Provinsi NTT Terkini
Peringati Hari Penerbangan Nasional: Wakil Rektor Undana Optimis Akan Lahir Habibie Baru
Di tengah laju teknologi global dan derasnya minat generasi muda pada industri digital, apakah Indonesia mampu melahirkan “Habibie baru".
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Apolonia Matilde
Meski mengagumi masa keemasan Habibie, Jefri sadar bahwa tantangan dunia penerbangan hari ini berbeda. Ia menyoroti pentingnya tata kelola industri penerbangan nasional, dengan mencontohkan kondisi maskapai pelat merah Garuda Indonesia.
“Selain teknologinya yang terus berkembang, kita juga perlu memahami bagaimana kompleksnya teknologi dalam bidang penerbangan. Garuda sudah melayani dengan baik, tapi masih ada tantangan terkait dengan tata kelola,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyoroti penerbangan perintis di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang menurutnya belum optimal. Penerbangan perintis seharusnya mendapat perhatian serius karena menjadi urat nadi konektivitas di negara kepulauan seperti Indonesia.
“Masih ada beberapa pulau atau daerah yang dilayaninya tidak seoptimal daerah yang lain, karena merupakan daerah terluar,” katanya.
Untuk melahirkan generasi penerus yang mampu berpikir sebrilian B.J. Habibie, Prof. Jefri menekankan bahwa dibutuhkan sistem pendidikan dan ekosistem riset yang berkelanjutan.
Menurutnya, kemajuan teknologi tidak bisa lahir dari ruang kosong, ia tumbuh dari ruang belajar yang hidup dan terbuka terhadap perubahan. Dalam pandangannya, ada tiga strategi utama yang harus ditempuh agar semangat Habibie tidak berhenti sebagai nostalgia.
Prof. Jefri menilai, dunia teknik bergerak begitu cepat, sementara banyak lembaga pendidikan justru berjalan di tempat. Kurikulum yang tak menyesuaikan dengan perubahan teknologi hanya akan membuat lulusan gagap menghadapi industri modern.
Oleh karena itu, pendidikan teknik perlu mampu menyesuaikan diri dengan arah riset dan inovasi terkini, agar mahasiswa tak sekadar menjadi pengguna teknologi, tetapi pencipta.
“Jadi ilmu yang dipelajari jika kita mau ada generasi muda yang memiliki kompetensi luar biasa di bidang industri penerbangan, maka kita sebagai dosen, sebagai guru itu harus melengkapi mereka dengan kurikulum yang adaptif dan sesuai perkembangan ilmu,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar pengajar tidak merasa puas dengan ilmu lama. Jangan sampai dosen atau guru merasa puas dengan bidang ilmu terkait, tapi mungkin ilmunya sudah ketinggalan zaman.
Menurut Prof. Jefri, ilmu teknik tidak bisa hidup tanpa eksperimen. Laboratorium adalah jantung dari pendidikan teknik, tempat ide diuji dan konsep diwujudkan.
Namun, banyak kampus, terutama di daerah, masih terbatas alat dan sarana untuk riset yang memadai. Ia menilai, jika Indonesia serius ingin mencetak insinyur kelas dunia, maka investasi pada laboratorium harus menjadi prioritas nasional.
“Karena kita mempelajari bidang ilmu teknik ini harus banyak bersentuhan dengan eksperimental dan simulasi yang membutuhkan alat-alat laboratorium yang cukup memadai,” ujarnya.
Dia berkata, mahasiswa teknik harus belajar langsung, bukan hanya teori di kelas. Habibie, kata Jefri, bisa besar karena hidup dalam ekosistem yang memberi ruang bagi inovasi.
Hari ini, kolaborasi seperti itu masih lemah di Indonesia. Dunia akademik sering berjalan sendiri, sementara industri dan pemerintah memiliki agenda yang tak selalu selaras.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.