Liputan khusus
LIPSUS: Prada Lucky Teriak Kesakitan, Dipukul dengan Selang dan Tangan
Kasus kematian Prada Lucky, prajurit Yonif 834/MW yang tewas akibat dugaan penganiayaan oleh sesama anggota TNI
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Kasus kematian Prada Lucky, prajurit Yonif 834/MW yang tewas akibat dugaan penganiayaan oleh sesama anggota TNI mulai disidangkan di Pengadilan Militer III-15 Kupang pada Senin (27/10/2025).
Agenda sidang perdana adalah pembacaan dakwaan terhadap para terdakwa oleh Oditur Militer. Sidang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari berturut-turut dengan tiga berkas perkara dengan total 22 terdakwa.
Pada sidang perdana pada Senin (27/10) menghadirkan terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal, S.Tr, yang merupakan Dankipan A Yonif TP 834/MW. Sementara pada Selasa (28/10) akan dilanjutkan dengan sidang terhadap Sertu Thomas Desambris Awi, Basi Intelpur Kima Yonif TP 834/WM, bersama 16 rekan lainnya. Kemudian, Rabu (29/10) dijadwalkan sidang untuk empat terdakwa lainnya.
Kasus kematian Prada Lucky ini menyita perhatian publik karena jumlah terdakwa yang mencapai 22 orang yang semuanya anggota TNI yang diduga terlibat dalam penganiayaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Ibu kandung almarhum, Sepriana Paulina Mirpey, atau akrab disapa Epi, menyampaikan harapannya agar proses hukum berjalan secara transparan dan adil.
“Dari provost tadi menyampaikan bahwa sidang itu terbuka untuk publik, orangtua, pers, dan masyarakat bisa mengikuti persidangannya. Pengadilan juga akan menaruh layar di luar dan speaker, jadi yang tidak bisa masuk karena penuh bisa mengikuti dari luar,” jelasnya.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan untuk berkas perkara Nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan terdakwa Lettu Ahmad Faisal, S. Tr. (Han).
Dalam surat dakwaan yang dibacakan Oditur Militer Letkol Chk Yusdharto, S.H., terungkap bahwa terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal, S.Tr. (Han) melakukan tindakan kekerasan terhadap korban dengan cara mencambuk dan menendang Prada Lucky saat berada di ruangan staf intel dan ruangan staf kas unit TP834PM di Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, sekitar bulan Juli 2025.
Dalam pembacaan dakwaan di Ruang Sidang Utama Dilmil III-15 Kupang, Oditur Militer menyebutkan bahwa tindakan terdakwa termasuk pelanggaran hukum pidana militer, karena dengan sengaja melakukan kekerasan terhadap bawahan hingga mengakibatkan kematian.
Subiyatno menjelaskan, terdakwa dengan sengaja mengizinkan seorang lawan melakukan suatu kejahatan, atau menjadi saksi dari suatu kejahatan yang dilakukan seorang lawan. Namun tidak mengambil tindakan apapun sesuai kemampuan dan kewenangannya untuk menghentikan atau mencegah tindak kekerasan tersebut.
“Dengan sengaja tidak mengambil tindakan yang diharuskan sesuai kemampuannya terhadap para pelaku yang dalam binaannya dengan sengaja mengumpul atau menunggu seorang lawan, atau dengan cara lain menyakitinya, atau dengan tindakannya yang mengancam dengan kekerasan hingga menyebabkan mati,” ungkap Oditur.
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa terdakwa tidak hanya terlibat dalam tindak kekerasan, tetapi juga tidak menjalankan tanggung jawab komando dalam melindungi bawahannya dari tindakan yang melanggar hukum militer.
Menurut dakwaan, peristiwa penganiayaan terjadi saat korban tengah menjalankan tugas di unitnya. Terdakwa, yang kala itu menjabat sebagai Dankipan A, memerintahkan korban untuk hadir di ruangan staf intel.
Dalam ruangan itu, terdakwa kemudian melakukan pemukulan dan cambukan, serta menendang tubuh korban hingga korban mengalami luka serius. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, korban dilaporkan mengalami penurunan kondisi kesehatan hingga akhirnya meninggal dunia
Pantauan Pos Kupang, ruang sidang utama tampak dipenuhi aparat militer, keluarga korban, dan sejumlah awak media. Sidang yang bersifat terbuka untuk umum ini juga dihadiri pihak keluarga Prada Luki yang kompak mengenakan kaos putih bertuliskan “Justice for Prada Lucky”.
Dalam persidangan tersebut juga dihadirkan saksi Prada Richard Junimton Bulan yang juga menjadi korban penganiayaan dalam peristiwa tersebut. “Saya dan almarhum dipukul, dicambuk, dan diinterogasi dini hari,” ujarnya.
Prada Richard menceritakan, pada malam 27 Juli 2025, sekitar pukul 00.18 Wita, dirinya menerima telepon dari Sertu Andre Manoklory. “Saya ditelpon sekitar jam 00.18. Dia tanya, ‘ada masalah apa?’ Setelah itu saya dipanggil ke ruangan staf intel. Saya datang bersama almarhum (Prada Lucky),” ujar Richard.
Setibanya di ruangan staf intel, Richard dan Lucky dijemput anggota dan dibawa ke ruangan sebelah ruangan intel. Di sanalah, menurut kesaksiannya, penganiayaan mulai terjadi. “Almarhum dipukul oleh Dansi, Sertu Thomas Awi, dua kali pakai tangan dan sandal ke arah pipinya,” ungkap Richard.
Ia menambahkan bahwa keduanya sempat diinterogasi oleh Dansi Intel di ruang staf personel (staf pers). Saat itu, mereka tidak dipukul, tetapi setelah berpindah ke ruangan staf 1, keduanya kembali menjadi sasaran kekerasan.
“Di staf 1 kami dicambuk oleh provost menggunakan kabel, dicambuk ke punggung berulang kali, lebih dari sepuluh kali. Almarhum hanya meringis saat dicambuk,” ujar Richard.
“Dia menjerit. Bilang ibu saya tidak pernah pukul saya seperti ini,” ujar Prada Richard. Seraya menambahkan, bahwa penganiayaan terus berlangsung hingga dini hari. Dia dan Prada Lucky dipukul secara bergantian oleh sejumlah anggota, termasuk Sertu Andre dan Pratu Emanuel, yang disebut memukul mereka menggunakan selang.
“Pratu Emanuel pukul saya tiga kali dan pukul almarhum dua kali pakai selang. Waktu itu kami dipukul dari jam satu sampai jam dua tiga puluh dini hari,” tutur Richard.
Suasana ruang sidang mendadak hening ketika saksi mengisahkan kalimat terakhir yang sempat ia dengar dari almarhum Prada Lucky. “Saya dengar dia teriak, ‘Ibu saya tidak pernah pukul saya seperti ini,’” ungkap Richard.
Menurutnya, sekitar 30 menit suara teriakan kesakitan almarhum terus terdengar. Setelah itu, kondisi Prada Lucky mulai lemah dengan bibir, dada, dan paha yang lembam akibat pukulan.
Dalam kesaksiannya, Prada Richard juga menyebutkan bahwa saat kejadian, terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal tidak melakukan pemukulan, tetapi melihat kejadian tanpa melakukan tindakan apa pun.
“Terdakwa hanya duduk dan melihat. Di situ juga ada Letnan Satu Ikrar Bakti, Letnan Satu Rahmat, dan Letnan Dua Toriq. Mereka semua cuma melihat sampai jam sebelas malam,” jelasnya.
Richard menambahkan bahwa selama di ruangan staf intel, ia dan Prada Lucky juga dipukul oleh beberapa prajurit berpangkat Pratu dan Serda.
Tangis Ibu Pecah
Suasana ruang sidang mendadak hening saat saksi ke-6, Sepriana Paulina Mirpey—ibunda dari almarhum Prada Lucky duduk di kursi saksi. Dengan suara bergetar dan air mata yang tak henti mengalir, ia menceritakan kembali kondisi sang anak sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir pada 6 Agustus 2025.
Dalam kesaksiannya saksi Sepriana mengisahkan bahwa pada 26 Juli 2025, Prada Lucky sempat pulang dengan izin bermalam (IB) dan berkunjung ke rumah ibu angkatnya, Iren. Saat itu, sang ibu mendapati luka-luka di tubuh anaknya.
“Dia tunjuk luka, saya kaget. Mama angkatnya sedang gosok minyak di luka itu. Mama angkatnya sempat arahkan kamera ke luka cambuk, Lucky bilang, ‘Saya dicambuk Dansi Intel’,” tutur Sepriana lirih.
Saksi melanjutkan, beberapa hari setelah itu kondisi Prada Lucky terus menurun hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit. Ia pun berangkat dari Kupang menuju rumah sakit tempat putranya dirawat.
“Tanggal 5 Agustus saya berangkat dari Kupang. Waktu tiba, Lucky sudah di ICU dan pakai ventilator. Saya bisik di telinganya, ‘Lucky, mama datang’. Dia tidak sadar, tapi saya lihat air matanya keluar,” ujarnya sambil terisak.
Menurut keterangan dokter yang disampaikan kepadanya pada malam itu, Prada Lucky telah mengalami gagal ginjal dan paru-paru penuh cairan, sehingga jalan satu-satunya adalah tindakan cuci darah. Namun, takdir berkata lain — Prada Lucky meninggal dunia pada 6 Agustus 2025, pukul 11.26 Wita.
Sepriana berharap kepada majelis hakim agar para pelaku mendapat hukuman yang seadil-adilnya. “Lucky anak kebanggaan saya, penopang saya dan adik-adiknya. Saya berharap semua pelaku dipecat, dan pelaku utama dihukum mati. Saya hanya minta itu, yang mulia,” ucapnya sambil menunduk.
Sementara saksi Serda Kristian Namo, ayah almarhum Prada Lucky, menuturkan bahwa dirinya pertama kali menerima informasi dari Dansi Intel bahwa anaknya kabur dari batalion. Namun tak lama kemudian, ia mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa anaknya dalam kondisi kritis.
"Pada tanggal 3 Agustus 2025, perawat menghubungi istri saya. Saat saya tiba di rumah sakit sekitar tanggal 6 sekitar pukul 11.00 WITA, Lucky masih berjuang. Tapi sekitar pukul 11.25 Wita, ia menghembuskan napas terakhir," ujar Kristian.
Menurutnya, sebelum meninggal, almarhum sempat melakukan video call dengan kedua orang tuanya dan menunjukkan luka-luka di tubuhnya. "Waktu itu dia tunjukkan bekas luka di paha, kaki, dan punggung. Di rusuk kiri dan kanan ada memar. Di belakang punggung luka besar dan dalam. Di kepala dan telinga juga ada luka," ungkapnya.
Kristian menambahkan handphone milik anaknya ditahan oleh satuan, dan almarhum sempat dirawat oleh ibu angkatnya bernama Iren sebelum akhirnya meninggal dunia.
"Saya kecewa dengan perbuatan para pelaku. Anak saya diperlakukan tidak manusiawi hingga meninggal dunia. Mereka sudah merusak nama institusi. Saya minta agar mereka dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Untuk pelaku utama, saya minta dijatuhi hukuman mati," tegasnya di depan majelis hakim. (uan/rey)
22 Terdakwa dengan Tiga Berkas
Humas Dilmil III-15 Kupang, Kapten Damai mengungkapkan pada 20 Oktober 2025, pihak Pengadilan Militer III-15 Kupang telah menerima tiga berkas perkara dari Oditur Militer (Odmil) 315 Kupang.
“Pada tanggal 20 Oktober tahun 2025 kami, Pengadilan Militer III-15 Kupang, telah menerima tiga berkas pelimpahan perkara dari Oditur Militer 315 Kupang. Pada hari itu juga Kadilmil telah mempelajari dan meneliti ketiga berkas perkara tersebut, dan menyatakan semuanya telah memenuhi syarat formil dan materiel serta merupakan wilayah kewenangan Odmil 315 Kupang,” ujar Kapten Damai.
Ketiga berkas perkara tersebut kemudian diregister di Dilmil III-15 Kupang, masing-masing pertama,berkas perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal, S.Tr. (Han).
Kedua, berkas perkara nomor 41-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama terdakwa Sertu Thomas dan kawan-kawan sebanyak 16 orang. Ketiga, berkas perkara nomor 42-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama Pratu Ahmad Ada dan kawan-kawan sebanyak tiga orang.
Kapten Damai menjelaskan, untuk terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal, Oditur Militer mendakwakan dakwaan kombinasi dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Adapun pasal-pasal yang dikenakan, antara lain Primer: Pasal 131 ayat (1) junto ayat (2) KUHPM, subsider Pasal 131 ayat (1) KUHPM. Primer kedua: Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (2) junto ayat (3) KUHPM, subsider Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (1) junto ayat (2) KUHPM, lebih subsider Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (1) KUHPM.
Kapten Damai juga menjelaskan bahwa sidang yang digelar tersebut merupakan sidang perdana untuk berkas perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal.
Dalam sidang tersebut, tujuh saksi dijadwalkan hadir, namun enam saksi yang hadir termasuk orang tua almarhum Prada Lucky. Satu saksi lain, yakni Pratu Petrus, dikabarkan belum dapat hadir dan akan dijadwalkan ulang dalam sidang berikutnya.
Damai menegaskan seluruh proses persidangan akan berjalan sesuai aturan hukum militer dan dilaksanakan secara terbuka untuk umum sebagai bentuk komitmen transparansi.(uan)
Akademisi Unwira, Dr.Mikhael Feka, SH,M.H : Tanpa Emosional
Dalam persidangan seperti ini yang paling penting adalah keterbukaan masyarakat dan keluarga korban berhak tahu siapa berperan apa, supaya tidak muncul kesan tebang pilih atau ada yang dilindungi. Sebab, keadilan tidak boleh dibagi-bagi.
Terkait permintaan keluarga agar semua terdakwa dipecat menurut saya sangat bisa dipahami. Sebab, keluarga kehilangan anak dan ingin ada tanggung jawab moral dari institusi.
Namun secara hukum, pemecatan tetap harus melalui proses pembuktian bagi masing-masing pelaku. Artinya, keadilan harus ditegakkan tanpa emosional, tapi juga tanpa mengabaikan rasa kemanusiaan keluarga korban.
Secara prinsip, sidang di Pengadilan Militer bisa terbuka dan independen. Tapi semua orang tahu kekhawatiran publik soal intervensi, itu nyata.
Karena itu, penting sekali agar proses ini diawasi secara eksternal dan informasi dibuka seluas mungkin. Keluarga korban, publik, dan institusi militer sendiri sebenarnya sama-sama membutuhkan keadilan yang terang dan tidak tertutup.
Jika Komandan Kompi (Danki) berada di tempat kejadian namun tidak mencegah penganiayaan, hal itu dapat dianggap sebagai pembiaran dan melanggar prinsip tanggung jawab komando karena ia memiliki kewenangan untuk mencegah tindakan bawahannya.
Sementara menyangkut perubahan keterangan saksi di persidangan yang berbeda dengan BAP menunjukkan adanya tekanan struktural, rasa takut, atau solidaritas korps. Fenomena yang sering terjadi dalam sistem militer yang hierarkis.
Alasan bahwa korban dianiaya karena terindikasi LGBT sama sekali tidak dapat dibenarkan, sebab merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi yang melanggar HAM dan hukum pidana.
Sementara itu, praktik hukuman fisik seperti cambuk atau push-up sebagai bentuk pembinaan sudah tidak relevan dan bertentangan dengan prinsip hukum modern, karena mencederai martabat prajurit.
Reformasi di tubuh TNI perlu diarahkan pada pendisiplinan berbasis nilai, etika, dan hukum, serta memperkuat pengawasan dan akuntabilitas agar budaya kekerasan tidak lagi dianggap wajar.
Kasus ini menjadi atensi publik. Pangdam Udayana bahkan hadir di keluarga dan memberi garansi agar proses perkara berjalan transparan dan berkeadilan. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Orangtua Jadi Saksi
1.Majelis Hakim :
Mayor Chk Subiyatno, S.H., M.H.
Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu, S.E., S.H., M.M.
Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto, S.H., M.H.
2.Oditur Militer :
Letkol Chk Letkol Chk Yusdharto, S.H.,
3.Panitera :
Letda Chk I Nyoman Dharma Setyawan, S.H.
4.Saksi-saksi :
*Dari batalyon
Prada Richad Bulan
Sertu Thomas Desambri Awi
Pratu Poncianus Alan Dadi
Pratu Yohanes Viani Ili
*Keluarga Korban
*Peltu Kristian Namo
*Sepriana Paulina Mirpey
5.Tiga Berkas:
1.Berkas nomor 40-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal, S.Tr. (Han).
2. Berkas nomor 41-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama terdakwa Sertu Thomas dan kawan-kawan sebanyak 16 orang.
3. Berkas nomor 42-K/PM.III-15/AD/2025 atas nama Pratu Ahmad Ada dan kawan-kawan sebanyak tiga orang.
6.Ancaman dan Pasal Bagi Terdakwa Lettu Inf Ahmad Faisal
9 tahun penjara.
1.Primer: Pasal 131 ayat (1) junto ayat (2) KUHPM, subsider Pasal 131 ayat (1) KUHPM.
2. Primer kedua: Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (2) junto ayat (3) KUHPM, subsider Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (1) junto ayat (2) KUHPM, lebih subsider Pasal 132 KUHPM junto Pasal 131 ayat (1) KUHPM.
Sidang Kasus Prada Lucky
POS-KUPANG.COM
Pengadilan Militer III-15 Kupang
Lipsus
Eksklusif
Meaningful
| LIPSUS: OPD Kelola Dana Rp 15 Juta Setahun, Efek Pemangkasan Dana TKD |
|
|---|
| LIPSUS: Oknum Polisi Aniaya Warga Hingga Tewas , Sama-sama Mabuk di Acara Keluarga |
|
|---|
| LIPSUS: Saksi Prada Richard Boelan Menangis Disuruh Terdakwa Lakukan Tindakan Tidak Senonoh |
|
|---|
| LIPSUS: Prada Lucky dan Richard Disiksa Berkali-kali, Bagian Sensitif Diolesi Cabai |
|
|---|
| LIPSUS: Petani Terima Kasih ke Prabowo, Turunkan Harga Pupuk 20 Persen |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/ayah-dan-ibu-prada-Lucky-Namo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.