Pentas Seni FE UKAW Kupang, Mari Lestarikan Budaya NTT
Penyanyi lainnya, Lin Puka mengaku sebelum tampil ia dan kawan-kawan sempat gugup dan tidak percaya diri.
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Agustinus Sape
Senyum sumringah tampak di raut wajah mereka.
Riuh dan tepuk tangan penonton gemuruh terdengar memecah suasana hening halaman kampus malam itu.
Mahasiswi asal Ambon, Winda Nofia Boymau, usai tampil mengaku persiapan mengikuti Pentas Seni selama empat belas hari dan sempat deg-degan sebelum tampil karena bagi dirinya sangat asing di malam itu.
"Menyanyikan lagu gandong e ingat keluarga, orangtua dan basudara di Maluku. Saya sangat terharu nyanyi," ungkap Winda gadis asal Ambon ini.
Ia mengaku meskipun jauh dari orangtua. Saudara-saudara yang ada di Kupang ada bersama mereka. Karena hubungan persaudaraan sangat erat.
"Biar jauh tapi kita satu gandong rasa tali persaudaraan sangat erat. Kami dari Ambon berbaur dengan siapa saja dikampus ini. Kami merasa satu gandong dan semuanya sangat luar biasa. Kita beda etnis tapi kita satu kesatuan yaitu Indonesia," ujarnya.
"Rasa persaudaraan tinggi karena kami datang dari latarbelakang berbeda dan menjadi bagian dari keluarga sendiri," ujar Winda.
Penyanyi lainnya, Lin Puka mengaku sebelum tampil Ia dan kawan-kawan sempat gugup dan tidak percaya diri.
"Awalnya gugup karena persiapannya tidak terlalu serius. Makanya agak gugup tapi kami kompak dan berhasil menampilkan yang terbaik," ujar Lin.
Lin Puka, mengaku senang bisa bergabung dengan etnis lain. Rasa asing juga dengan semua orang karena baru pertama kali dilaksanakan.
"Saya merasa cepat akrab dan perbedaan itu ada tapi dengan adanya kebersamaan begini kami merasa disatukan. Kami bisa merasakan makanan asal maluku mereka juga bisa merasakan makanan asal Flores Timur. Di situ kami sangat bangga kami bisa bersama," ujar Lin.
Mandri Nulci, mengaku kegiatan Pensi dan budaya adat daerah ini merupakan bentuk penghormatan kepada nenek moyang yang meninggalkan ada dan budaya pada generasi muda.
"Kita sebagai generasi muda tidak boleh melupakan ada dan budaya daerah. Karena itu ciri khas kita. Kita memang beda tapi kita satu nusa satu bangsa," ungkap Mandri.
Mandri mengaku bangga mengikuti parade budaya itu karena bisa mengetahui adat dan budaya daerah masing-masing di Nusa Tenggara Timur.
"Kita harus lestarikan adat dab budaya kita masing-masing. Bukan saja ada dari NTT yang ditampilkan tapi dari Maluku dan Timor Leste juga kami bisa lihat pada malam ini," ungkapnya.
Seorang penonton, Runita Rawa Mandapu, mengaku, senang bisa mengenakan kain dan budaya adat dari daerah masing-masing.
"Sangat penting bagi saya bagaimana mahasiswa memperkenalkan budaya daerah masing. Suasana kebersamaan kami rasakan disaat ini. Walaupun banyak yang belum paham akan adatnya sendiri," ungkap Runi. (*)