Opini Pos Kupang
Sekolah, Solidaritas dan Kecerdasan
Menggagas sekolah bermutu tetap harus diperjuangkan, sedikit demi sedikit, untuk sebuah pembaharuan dan
Catatan Kecil Evangelii Gaudium
Oleh Louis Jawa
Staf Pendidik SMAK St Gregorius Reo, Manggarai, Flores
POS-KUPANG.COM - Majelis Pendidikan Katolik (MPK) Keuskupan Ruteng telah membangun diskusi intens tentang pendidikan dalam dua kali workshop (17 Mei dan 25 Juli 2018) bertemakan Mewujudkan Peradaban Kasih di Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) dan Penguatan Pendidikan Karakter di Lembaga Pendidikan Katolik.
Seminar ini menghadirkan para ketua yayasan dan kepala sekolah yang bernaung di bawah MPK, dengan pembicara (narasumber utama) adalah Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Pastor Darmin Mbula,OFM.
Ada dua hal yang menarik dalam diskusi dan bagi rasa pada waktu itu. Pertama, tema peradaban kasih sebagaimana diperjuangkan oleh Paus Fransiskus harus nyata dalam visi misi LPK.
Sekolah harus bisa menjadi kabar baik dalam sukacita kristiani yang membebaskan dan menyelamatkan. Kecerdasan yang diagung-agungkan tidak boleh membuat peserta didik kehilangan kepribadiannya, jauh dari keyakinan imannya serta menjadikannya terasing dari masyarakat.
Baca: Bersiap, Intip Ramalan Zodiak Besok Sabtu 11 Agustus 2018. Capcricorn Jangan Egois
Kelemahan intelektual pun tidak boleh dianggap sebagai sebuah kehancuran peradaban, dengannya menghalalkan segala cara, untuk mencapai keberhasilan semu dan penuh kelicikan sistematis.
Kedua, penguatan input dan proses melalui sejumlah strategi manajemen sekolah yang tepat sasar.
Seminar pendidikan ini sungguh menghadirkan inspirasi luar biasa ketika yayasan dan kepala sekolah bertukar ide dan berbagi rasa, betapa masih banyak sekolah Katolik yang masih mengalami persoalan dengan tunggakan uang sekolah, jumlah murid yang semakin berkurang, sekolah yang hanya menampung murid pindahan serta lemahnya keteladanan pemimpin dalam lingkup satuan pendidikan (satdik).
Menggagas sekolah bermutu tetap harus diperjuangkan, sedikit demi sedikit, untuk sebuah pembaharuan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Searah dengan begitu banyak harapan tentang pendidikan yang berkualitas, kita pun masih dihadapkan pada lingkaran maut ini: kemiskinan, ketidakadilan dan kekerasan yang melanda masyarakat kita.
Kita susah keluar dari lingkaran maut ini, justru ketika sedang dihantam oleh sejumlah stigma yang tidak sedap: Provinsi terkorup dan terkebelakang dalam pencapaian mutu pendidikan nasional. Sanggupkah kita membenah sektor pendidikan dengan lebih serius dalam konteks masyarakat seperti ini?
Baca: Ayahnya Sakit Kanker, Artis Drakor Winter Soneta, Park Yong Ha Memilih Bunuh Diri, Tragis!
Ketika sekolah-sekolah di Provinsi lain sudah bergerak sangat maju, bahkan sampai pada tingkat penerapan high level, kita masih terbelenggu oleh sarana prasarana yang jauh dari harapan, mentalitas pendidik yang tidak tekun dan disiplin serta birokrasi yang koruptif.
Dalam proses dialektika berpikir tentang menggagas sekolah bermutu, beriman dan berkarakter, dibutuhkan upaya pencerdasan yang seimbang, agar tidak hanya menjadi privilese sekolah-sekolah yang boleh disebut sebagai sekolah primadona atau favorit.
Ada tiga hal penting yang bisa digarisbawahi. Pertama, identifikasi persoalan yang menjadi kegelisahan publik ketika idealisme kecerdasan hendaknya menjadi milik banyak orang, termasuk orang miskin.
Kedua, konsep marginalisasi orang miskin di sekolah bermutu berdasarkan pandangan para pemerhati pendidikan. Sebagai peserta Lokakarya Nasional Pendidikan di Ende pada tahun 2016, saya merasa terinspirasi oleh gagasan Ketua MNPK tentang pentingnya peradaban cinta kasih dalam Lembaga Pendidikan Katolik.