Potensi Tanaman Pangan NTT Belum Dikelola Maksimal, Begini Penjelasannya

Dari beberapa subsektor tersebut, tanaman pangan (padi dan palawija) menjadi komponen terpenting dalam menjaga

Editor: Dion DB Putra
pos kupang/edy bau
ilustrasi 

Bahkan secara khusus ada target terukur yang dapat diawasi bersama oleh seluruh elemen masyarakat terkait dengan pembangunan di sektor pertanian.

Beberapa target terukur pemerintah pusat dalam meningkatkan hasil produksi pertanian adalah dengan membangun dan meningkatkan layanan jaringan irigasi 1 juta hektar (Ha), merehabilitasi 3 juta Ha jaringan irigasi untuk mengembalikan layanan irigasi, beroperasinya dan terpeliharanya jaringan irigasi 7,3 juta Ha, serta membangun 49 waduk baru.

Untuk wilayah NTT, pemerintah pusat berencana membangun 7 waduk (bendungan) "raksasa" di berbagai lokasi. Waduk tersebut dibangun dengan tujuan meningkatkan produksi hasil pertanian, sebagai sumber air baku, pembangkit listrik, bahkan dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat wisata.

Biaya untuk membangun 7 waduk tersebut mencapai angka yang fantastis yaitu mencapai Rp 5,9 triliun.

Dari 7 waduk atau bendungan yang direncanakan, yang telah selesai dibangun dan diresmikan Presiden Joko Widodo di awal tahun 2018 adalah Bendungan Raknamo.

Bendungan "megah" ini berlokasi di Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Kehadiran Bendungan Raknamo diharapkan dapat mengatasi permasalahan klasik rendahnya tingkat produksi pertanian di NTT yaitu ketersediaan air.

Problem Data Pertanian

Salah satu isu penting agar pembangunan di sektor pertanian dapat direncanakan dengan tepat sasaran adalah dengan ketersediaan data yang lengkap dan akurat. Selama ini, kredibilitas data pertanian masih banyak diragukan oleh berbagai kalangan.

Menurut Kepala Subdirektorat Statistik Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik, Dr. Kadarmanto M.A, perlu adanya perbaikan mendasar dalam metode pengumpulan data produksi tanaman pangan.

Evaluasi berlapis, sinergi antar lembaga terkait, laporan mingguan secara online, maupun pengawasan dan dokumentasi di lapangan merupakan beberapa cara untuk meningkatkan mutu dan kualitas data produksi pertanian.

Pembenahan data produksi tanaman pangan sangat mendesak untuk dilakukan karena nilai produksi yang setiap tahun terus meningkat hingga melahirkan klaim pemerintah akan adanya surplus. Hal ini terasa janggal karena pada faktanya banyak petani di berbagai wilayah yang mengalami gagal panen.

Bahkan permasalahan pertanian tanaman pangan di NTT sangat pelik. Dukungan yang kurang optimal dari pemerintah setempat, masalah ketersediaan air, metode bercocok tanam yang masih tradisional, serangan hama, bibit yang ditanam bukan jenis unggul, hingga ketersediaan pupuk yang langka membuat petani NTT tidak mampu untuk meningkatkan hasil produksi pertaniannya.

Maka akan sangat mengherankan apabila berdasarkan laporan nilai produksi pertanian tanaman pangan terus meningkat setiap tahun. Padahal kenyataannya di lapangan banyak petani yang "menjerit" karena hasil produksinya tidak sesuai harapan akibat menghadapi begitu banyak kendala dan keterbatasan.

Harus diakui secara jujur jika tingkat kesejahteraan petani di NTT masih sangat memprihatinkan. Sektor pertanian adalah peyumbang terbesar denyut nadi perekonomian daerah ini dengan kontribusi tertinggi bagi pembentukan nilai PDRB.

Akan tetapi, sebagian besar masyarakat NTT yang terkategori miskin adalah mereka yang sehari-harinya bekerja di sektor pertanian. Sebuah kondisi yang sangat kontradiktif tetapi nyata terjadi di NTT.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved