NTT Terkini 

Aktivis Sosial dan Lingkungan Manggarai Barat Soroti Hal Penting Terkait Pengelolaan TNK

Ditegaskan, dalam perspektif konservasi, kawasan itu tidak boleh dibangun apapun, jadi tidak boleh ada intervensi pembanguan hotel maupun restoran.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Aktivis Sosial dan Lingkungan, Kornelius Rahalaka 

POS-KUPANG.COM, KUPANG -  "Yang kita harapkan dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) itu tidak ada investasi. Sebab, adanya investasi tentu akan bertolak belakang dengan konsep konservasi dalam TNK itu sendiri," 

Demikian disampaikan salah satu Aktivis Sosial dan Lingkungan Manggarai Barat, Kornelius Rahalaka, Selasa  (16/9/2025).

Menurut Kornelius, penolakan terhadap investasi dalam kawasan TNK bukan baru digaungkan oleh sejumlah pihak yang peduli terhadap TNK, melainkan sudah berlangsung sejak lama. 

"Intinya, bahwa dalam kawasan itu tidak boleh ada investasi. Namanya konservasi menjadi hal utama yang tidak bisa ditawar-tawar," katanya.

Dijelaskan, pemerintah harus bisa melihat secara jernih menyangkut esensi TNK, yang mana  sejak hadirnya TNK tahun 1980, kemudian menjadi situs warisan dunia atau World Heritage pada tahun 1991 oleh Badan PBB UNESCO hingga menjadi New 7 Wonders atau tujuh keajaiban dunia pada 11 November 2011.

Baca juga: Kelompok Cipayung Manggarai Barat Tolak Pembangunan di Wilayah TNK Labuan Bajo 

"Kalau kita lihat bahwa TNK ini adalah warisan yang unik dan tidak ada di belahan dunia mana pun, karena itu perlu dijaga bukan dijadikan sebagai aset untuk melakukan investasi. Investasi ini akan merubah sifat alami dari kawasan TNK," katanya.

Ditegaskan, dalam perspektif konservasi, kawasan itu tidak boleh dibangun apapun, jadi tidak boleh ada intervensi pembanguan hotel maupun restoran.

"Konservasi itu adalah menjaga agar alam dan eksositemnya terjadi dari ancaman. Jadi prinsip utama konservasi itu bukan investasi, musuh utama konservasi adalah investasi. Ketika ada pembangunan dalam kawasan, maka akan terjadi polusi, sampah, limbah mau dibuang ke mana. Ini dampaknya pada biota laut bahkan menganggu ekosistem dalam kawasan TNK.  

Dikatakan, persoalan yang ada di TNK adalah soal investasi dan adanya tumpang tindih aturan atau regulasi. Di dalam pengelolaan TNK itu ada beberapa aturan yang digunakan, seperti UU Konservasi, UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan, UU Desa maupun  UU Kelautan dan Perikanan.  

Padahal, lanjut Kornelius, dalam kawasan itu ada penduduk seperti di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, yang mana mereka juga adalah warga Manggarai Barat yang ikut memilih wakil rakyat dan juga kepala daerah. Bahkan, dari dulu, selalu diperjuangkan agar setiap kegiatan konservasi dalam TNK harus melibatkan warga lokal.

Dia mengatakan, hal kedua yang menjadi sorotannya, adalah soal kewenangan pengelolaan yang seharusnya pemerintah daerah ikut berkontribusi terhadap pengelolan TNK. Dulu ada pembangian pendapatan antara pemerintah pusat, provinsi dan daerah. 

Maket desain pembangunan di Pulau Padar
Maket desain pembangunan di Pulau Padar

 

"Sekarang ini 100 persen diambil oleh pemerintah pusat, sehingga kita perjuangkan agar bagaimana pemerintah daerah memberi hak untuk ikut mengelola. Pertanyaan saya memangnya warga dalam TNK itu adalah warga dari pemerintah pusat?. Kalau ada masalah yang mereka alami, meraka mau mengadu ke mana, siapa yang bertanggungjawab. Apakah bukan pemerintah daerah," tanya Kornelius.

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS    

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved