Rahasianya Sirih Pinang dan Bisikan Maut, Kisah Matheus Putra Sumba NTT Hidup Bersama 12 Istri
Mereka rukun, kompak dan saling menyayangi. Tidak cemburu meski Matheus lebih sering bersama istri ke-12 tahun-tahun terakhir.
Meski nyatanya telah 12 kali menikah, Matheus mengaku tak pernah punya niat berpoligami. Semua terjadi karena murni jatuh hati, juga menolong keluarga yang susah, dan juga menambah tenaga kerja untuk menggarap kebun-kebun miliknya.
Berhektar tanah, kata Matheus, dapat dikerjakan bersama. Apalagi sekarang masing-masing istri dan anak-anaknya mengurus kebun sendiri-sendiri.
Adakah keingininan Matheus menikah lagi? Ia menolak, karena telah membuat pemulihan atau gelar pesta adat sebagai bentuk pertobatan.
Ia merasa capek juga menjawab pertanyaan orang yang ingin tahu rahasia kejantanannya. Pasalnya, ia tak punya ajimat atau pun ramu-ramuan khusus untuk vitalitasnya sebagai pria.
Menurutnya, yang dilakukan selama ini hanyalah menjaga kebugaran fisik dengan berjalan kaki pagi hari, lalu tiba di rumah mandi air dingin. Juga makan cukup gizi dan sayur mayur.
Utamakan Pendidikan Anak-anak

Anak dan Cucu Matheus
Kini ada 52 anak Matheus dari perkawinannya. Mereka telah besar dan sebagian bisa mencari nafkah sendiri. Tapi sewaktu mereka masih kecil, jumlah anak yang banyak sekali itu tentu memusingkan kepala Matheus.
Tapi dari ceritanya, ia tetap optimis. Dan kebetulan fisiknya juga masih kuat, sehingga kuat bekerja keras di kebun. Dasarnya, dia juga tak pernah bisa diam. Selalu saja ada yang dibuatnya untuk menambah penghasilan bagi keluarga.
Meski memiliki banyak anggota keluarga, mereka tak pernah kelaparan. Kebutuhan keluarga selalu tercukupi dengan hasil panen sebanyak 12-15 lumbung padi. Ini yang membuat keluarga mereka bertahan.
Di samping menanam padi sendiri, mereka juga beternak angsa, ayam, babi, kambing dan kerbau. Tidak banyak kawanan ternaknya, tapi cukuplah untuk menghidupi keluarga.
Dengan hasil ternaknya, kebutuhan keluarga akan gizi juga dapat dipenuhi. Mereka juga berkebun cendana, jati dan mahoni yang diketahui memiliki nilai jual yang baik.
Pengelolaan semua itu tak lagi menjadi tanggung jawab Matheus, tetapi telah diteruskan `tongkat estafet'nya kepada anak-anak yang telah besar dan dinilainya mampu menangani pekerjaan berat itu. Anak-anak bertanggung jawab membantu ibu masing-masing.
Sementara gajinya sebagai kepala desa dipegangnya sendiri. Itu ditujukan untuk membiayai kebutuhan keluarga bila terjadi hal-hal yang tidak terduga. Misalnya, ada istri atau anak yang sakit, Matheus yang membiayai pengobatannya.

Matheus dan istri