NTT Terkini 

Wacana Jam Belajar Pelajar di NTT dengan Orang Tua, Begini Pendapat Pakar Pendidikan

Sebagai opsi menengah, Dr. Marsel menyarankan pelaksanaan studi sore di sekolah sebanyak dua hingga tiga kali seminggu yang dipandu oleh guru.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO-DOK.PRIBADI
Pakar pendidikan Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Marsel Robot, menilai upaya Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan literasi melalui kebijakan belajar di rumah perlu disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat yang beragam. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Pakar pendidikan Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr. Marsel Robot, menilai bahwa upaya Pemerintah Provinsi NTT untuk meningkatkan literasi melalui kebijakan belajar di rumah perlu disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat yang beragam.

Menurut Dr. Marsel, rencana gubernur untuk menetapkan waktu belajar di rumah antara pukul 17.00 hingga 19.00 Wita merupakan langkah positif. Namun, efektivitasnya sulit diukur karena kondisi keluarga di NTT berbeda-beda.

“Keluarga kita belum menjadi basis pendidikan yang utama untuk meningkatkan literasi dan numerasi” ujarnya, Selasa (14/10/2025) 

Ia menjelaskan, sistem pendidikan berasrama menjadi alternatif paling efektif karena aktivitas belajar dan pembinaan siswa lebih teratur dan terukur. Namun, sistem ini membutuhkan biaya tinggi. 

Sebagai opsi menengah, Dr. Marsel menyarankan pelaksanaan studi sore di sekolah sebanyak dua hingga tiga kali seminggu yang dipandu oleh guru.

Baca juga: Kepsek SMAN 2 Tasifeto Barat Sambut Baik Rencana Pergub Jam Belajar di Rumah

“Kegiatan studi sore bisa menjadi solusi yang lebih realistis. Guru dapat mengawasi langsung proses belajar dan mendapat tambahan insentif dari jam pengabdian,” tambahnya.

Selain itu, Dr. Marsel juga menekankan pentingnya membangun ekosistem literatif di sekolah melalui program “klinik bacaan” dan pendekatan disiplin berbasis literasi. Ia mencontohkan, siswa yang melakukan pelanggaran seperti membuli teman dapat diberi tugas literatif, menulis refleksi dan membacakannya di depan kelas.

 “Dengan cara itu, siswa belajar menalar, menulis, dan berbicara. Sekolah tidak hanya menghukum, tapi juga mendidik,” katanya.

Untuk memperkuat budaya literasi, Dr. Marsel mendorong sekolah-sekolah mengadakan berbagai lomba literasi dan kompetisi akademik yang merangsang semangat belajar siswa.

“Hadiah sederhana seperti piala atau sertifikat saja sudah bisa memotivasi siswa untuk berkompetisi secara sehat,” ujarnya.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa peningkatan literasi di NTT tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah, tetapi harus melibatkan seluruh ekosistem pendidikan, mulai dari sekolah, keluarga, hingga masyarakat. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved