Paskah dan Tuntutan Keberpihakan

Di Eropa dan Amerika Utara yang ditanyakan adalah soal keberadaan Tuhan: Apakah Tuhan benar-benar ada

Editor: Dion DB Putra
zoom-inlihat foto Paskah dan Tuntutan Keberpihakan
Pos Kupang.Petrus Piter
Tablo Jalan Salib di Sumba Barat Daya, Jumat (25/3/2016)

Oleh Paul Budi Kleden, SVD
Rohaniwan Katolik, Tinggal di Roma

POS KUPANG.COM - John Sobrino, teolog berkebangsaan Spanyol yang telah puluhan tahun berkarya di El Salvador, pernah mengatakan bahwa perbedaan antara masyarakat Eropa dan Amerika Utara dengan masyarakat kawasan Selatan dunia adalah pertanyaan tentang Tuhan.

Di Eropa dan Amerika Utara yang ditanyakan adalah soal keberadaan Tuhan: Apakah Tuhan benar-benar ada, dan jika ya, apa buktinya. Ateisme atau agnostisisme menjadi pilihan di samping kesetiaan pada iman akan Tuhan. Orang bisa dengan tegas menyatakan diri sebagai orang beriman, atau menyebut diri sebagai yang tidak mempunyai alasan apapun untuk mnengakui bahwa Tuhan itu ada, atau orang meragukan kesanggupan manusia untuk mengenal Tuhan dan karena itu tidak memiliki sikap yang tegas.

Berbeda dengan dunia "Utara", masyarakat di belahan Selatan dunia tidak banyak dipusingkan dengan pergumulan mengenai eksistensi Tuhan dan usaha untuk membuktikannya. Yang jadi pertanyaan di Selatan adalah: Di pihak manakah Tuhan berpihak? Apakah Tuhan adalah nama lain dari kesuksesan dalam merebut kekuasaan saat suksesi, meraih jabatan di musim mutasi, meraup keuntungan dalam usaha, atau memanfaatkan kebodohan dan kemiskinan orang lain? Apakah Tuhan adalah Allah para penguasa dan pengusaha, yang memang juga pantas disembah oleh semua yang bermental bawahan dan oleh orang-orang miskin yang sudah selalu diajarkan untuk patuh?

Atau, yang mendapat perhatian Tuhan adalah mereka yang selalu kalah karena tidak mempunyai akses yang memadai ke pusat-pusat informasi dan kekuasaan, mereka yang sering disepelekan dalam serba perundingan karena tidak pernah memiliki posisi tawar yang memadai?

Paskah menunjukkan bahwa Tuhan tidak mengambil posisi netral di hadapan ketidakadilan dan proses penghancuran yang terjadi di dalam alam ciptaan dan di tengah sejarah umat manusia. Yang dirayakan saat Paskah adalah intervensi Tuhan ke dalam sebuah proses pengadilan yang memposisikan seorang kampung tak berdosa dari Galilea ke kursi pesakitan dan menghukum mati seseorang yang tidak berbicara lain selain kewajiban untuk saling menerima dan membantu dalam hidup, dan tidak berbuat lain selain merangkul mereka yang tersingkirkan karena derajat kesalehan, tingkat ekonomi atau garis keturunan yang tidak memenuhi standar atau menyimpang.

Yesus memang menunjukkan satu keberpihakan yang jelas dalam kata dan tindakan-Nya. Karena keberpihakan seperti ini, Dia dimusuhi dan singkirkan. Atas nama Tuhan orang mengeyahkan-Nya dari panggung kehidupan dan hendak menjadikan-Nya musuh semua orang, secara religius dan politis. Secara religius Yesus dituduh menghina Allah sebab menyebut diri-Nya sebagai anak Allah. Secara politis, karena Dia dianggap hendak mendirikan sebuah kerajaan yang menyaingi kedaulatan kekuasaan Romawi. Persekongkolan pejabat agama dan kekuasaan politik menghantar Dia yang memihaki orang-orang terpinggirkan dan hendak menempatkan mereka pada pusat perhatian, pada tiang gantungan.

Namun, Tuhan tidak rela kalau nama-Nya digunakan untuk membenarkan pembungkaman atas orang yang membicarakan kebenaran dan mempraktikkan solidaritas. Kebangkitan menunjukkan keberpihakan Tuhan kepada para korban ketidakadilan dan para pejuang keadilan yang terlampau sering didiamkan dengan beragam cara. Korban yang disalibkan di luar kota untuk jadi tontonan bagi orang-orang yang masuk kota sebelum hari raya, tidak berakhir sejarahnya dengan kematian.

Korban yang digantung pada salib yang dilengkapi dengan sebuah tulisan bernada sinisme: Inilah Raja Orang Yahudi, dibenarkan Tuhan sebagai hamba-Nya yang menjalankan kehendak-Nya secara patuh dan radikal. Korban yang dibungkamkan tidak dibiarkan Tuhan terus berada di luar perhatian. Dia dibangkitkan dan dengan demikian suara-Nya tidak dapat dianggap sepi dan tindakan-Nya tidak bisa lagi terus disembunyikan. Yang didepak ke dalam kegelapan kepalsuan kini tampil dalam benderang kebenaran.

Paskah mengajarkan bahwa keberpihakan kepada mereka yang disingkirkan adalah sikap dasar Tuhan. Tuhan memihaki mereka yang tidak berdaya sebab diperdaya baik oleh sistem yang menindas maupun oleh perilaku pribadi-pribadi yang membangun hidupnya di atas punggung orang lain. Karena itu, orang-orang yang mengimani Paskah perlu menyadari keharusan yang lahir dari iman tersebut. Orang yang mengimani Paskah mesti berani menerobosi kegelapan dunia para korban human trafficking dan para penderita HIV/AIDS, membongkar persekongkolan kelompok-kelompok yang mempekerjakan anak-anak dan menyuarakan perundingan-perundingan tersembunyi para koruptor dengan para penegak keadilan yang terlampau mudah mempermainkan rasa keadilan.

Dengan membangkitkan Yesus dari kematian Tuhan menunjukkan bahwa motif religius yang luhur ternyata gampang disalahgunakan untuk membenarkan ketidakadilan dan menutupi kebohongan. Kesalehan sekelompok orang dalam praktik ritual dan kepandaian mereka mengulang ajaran agama tidak boleh membutakan mata orang dari ketidakadilan yang dilakukan.

Dia yang dihukum karena dicap menghujat Tuhan dan mencemarkan kebesaran Allah ternyata dibuktikan sebagai Anak Allah sendiri.

Kasus-kasus kejahatan seperti perdagangan manusia dan korupsi tidak mengenal batas agama dan suku. Sulit ditemukan suku atau agama yang dapat mengklaim bahwa tidak ada warga dan umatnya yang terlibat dalam praktik penindasan atas orang lemah dan penyalahgunaan kekayaan publik. Keterikatan pada etnis tertentu dan ritual keagamaan yang patuh diikuti ternyata tidak selalu mempan menjadi pencegah kecendrungan manusia untuk memperkaya diri secepatnya tanpa memperhatikan norma moral dan aturan negara.

Namun, ketika orang berjuang menegakkan hak-hak para korban ketidakadilan dan human trafficking serta membongkar kasus-kasus korupsi oleh para pemeluk agama sendiri, sangat sering terdengar agar dicarikan penyelesaian yang tidak mesti mencoreng wajah para pemeluk agama yang saleh tersebut. Tidak jarang para tokoh agama berusaha membungkam para pejuang keadilan dengan argumen bahwa warga yang kebobrokan tindakannya dibongkar adalah umat beragama juga.

Misalnya, untuk mencegah pengungkapan kasus human trafficking yang dilakukan oleh seorang pengusaha yang amat rajin mengikuti kebaktian agamanya dan suka menyumbang untuk berbagai kegiatan keagamaan, sejumlah pejabat agama menyerukan agar dicarikan solusi damai, yang artinya tidak perlu mempersalahkan sang pengusaha.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved