SILPA di NTT

Tanggapi SILPA Triwulan II di NTT, Akademisi Sebut Perencanaan Tidak Realistis

Dia berpendapat, secara ekonomi dan administrasi, SILPA muncul karena beberapa faktor. Salah satunya perencanaan yang tidak realistis. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
PENGAMAT EKONOMI- Sosok pengamat ekonomi sekaligus Koordinator Program Studi Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana (Undana), Ricky Ekaputra Foeh, M.M.  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Fenomena SILPA pada penyerapan anggaran Pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) triwulan II tahun 2025 mencatat Rp 2 triliun lebih. 

Akademisi FISIP Undana, Ricky Ekaputra Foeh, MM menanggapi fenomena itu. Ia mengatakan, data Kanwil DJPb NTT per Agustus 2025 mencatat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) di hampir seluruh pemerintah daerah NTT menembus lebih dari Rp  2 triliun pada triwulan II. 

"Dari perspektif administrasi keuangan, fenomena ini harus dipahami secara kritis," katanya, Kamis (25/9/2025). 

Dia berpendapat, secara ekonomi dan administrasi, SILPA muncul karena beberapa faktor. Salah satunya perencanaan yang tidak realistis. 

"Perencanaan anggaran yang tidak realistis. Banyak belanja daerah disusun tanpa sinkronisasi yang baik antara RPJMD, Renstra OPD, dan rencana pengadaan riil di lapangan," katanya.

Baca juga: BREAKING NEWS: Kanwil DJPb Ungkap SILPA dari Pemerintah di NTT Tembus Rp 2 Triliun per Agustus 2025

Faktor lainnya disebabkan lambatnya proses pelaksanaan. Proyek fisik dan program pelayanan publik sering tersendat karena mekanisme birokrasi, keterlambatan tender, hingga lemahnya kapasitas teknis OPD.

Sisi lain, ada ketidakpastian regulasi pusat-daerah. Misalnya penyesuaian dana transfer, perubahan aturan pengadaan, dan keterlambatan juknis membuat daerah menahan eksekusi.

Ada juga faktor berikut adalah kapasitas SDM dan tata kelola.

Ricky menyebut tidak meratanya kompetensi pejabat pengelola anggaran menyebabkan eksekusi anggaran tidak agresif.

Untuk itu, ia menyarankan Pemerintah Daerah (Pemda) di NTT agar memperbaiki perencanaan. Anggaran harus berbasis kebutuhan nyata, data valid, dan lebih konservatif dalam asumsi.

"Percepat eksekusi. Proses pengadaan barang/jasa harus dimulai awal tahun, bukan menumpuk di akhir tahun," kata dia. 

Baca juga: Menyapa Generasi Penerus Bangsa, Kakanwil DJPb NTT Kunjungi Sekolah Rakyat 19 Kupang

Kemudian, kata Ricky, penguatan SDM. Pemda perlu melakukan peningkatan kapasitas untuk bendahara, PPK, dan pejabat perencanaan melalui pelatihan berkelanjutan.

"Monitoring real time. Pemanfaatan teknologi informasi untuk memantau serapan anggaran setiap bulan perlu menjadi budaya," sambung dia.

Sebaliknya, jika SILPA tidak ditekan dan berulang akan memberi resiko serius. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved