sadar melewati malam hingga matahari muncul dan bertegak lurus di atas genteng gubuknya.