Berita Kota Kupang
Miris! Tiap Hari Habiskan Dua Bal Tisu, Perut Yohanes Tetap Dikerubuti Lalat
Rambutnya yang ikal tampak panjang tak terawat. Demikian janggutnya yang beruban. Ia hanya mengenakan celana pendek bergaris lurik yang kusam
Penulis: Ryan Nong | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Minggu siang itu cerah seperti biasanya. Kami menuruni jalan setapak yang terletak di kiri jalan raya Fetor Funay, kira kira satu kilometer jaraknya dari gapura selamat jalan Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa Kota Kupang.
Tidak sulit memang menemukan rumah kecil yang lebih pantas disebut gubuk itu. Hanya berjarak 20an meter dari jalan raya, letaknya di RT.25/RW.05 Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa Kota Kupang. Suasana gubuk yang berdinding seng serta spanduk bekas dan tempat sekitarnya lengang. Pintu gubuk dari tripleks pun tertutup saat kami tiba.
Ancis, seorang rekan yang menjadi penunjuk jalan coba memanggil penghuni rumah. Setelah dua kali panggilan, pintu dibuka, tampak seorang laki laki baya terbongkok-bongkok berdiri di balik pintu. Tubuhnya kurus, tinggal kulit pembalut tulang. Tanpa mengenakan baju pula.
Rambutnya yang ikal tampak panjang tak terawat. Demikian janggutnya yang beruban. Ia hanya mengenakan celana pendek bergaris lurik yang kusam. Di bagian perutnya terlilit kain merah muda, yang di beberapa tempatnya tampak sudah menunjukkan flek.
Ia menyahut pelan, namun ramah terdengar. Mempersilahkan kami masuk, sambil ia berjalan tertatih dalam posisi membungkuk.
• Politisi Muda dan Kaum Muda Apresiasi Rekoleksi Pelayan Publik Katolik oleh Uskup Petrus Turang
• Serang Manusia, Tim BBKSDA NTT Amankan Dua Ekor Buaya di Desa Oni
• Wagub NTT: Bukan Kerajinan Tangan Tapi Kekayaan Intelektual Nenek Moyang. Intip Deretan Fotonya
Segera ia menepi, ke sisi tempat tidur dari kayu yang terletak rapat di pojok ruangan. Sebenarnya, itu bukanlah bentuk tempat tidur dalam artian yang sebenarnya, karena hanya berupa potongan balok yang diletakkan melintang dan dialasi tripleks dan spon lusuh. Penutupnya adalah kain kelambu yang warnanya telah memudar.
Ia mempersilahkan kami duduk di kursi, sedang ia di tepi "tempat tidur" itu. Entahlah, itu ruang tamu yang disulap menjadi kamar tidur pula buat Yohanes Apa Dosa (56), lelaki yang kini hanya menghabiskan seluruh waktunya di atas tempat tidur itu.
Ketika POS-KUPANG.COM mulai melempar tanya tentang hasil pemeriksaan terakhir yang dilakukannya beberapa hari lalu di Rumah Sakit Bhayangkara Kupang, lelaki yang dahulu berprofesi sebagai pemulung itu tampak emosional. Matanya mulai berkaca, namun keegoan lelakinya mengalahkan titik air mata yang mulai menggenang di bola matanya yang tua.
• BREAKING NEWS: Nelayan Hewa Hilang di Perairan Pantai Rako Wulanggitang
• Biasanya ke Pasar Ditemani Mama, Sekarang Muzdalifah Belanja Dikawal Brondong. Bikin Pangling Loh
• Dikenal Kaya Raya, Inilah Deretan Sumber Uang Keluarga Dita Soedarjo
• Pria Ini Lepas Tembakan, Gara Gara Tidak Mau Diingatkan Polisi Soal Aturan Lalin
Ia berkeluh, penderitaan yang melilitnya lebih dari satu tahun setelah melakukan operasi di RS Leona Kupang membuatnya seolah mati dalam hidup. Ia tak bisa lagi mencari nafkah untuk menghidupi isteri dan tujuh orang anaknya, bahkan hanya untuk bergerak dan beraktifitas kecilpun sulit. "Anak, saya langkah keluar mau kencing saja susah, jadi ini masih kencing di dalam botol," katanya.
Lubang di perutnya setelah operasi hingga kini belum mengering. Di sana, di lubang itu hampir setiap waktu keluar "kotoran" dari dalam perutnya. Kotoran yang seharusnya "dibuang" melalui saluran pembuangan di anusnya.
Di sana, setiap waktu dikerubuti lalat, juga aroma tak sedap yang menusuk indra penciuman. Di sana, setiap waktu ia harus berjibaku menutupnya dengan tisu, lalu melilitinya dengan kain untuk menahan kotoran itu tidak muncrat dan meluber kemana mana.
"Kadang kadang saya menangis sedih, saya lihat pertarungan yang dihadapi isteri dan anak-anak, hampir setahun dua bulan saya tidak bisa apa apa," ujarnya lirih.
Dalam kondisi sulit, ia masih berpikir tentang anak laki laki yang mengambil perannya sebagai pencari nafkah. Keluarganya yang sederhana, menghabiskan uang setiap harinya hanya untuk membeli tisu, itu yang utama dibanding sekedar membeli lauk pauk untuk menambah suplemen gizi baginyan ang sakit sesuai saran dokter.
• Wagub NTT: Bukan Kerajinan Tangan Tapi Kekayaan Intelektual Nenek Moyang. Intip Deretan Fotonya
• Bidan Desa Ini Ungkap Kelakuan Bejat Ayah Kandung. Begini Kisahnya
• Manajer Tim Repsol Honda, Alberto Puig Bilang Begini Tentang Valentino Rossi. Bikin Haru!
"Mau menangis, tidak bisa menangis. Mau teriak tidak bisa teriak, saya tersiksa dan tidak bisa buat apa apa dengan kondisi seperti ini. Saya ingin pulang saja ke Ende, lalu mati saja di sana, daripada di sini sengsara," keluh lelaki yang menginjakkan kaki di Kupang sejak 1994 silam.
Yohanes yang awal mulanya merasa kembung pada perut, kemudian diperiksa oleh dokter dengan vonis mengalami penyakit usus dan harus dioperasi itu lalu harus menerima kenyataan sengsara setelahnya karena tidak lagi bisa beraktifitas normal seperti sedia kala, termasuk memulung untuk menghidupi keluarganya.