Sumba Timur Terkini

Ketua DPD RI Ingatkan Dunia Hadapi Triple Planetary Crisis dan Indonesia dalam Darurat Ekologis

Sebagai Ketua DPD RI, ia pun menegaskan DPD hadir untuk memastikan aspirasi rakyat dari seluruh daerah menemukan salurannya di dalam kebijakan

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/IRFAN BUDIMAN
TANAM POHON - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin tanam pohon bersama Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi di Taman Sandalwood, Waingapu, Sumba Timur, NTT, Sabtu (20/9/2025) 

“Atas nama lembaga DPD RI, kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang terkait, terutama kepada sahabat-sahabat sipil society, masyarakat adat, dan aktivis lingkungan. WALHI dan kawan-kawan yang aktif memberikan masukan dan berpartisipasi secara berarti dalam proses penyusunan draf kedua undang-undang tersebut,” ujarnya.

Bagi DPD, RUU ini menjadi langkah penting agar negara memiliki kerangka hukum yang kuat dalam menghadapi perubahan iklim, melindungi ruang hidup rakyat, serta menjamin partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan lingkungan.

Ia mengungkapkan, dalam buku yang ditulisnya berjudul “Green Demokrasi”, ia menekankan bahwa pembangunan masa depan harus berdasarkan green policy. Termasuk ekonomi hijau.

Artinya, ekonomi harus tumbuh dengan tetap menjaga kelestarian alam, memperkuat kesejahteraan rakyat, dan menyiapkan masa depan generasi mendatang.

Demokrasi pun kata Sultan Baktiar Najamudin, harus menjadi demokrasi yang green (hijau), atau green demokrasi. Demokrasi yang mendengarkan suara rakyat sekaligus suara alam yang harus dijaga. Demokrasi yang pro growth, pro youth, pro poor dan pro ekologi atau pro environment.

“Karena itu saya meyakini perjuangan ekologis bukan hanya urusan organisasi lingkungan, bukan hanya urusan WALHI dan kawan-kawan semata, ini adalah agenda bangsa. Negara dan rakyat harus bergandengan tangan. Solidaritas masyarakat sipil dan komitmen lembaga negara harus menyatu dalam perjuangan yang sama. Menjaga bumi dan menjaga kehidupan,” tegasnya.

Di akhir sambutannya, ia mengajak seluruh masyarakat untuk menjadikan 20 September 2025 bukan hanya peringatan, melainkan pengingat. Bahwa bumi adalah titipan dan generasi mendatang berhak atas bumi yang lebih layak dari yang ditempati hari ini.

“Biarlah Sumba menjadi contoh bahwa pulau yang dulu keras oleh sabana bisa lembut oleh tangan-tangan manusia yang bijak. Bahwa masyarakat adat bukan warisan masa lalu tapi jembatan untuk masa depan. Menjaga bumi bukan pekerjaan satu atau dua organisasi atau tugas negara semata. Ini adalah simfoni banyak jiwa,” tutupnya. (dim)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved