Sidang Kasus Prada Lucky
Orang Tua Prada Lucky Minta Para Pelaku Dipecat dan Pelaku Utama Dihukum Mati
Ia juga menceritakan bahwa peti jenazah anaknya sempat diganti karena ukuran sebelumnya terlalu kecil.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sidang perdana kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (27/10/2025).
Dalam persidangan ini, orang tua korban menyampaikan kesaksian penuh haru dan meminta agar seluruh pelaku dipecat dari dinas militer serta pelaku utama dijatuhi hukuman mati.
Sidang dipimpin oleh Mayor Chk Sublyatno, S.H., M.H. selaku hakim ketua, didampingi dua hakim anggota Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu, S.E., S.H., M.M. dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto, S.H., M.H.L.. Letda Chk I Nyoman Dharma Satyawan, S.H. bertugas sebagai panitera, sementara Letkol Chk Yusdihario, S.H. bertindak sebagai oditur militer. Terdakwa dalam perkara ini adalah Lettu Ahmad Falsal, S.Tr. (Han).
Dalam kesaksiannya, Serda Kristian Namo, ayah almarhum Prada Lucky, menuturkan bahwa ia pertama kali menerima informasi dari Dansi Intel bahwa anaknya kabur dari batalyon.
Namun tak lama kemudian, ia mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa anaknya dalam kondisi kritis.
Baca juga: TERUNGKAP! Lettu Ahmad Cambuk dan Tendang Prada Lucky Namo di Ruangan Staf Intel
"Pada tanggal 3 Agustus 2025, perawat menghubungi istri saya. Saat saya tiba di rumah sakit sekitar tanggal 6 sekitar pukul 11.00 WITA, Lucky masih berjuang. Tapi sekitar pukul 11.25 WITA, ia menghembuskan napas terakhir," ujar Kristian.
Ia juga menceritakan bahwa peti jenazah anaknya sempat diganti karena ukuran sebelumnya terlalu kecil.
Menurutnya, sebelum meninggal, almarhum sempat melakukan video call dengan kedua orang tuanya dan menunjukkan luka-luka di tubuhnya.
"Waktu itu dia tunjukkan bekas luka di paha, kaki, dan punggung. Di rusuk kiri dan kanan ada memar, di belakang punggung luka besar dan dalam. Di kepala dan telinga juga ada luka," ungkapnya.
Kristian menambahkan bahwa handphone milik anaknya ditahan oleh satuan, dan almarhum sempat dirawat oleh ibu angkatnya bernama Iren sebelum akhirnya meninggal dunia.
Dalam akhir kesaksiannya, Kristian meminta agar para pelaku dihukum berat.
"Saya kecewa dengan perbuatan para pelaku, anak saya diperlakukan tidak manusiawi hingga meninggal dunia dan juga mereka sudah merusak nama institusi. Saya minta agar mereka dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Untuk pelaku utama, saya minta dijatuhi hukuman mati," tegasnya di depan majelis hakim.
Saksi lain, Sepriana Paulina Mirpey, ibu almarhum, juga memberikan kesaksian.
Ia mengaku sempat dipukul oleh Dansi Intel saat proses pencarian anaknya.
Menurutnya, sang anak meninggal dunia pada 6 Agustus 2025, setelah dirawat sejak tanggal 2 Agustus di rumah sakit.
"Dokter mengatakan pada malam tanggal 5 Agustus bahwa Lucky sudah mengalami gagal ginjal dan paru-parunya penuh cairan," ujarnya sambil menahan tangis.
Sepriana pun mengulangi permintaan serupa kepada majelis hakim agar seluruh pelaku mendapat hukuman berat.
"Kami berharap semua pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya, dan pelaku utama dihukum mati," tuturnya. (rey)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.